Foto Mbah KH. Syahid Wafat 24 Juli 1994 yang wafat Pada Usia Kurang Lebih 73 Tahun
Mbah
Kiyai Syahid Lahir di Desa Pasiripis pada tahun sekitar 1921, anak dari seorang
ayah yang bernama Bapak Dulkinah, pada waktu mudanya beliau sempat Mengaji di
Pondok Pesantren yang berada di Babakan Ciwaringin Cirebon, adapun perjalanan
mondok beliau semasa dengan Bapak K. Solihin Bin Bapak Kiyai Arham Jatitujuh,
maka tidak aneh semasa hidupnya beliau selalu banyak berpuasa sampai pada suatu
waktu beliau mendalami ilmu Hikmah dan menjalankan amalan Tasawuf yaitu berbait
Thoriqoh Qadriyah Wa Naqsabandiyah jalur Tasik dan jalar Keraton Kasepuhan
Cirebon bersama Elang Arif.
Hingga
perlajanan Hikmah dan Tasawufnya sampai pada titik Ke emasan dengan banyak membantu
oarang yang membutuhkan dan bahkan mengobati orang yang sakit lahir dan bathin.
Juga sering Qodiran (Hadiyuan) sampai di panggil ke Jakarta di salah seorang
Pengusaha.
Perjalanan
hidupnya samapai pada pernikahan dengan seorang Janda Kaya berada 2 perkiraan
tahun 1946, sebut saja Ibu Keswi Binti Haji Qodir (Almarhumah) yang pada
akhirnya beliau oleh Allah Dikarunia keturunan sebanyak 7 orang dengan 4 orang
laki-laki dan 3 orang perempuan dengan rincian jelas sebagai berikut:
1.
Bapak KH. Muhyidin Aly Syahid yang lahir pada tahun 1948, menikah
dengan ibu Hajah Marfu’ah binti Haji Sodik
memiliki 2 orang anak :
1. Wa Mae dan 2 . Mutohir
2.
Ibu Hodijah sering di panggil Ibu Ijoh menikah dengan Mama Karim bin Haji Tohir
Kertajati mempunyai anak:
-
Wa Tamim
-
Wa Edi Salim
-
Kursiah, S.Pd.I
-
Samsudin ( Alm) dan
-
Nasihin
3.
Bapak Hafid menikah dengan istri pertama punya anak namanya Ibu Nok yang
menikah dengan Ust. Abdul Basith bin K.H Syatibi Pengasuh Pondok Pesantren
Sirojul Athfal Desa Kertajati, dan Bapak Hafid menikah dengan Bi Eru memiliki
keturunan anak laki-laki dengan nama Asep Abdul Aziz, S.Pd.I
4.
Ibu Iyah Binti Mbah Kiyai Syahid menikah dengan Mang Kus Desa Kertawinangun
memiliki keturunan 5 Orang anak
5.
Bapak Amsori menikah dengan Ibu Uwar binti Bapak Isro dengan memiliki keturunan
2 orang anak yaitu, Dadang Arief, S.Pd dan Nani Nuraeni, S.Pd
6.
Ibu Wasi’ah menikah dengan Bapak yaya memiliki keturunan anak perempuan bernama
Aryani sering di panggil “Ai”, setelah talak ibu wasi’ah menikah lagi dengan
Aki Memet dari Desa Gandu Mandor tebu dan Makau memiliki keturunan 2 orang anak
yaitu: Andi Saefudin dan Aliyudin.
7.Bapak
Dr. Ir. Haji Masduki, M.Si menikah
dengan Ibu Hajah Tintin Karyatin, S.Pd.I Binti Bapak H. Kuwu Haruman Desa
Bantarjati dan meiliki keturunan 2 anak, yaitu:
Neng Meta dan Febi SE, M.Si
Itu lah kilas riwayat Tokoh Kertajati Mbah
Kiyai Syahid yang waktu itu yang selalu hadir mengikuti perkembangan Kecamatan
Kertajati. Dan bahkan menjadi Mursyid Thoriqoh yang dianutnya bahkan menjadi
seorang Mursyid dengan akhirnya belaiu selalu memberikan pencerahan kepada
murid-muridnya, diantaranya:
1.
Ust. Syahroni, dari Cangko
2.
Ust. Wawan Bojong
3.
Ust. Mahmud Tipar
4.
Abah Kaum Emet
5.
Abah Umi Radi
6.
Bapak Ayi
7.
dan lain-lainnya
Demikian cerita ini kami buat bukan apa-apa
tapi jujur hanya untuk mengenang Beliau bagi keluarganya dan mudah mudahan ini menjadi
lebih manfaat dan berguna untuk umat serta kita mampu menjadi generasi penerusnya. Aamiin.
