Sejarah Mbah Buyut Kadong dan Mbah Buyut Dales Merupakan Latar Belakang Berdirinya Desa Biyawak Kecamatan Jatitujuh Majalengka


Juru Kunci Mbah Buyut Kadong dan Mbah Buyut Dales Desa Biyawak Jatitujuh
Bapak Syahid (Ranjang Panjang zaman dulu yang terbuat dari kayu jati dan sudah ratusan tahun masih tersimpan Rapih di Belakang Maqom Mbah Buyut Kadong dan Mnah Buyut Dales

Untuk mengenal lebih dekat Mbah Buyut Kadong dan Mbah Buyut Dales yang berlokasi di Desa Biyawak Kecamatan Kertajati tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu Sejarah Desa Biyawak, mengacu kepada cerita dari Juru Kunci dan mengacu kepada kepada situs 
https://www.historyofcirebon.id/2017/11/sejarah-desa-biyawak-jatitujuh.html 
Desa Biyawak adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Jatitujuh Kabupaten Majelengka Jawa Barat.Desa Biyawak berbatasan dengan desa Bantarjati, tempat kelahiran Ki Bagus Rangin, seorang pahlawan nasional yang dikenal sangat gigih berani melawan kesewenang-wenangan penjajah Belanda.
Peserta Didik MA Nurussyahid Kertajati saat berziaroh ke Maqom Mbah Buyut Kadong dan Mbah Buyut Dales di Desa Biyawak 

Biyawak sebagai sebuah nama diperkirakan baru muncul pada tahun 1805 Masehi, dinamakan Biyawak bukan karena di Desa tersebut dahulunya banyak hewan Biyawak, nama Biyawak muncul berhubungan dengan peristiwa pemberontakan Ki Bagus Rangin, bahkan di tempat yang kini dinamai Biyawak itulah awal mula munculnya pemberontakan Ki Bagus Rangin.
Biyawak dahulunya lahan yang dihuni beberapa orang, wilayahnya masuk pada wilayah Bantarjati, kata "Biyawak" merupakan kependekan dari kata bahasa Cirebon “Biyaya Awak” yang maknanya berarti "biaya badan" atau juga bermakna “Pajak Perkepala”

Pada tahun 1602-799 Tanah pertikelir dimunculkan diwilayah Keresidenan Cirebon, hal tersebut berlanjut hingga  masa Daendels, Raffles, John Fendall, sampai pada masa Van der Capellen (1820). Pemilik tanah partekelir berhak memberlakukan berbagai macam pajak, termasuk bagi petani-petani yang mengelola tanah (Pusponegoro dan Notosusanto, 2008: 400).

Tanah partikelir adalah tanah milik pemerintah yang di kontrak oleh pengusaha, dengan kendali penuh pengelolaan ditangan pemilik/Pengusaha. Pada tahun 1602-1799 tanah-tanah pertekelir sudah digarap secara mandiri oleh petani-petani pribumi, namun karena pemerintah Belanda mengkalim bahwa tanah tersebut milik Negara maka kegiatan pertanian yang dilakukan oleh penduduk menjadi illegal jika pelaksanaanya tanpa seijin pemegang sewa dan pemerintah penjajah.



Pada waktu itu, tanah partikelir disewakan penjajah Belanda pada pengusaha Cina, dalam kebijakan pengelolaannya para pengusaha Cina memberlakukan sewa bagi siapa saja petani yang menggarap tanah partikelir, selain itu penggarap tanah parteklir juga dikenakan pajak perkepala, pajak perkepala imilah yang disebut orang Bantar Jati sebagai “Biyaya Awak”

Penderitaan kaum tani di wilayah Bantar Jati akibat diberlakukanya berbagai macam pajak membuat kehidupan mereka tambah miskin. Kemiskinan yang merajalela serta kesombongan para pengusaha Cina kemudian memantik pemberontakan.
Pemberontakan mula-mula diwujudkan dalam bentuk mogok bayar pajak kepada pengusaha Cina, kemudian peristiwa mogok pajak ini pada nantinya dilaporkan oleh pemilik tanah partekelir ke pemerintah penjajah Belanda, hingga akhirnya pemerintah penjajah turun tangan dan mengusir para petani ini dari wilayah tanah partikelir. 

Pengusiran dan kesewenang-wenangan pemerintah Pejajah Belanda yang dilakukan terhadap para petani kemudian dibalas dengan perlawanan, ribuan rakyat terutamanya kaum tani memberontak mereka membunuhi para pengusaha Cina, Pejabat Pribumi antek Pengusaha dan juga membunuhi tentara penjajah Belanda, pemberontakan kemudian di respon oleh Pemerintah Penjajah Belanda dengan senjata, hingga terjadilah peperangan besar. 

Perang semakin besar dan meluas karena perlawanan kaum tani  didukung oleh rakyat pribumi yang terdampak pajak perkepala, pemberontakan yang semula terjadi di wilayah bantar Jati kemudian meluas ke Indramayu dan Cirebon, lebih-lebih sebelum itu yaitu pada tahun 1802 Raja Kesultanan Kanoman diasingkan ke Ambon oleh Belanda karena membela rakyat dan kaum tani, sehingga kebencian rakyat pada Belanda semakin menjadi-jadi, Pemberontakan rakyat di wilayah Keresidenan Cirebon yang mencakup wilayah Majalengka, Indramayu dan Cirebon berlangsug lama lebih dari 15 tahun.

Wilayah atau tempat yang menjadi awal mula meletusnya pemberontakan yang dipimpin Ki Bagus Rangin itu kemudian dinamai “Biyawak” sebagai pengingat peristiwa pilu penderitaan rakyat akibat pajak perkepala yang diterapkan Penjajah Belanda melalui tuan tanah pemilik tanah partikelir. 

Meskipun nama Biyawak muncul bersamaan dengan peristiwa pemberontakan Bagus Rangin (1805-1818) akan tetapi Biyawak sebagai sebuah Pemerintahan Desa dan mempunyai kepala pemerintahan (Kuwu) diperkirakan baru terjadi pada tahun 1840 an, adapun Kuwu pertama yang menjabat adalah Kuwu Margahayu.
Berikut daftar para Kuwu yang pernah memerintah desa Biyawak menurut data yang diperoleh dari profil Desa Biyawak sampai kemarin hasil pemilihan Kepala Desa Serentak Gelombang III tanggal 2 Nopember 2019:

No.
Kuwu
Tahun  Pemerintahan
1
Margahayu
1840 – 1850
2
Ormat
1850 – 1880
3
Nurda
1880 – 1898
4
Surya
1898 – 1905
5
Endun
1905 – 1914
6
Muk
1914 – 1923
7
Rasji
1923 (Satu Hari)
8
Sarkani
1923 – 1958
9
Abasan Ropi
1958 – 1983
10
Risja
1983 – 1986
11
Koyim Sanadi
1987 – 1997
12
Sumaya
1998 – 2004
13
Ono
2007 – 2013
14
Hj. Jariah
2013 – 2019
15
Warjum S
2019 – Sekarang



Juga jika melihat dari sumber lain Sejarah Desa Biyawak Tidak terlepas dari adanya tokoh Mbah Buyut Kadong dan Mbah Buyut Dales sebagaiman tercatat di data Dinas Budpar Kabupaten Majalengka sebagai berikut: 