KH. Muhyidin Aly Syahid bersama Kang Mahmud dari Desa Tipar yang merupakan Murid Mbah langsung yang samapai saat ini masih mendawamkan ajarannya
Ada tiga makna utama dari momentum hijrah
Rasulullah saw yang dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini. Pertama,
memaknai hijrah Rasulullah sebagai :
1. Hijrah Insaniyyah,
2. Hijrah Tsaqafiyyah, dan
3. Hijrah Islamiyyah.
Bulan Muharram ini kita lebih
memanfaatkan berbagai keutamaan yang disediakan oleh Allah guna meningkatkan
ketaqwaan kita kepada-Nya. Karena sesungguhnya Muharram adalah salah satu bulan
yang istimewa dan dimuliakan.
Bulan Muharram dalam tradisi Islam memiliki keistimewaan dan sisi kesejarahan yang panjang. Diantara kelebihan bulam Muharram terletak pada hari ‘asyura atau hari kesepuluh pada bulan Muharram. Karena pada hari ‘asyura’ itulah (seperti yang termaktub dalam I’anatut Thalibin) Allah untuk pertama kali menciptakan dunia, dan pada hari yang sama pula Allah akan mengakhiri kehidupan di dunia (qiyamat).
Pada hari ‘asyura’ pula Allah mencipta Lauh Mahfudh dan Qalam, menurunkan hujan untuk pertama kalinya, menurunkan rahmat di atas bumi. Dan pada
hari ‘asyura’ itu Allah mengangkat Nabi Isa as. ke atas langit. Dan pada hari
‘asyura’ itulah Nabi Nuh as. turun dari kapal setelah berlayar karena banjir
bandang. Sesampainya di daratan Nabi Nuh as. bertanya kepada pada umatnya
“masihkah ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?” kemudian mereka
menjawab “masih ya Nabi” Kemudian Nabi Nuh memerintahkan untuk mengaduk
sisa-sisa makanan itu menjadi adonan bubur, dan disedekahkan ke semua orang.
Karena itulah kita mengenal bubur suro. Yaitu bubur yang dibikin untuk
menghormati hari ‘asyuro’.
Bubur suro merupakan pengejawentahan rasa syukur manusia atas keselamatan yang Selma ini diberikan oleh Allah swt. Namun dibalik itu bubur suro (jawa) selain simbol dari keselamatan juga pengabadian atas kemenangan Nabi Musa as, dan hancurnya bala Fir’aun. Oleh karena itu barang siapa berpuasa dihari ‘asyura’ seperti berpuasa selama satu tahun penuh, karena puasa di hari ‘asyura’ seperti puasanya para Nabi. Intinya hari ‘syura’ adalah hari istimewa. Banyak keistimewaan yang diberikan oleh Allah pada hari ini diantaranya adalah pelipat gandaan pahala bagi yang melaksanakan ibadah pada hari itu. Hari ini adalah hari kasih sayang, dianjurkan oleh semua muslim untuk melaksanakan kebaikan, menambah pundi-pundi pahala dengan bersilaturrahim, beribadah, dan banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak yatim-piatu.
Bubur suro merupakan pengejawentahan rasa syukur manusia atas keselamatan yang Selma ini diberikan oleh Allah swt. Namun dibalik itu bubur suro (jawa) selain simbol dari keselamatan juga pengabadian atas kemenangan Nabi Musa as, dan hancurnya bala Fir’aun. Oleh karena itu barang siapa berpuasa dihari ‘asyura’ seperti berpuasa selama satu tahun penuh, karena puasa di hari ‘asyura’ seperti puasanya para Nabi. Intinya hari ‘syura’ adalah hari istimewa. Banyak keistimewaan yang diberikan oleh Allah pada hari ini diantaranya adalah pelipat gandaan pahala bagi yang melaksanakan ibadah pada hari itu. Hari ini adalah hari kasih sayang, dianjurkan oleh semua muslim untuk melaksanakan kebaikan, menambah pundi-pundi pahala dengan bersilaturrahim, beribadah, dan banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak yatim-piatu.
Masalalu yang tersisa ceritanya untuk
kita di masa kini. Sejarah memang perlu
diingat dan dipelajari demi kemaslahatan masa depan. Dalam rangka menjaga
ingatan yang telah melewati bentangan waktu yang bergitu panjang. Manusia
membutuhkan tradisi. Yaitu segala macam tata nilai yang masih tersisa hingga
kini dari masa lalu. Merawat tradisi sama artinya dengan usaha
menghadirkan masa lalu dalam kerangka kehidupan masa kini. Oleh karena itu
kita sering merasakan kehadiran tradisi di tengah-tengah kita sebagai sesuatu
yang aneh dan lain. Maklum saja karena tradisi merupakan potongan masa lalu
yang dihadirkan kembali di masa kini.