INILAH DATA PENINGGALAN SEJARAH DAN 
BENDA CAGAR BUDAYA DI KABUPATEN MAJALENGKA
1. Makam Girilawungan Kel Majalengka Wetan, Kec Majalengka
2. Patilasan Nyi Rambut Kasih Kel. Sindangkasih, Majalengka
3. Makam Pangeran Muhammad Kel. Cicurug- Majalengka
4. Makam Siti Armilah Belakang Pendopo Majalengka,
5. Makam Buyut Kyai Arsitem ( Pangeran Sukmajaya Diningrat) Desa Sumber Wetan, Jatitujuh
6. Sumur Sindu Desa Sumber Wetan, Kecamatan Jatitujuh
7. Makam Tubagus Rangin Desa Jatitujuh - Jatitujuh
8. Sumur Dalem Desa Pilangsari, Kecamatan jatitujuh
9. Buyut Karimpem Desa Babakanjurang, Kecamatan Jatitujuh
10. Buyut Kadong dan Mbah Buyut Dalaes Desa Biyawak, Kecamatan Jatitujuh
11. Buyut Jaya Kusumah Dusun Pandagan Jatitujuh
12. Buyut Hujung Desa Panyingkiran, Kecamatan Jatitujuh
13. Buyut Perdie Wesi Desa Randegan Wetan - Jatitujuh
14. Buyut Jago Desa Putri Dalem, Kecamatan Jatitujuh
15. Buyut Galudra Jaya Desa Karanganyar Kecamatan Dawuan
16. Buyut Situnggulung Desa Pasir Malati, Kec.Dawuan
17. Buyut Santeri Desa Balida, Kecamatan Dawuan
18. Buyut Randa Asih Desa Sinarjati, Kecamatan Dawuan
19. Buyut Campeka Desa Genteng, Kecamatan Dawuan
20. Buyut Bungkardi Desa Kasokandel, Kasokandel
21. Buyut Sindujayadi Desa Wanajaya, Kasokandel
22. Buyut Cidum Desa Bantarwaru, Kecamatan Ligung
23. Buyut Imbaraga Desa Kertasari, Kecamatan Ligung
24. Buyut Pelet Desa Beber, Kecamatan Ligung
25. Rumaha Adat Panjalin Desa Panjalin,- Sumberjaya
26. Makam Pangeran Sukmajati Desa Cikeusik Tengah, Sukahaji 
27. Makam Situs Sawala Desa Cipaku, Kecamatan Kadipaten
28. Makam Buyut Pintu Desa Leuwimunding, Leuwimunding
29. Patilasan Prabu Siliwangi. Desa Pajajar, Rajagaluh
30. Badak Dua Desa Payung Kecamatan Rajagaluh
31. Buyut Mansyur Desa Sadomas, Kecamatan Rajagaluh.
32. Situs Lalantang Desa Teja, Kecamatan Rajagaluh.
33. Buyut Lukbar Desa Sukaraja Wetan, Kecamatan Jatiwangi
34. Makam Buyut Israh Desa Argamukti, Kecamatan Argapura
35. Makam Buyut Putri Desa Cibunut, Kecamatan Argapura
36. Makam Ki Samsul Kohal Desa Sagara, Argapura
37. Makam Buyut Panyakaran Desa Sukadana, Argapura
38. Makam Jaya Kusumah, Nyi Masri’ah, Kyai Suryadiningrat, Desa Gunungwangi,  
 Argapura Raden Tumenggung, Embah H. Muslim, dan Makam Embah Nabi Hideung 
39. Makam Waridah dan Makam Syekh Syarif Arifin Desa Sindangwangsa, Palasah
40. Makam Buyut Bagi Desa Cimanglid - Malausma 
41. Makam Eyang Panulisan, Makam Eyang Santri, 
dan Makam Eyang Bunigeulis Desa Gununglarang Bantarujeg
42. Makam Buyut Mintrik 
dan Makam Buyut Cikadu Desa Cikidang, Kecamtan Bantarujeg
43. Makam Nontoreng di Desa Sukamenak, Kecamatan Bantarujeg
44. Makam Buyut Konda dan Makam Rajabali Desa Kondang Mekar, Cingambul
45. Makam Raden Aria Saringsingan. Desa Maniis, Cingambul
46. Makam Eyang Natakusumah Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga
47. Makam Cupu Manik Astra Gina Desa Gunung Manik, Kecamatan Talaga
48. Makam Kyai Aria Batang Desa Lampuyang Astana Panjang, Talaga
49. Makam Sunan Kidul Desa Cikeusal Leumah Agung, Kecamatan Talaga
50. Makam Sunan Wanaperih Kabonwana. Desa Kagok, Banjaran
51. Makam Fakih Ibrahim. Desa Cimeong,- Banjaran
52. Situs Sangiang Desa Sangiang, Kecamatan Banjaran
53. Situs Sangiang Lingga Desa Banjaran Sukamanah, Banjaran
54. Gong Besar, Gong Kecil, Rante Gong, Bareng Besar, Bareng Yang Rusak, Bareng Kecil, 
Batu Bandering, Baju Kere (Besi), Gondewa Kayu, Pahul Gondewa,  Tangkai Kolewang, Pedang Panjang Kecil,  Kujang, Keris, Badi, Badi Kecil Berlubang,  Tombak, Meriam Besar, Meriam Kecil, Kalantaka, Bedil, Bedil Pendek/Pistol, Bedil Kecil Kepala Naga,  Besi Pomotong, Talenan Batu, Desa Talaga Wetan, Kecamatan Talaga Ukiran Kayu Siku-Siku, Kobokan Air,  Botol Gepeng, Guci Kecil, Genta,  Kendi Kecil, Arca Laki-Laki,  Arca Buda Perempuan, Uang Belanda,  Tempat Persegi Kecil, Gamelan Rentang,  Gembyog Ukir, Kain Sutera, Batu Bulat Besar Kecil. 
55. Rumah Adat Kasokandel Kecamatan Kasokandel 
56. Vihara Pemancar Keselamatan Majalengka
57. Vihara Darma Bakti Kecamatan Kadipaten
58. Dalem Cucuk Kecamatan Maja
59. Dalam Lumaju Kecamatan Maja
60. Makam Bagus Waridah Desa Sindangwasa, Kecamatan Palasah
61. Kursi Sumpah Kecamatan Kadipaten
62. Tumbak, Keris, Tongkat Rotan, Tongkat kayu, Bola Besi, Batok Bergengge, Halu, Piring Keramik, 15 Buah Menhir Desa Karangsambung Kadipaten.
(sumber Disporabudpar Kabupaten Majalengka)


0 Response to "Sejarah Mbah Buyut Kadong dan Mbah Buyut Dales Merupakan Latar Belakang Berdirinya Desa Biyawak Kecamatan Jatitujuh Majalengka "

Post a Comment