Maka menjadi wajar jika orang masa kini
terheran-heran melihat munculnya tradisi yang nampak arkaik dan kuno. Banyak
sekali orang masa kini yang mengacuhkan dan menyepelekan tradisi, karena
dianggap sebagai sesuatu yang mubadzir atau tidak rasional. Perayaan haul,
maulidan, baca diba’, dan shalawat lengkap dengan hadrohnya juga syuro-an
dianggap sebagai bid’ah dan khurafat. Hal ini sesungguhnya menunjukkan betapa
kesedaran orang tersebut akan sejarah sangat dangkal. Mereka tidak mau mengerti
dan memahami masa lalunya.
Namun, di sisi lain, tidak baik juga
apabila manusia selalu menjunjung dan terlalu silau dengan zaman keemasan masa
lalu. Karena sesungguhnya kita hidup pada masa kini. Oleh karena itu manusia
masa kini harus mampu menempatkan tradisi agar tidak menggunakannya hanya
sebagai asesoris kehidupan. Maka menjadi perlu bagi kita orang muslim merawat
tradisi dan juga memaknainya kembali untuk kontekstual masa kini. Begitu pula
pentingnya memaknai momentum hijrah Rasulullah saw yang dijadikan pedoman
penghitungan masa dalam Islam.
Ada tiga makna utama dari momentrum
hijrah Rasulullah saw yang dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini.
Pertama, memaknai hijrah Rasulullah
sebagai Hijrah Insaniyyah. Sebagai transformasi nilai-nilai kemanusiaa. Perubahan paradigma
masyarakat Arab setelah kedatangan Islam dan pola pikir mereka menunjukkan
betapa sisi-sisi kemanusiaan dijadikan materi utama dakwah Rasulullah saw.
bahwa semua manusia memiliki derajat yang sama, hanya Allahlah satu-satunya Zat
yang memiliki perbedaan dengan manusia. Itulah inti kalimat Syahadat bahwa
tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah.
Pernyataan syahadat ini secara langsung
mengeliminir segala macam perbudakan dan penguasaan atas seseorang. Dan inilah yang
paling ditakutkan oleh para bangsawan Makkah semacam Abu Jahal pada waktu itu.
Karena misi kemanusiaan ini dapat merobohkan dominasi mereka atas para budak
belian. Dengan demikian, sungguh Islam telah meletakkan sebuah pondasi tata
nilai kemanusiaan. Sebagaimana dengan tegas disampaikan Rasulullah saw dalam
khutbahnya ketika haji wada’ yang artinya:
"Sesungguhnya darahmu, hartamu
dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudian kita harus memaknai momentum
hijrah ini sebagai Hijrah Tsaqafiyyah, yaitu hijrah
kebudayaan. Hijrah dari kebudayaan jahiliyyah menuju
kebudayaan madaniyah. Kebudayaan yang sarat dengan makna dan kemuliaan
sebagaimana diperlihatkan oleh Rasulullah dalam tata krama keseharian. Dalam
pergaulannya, beliau menghargai dan menggauli semua orang dengan cara yang sama
tanpa ada perbedaan. Bahkan lebih dari itu, beliau selalu bertindak sopan dan
ramah kepada semua orang tidak pernah pandang bulu. Sebagaimana sabda beliau
Artinya: Bahwasannya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq.
Inilah sejatinya fondasi kebudayaan dalam kacamata Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Termasuk di dalamnya adalah kebersamaan, gotong royong dan kesetia kawanan. Inilah nilai-nilai yang kini mulai lenyap dari kehidupan kita digantikan dengan individualism dan kapitalime.
Inilah sejatinya fondasi kebudayaan dalam kacamata Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Termasuk di dalamnya adalah kebersamaan, gotong royong dan kesetia kawanan. Inilah nilai-nilai yang kini mulai lenyap dari kehidupan kita digantikan dengan individualism dan kapitalime.
Yang ketiga, hijrah sebagai Hijrah
Islamiyyah, yaitu peralihan kepeasrahan kepada Allah
secara total. Momentum hijrah ini harus kita maknai sebagai
upaya peralihan diri menuju kepasrahan total kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Artinya setelah modernism menggiring kita kepada rasionalisme yang tinggi,
hingga menyandarkan kehidupan kepada teknologi. Dan mengandalkan struktur
sebuah system. Maka kini saatnya kita berbalik kepada Allah Yang Maha Pencipta.
Sadarlah bahwasannya berbagai pertunjukan modernisme semata merupakan hasil
kreatifitas manusia belaka.
Oleh karenanya, marilah di awal tahun
baru ini kita memulai hidup baru dengan paradigma yang baru sesuai dengan makna
hijrah tersebut.
0 Response to "HAUL MBAH KIYAI HAJI SYAHID DESA BANTARJATI KERTAJATI MAJALENGKA JAWA BARAT TAHUN 2019 (SIAPKAN GENERASI PENERUS BANGSAN DENGAN MA NURUSSYAHID)"
Post a Comment