DELAPAN (8) METODE DAKWAH ISLAM YANG DILAKUKAN OLEH KANJENG SUNAN GRESIK (MAULANA MALIK IBRAHIM RA)


METODE DAKWAH  KANJENG SUNAN GRESIK DI PULAU JAWA

BAB I   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Berbicara mengenai proses Islamisasi di Indonesia dapat dikatakan sama dengan berbicara mengenai peranan para wali dalam penyebaran Islam, khususnya dalam hal ini adalah peranan Wali Songo. Karena melalui Wali Songo itulah, syiar Islam dapat berkembang di Indonesia khususnya di awali di  Pulau Jawa. Walaupun sesungguhnya para wali tidak hanya Wali Songo namun kesembilan wali inilah yang memiliki peranan penting terkait dengan keberhasilan strategi dakwah Islam yang berbasis pendekatan kultural. Di kalangan masyarakat, para wali yang terkenal adalah Wali Songo yang berjumlah sembilan orang, yakni mereka yang bergelar Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel (Raden Rahmat), Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim), Sunan Drajat (Raden Qasim), Sunan Giri (Raden Paku), Sunan Kalijaga (Raden Syahid), Sunan Kudus (Ja’far Shadiq), Sunan Muria (Raden Umar Said), dan Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
Dalam makalah ini, penulis tidak akan menguraikan satu per satu dari Wali Songo, akan tetapi hanya Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) yang akan dibahas mengingat bahwa Sunan Gresik merupakan wali tertua dari Wali Songo dan mempelopori strategi dakwah yang selanjutnya diteruskan oleh para wali sesudahnya.

B.    Rumusan Masalah
1.     Bagaimana Biografi Sunan Gresik ?
2.     Bagaimana Metode Dakwah Sunan Gresik ?
3.     Apa saja Peninggalan Sunan Gresik ?
C.     Tujuan Masalah
1.     Mengenal Biografi Sunan Gresik.
2.     Mengetahui Metode Dakwah Sunan Gresik.
3.     Mengetahui Peninggalan Sunan Gresik.



BAB II  PEMBAHASAN
A.    Biografi Sunan Gresik
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, Gresik.[1]
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim atau Makdum Ibrahim As-Samarkandy diperkirakan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarkandy, berubah menjadi Asmarakandi.
Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ibrahim dan Ishak adalah anak dari seorang ulama Persia, bernama Maulana Jumadil Kubro, yang menetap di Samarkand. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Syayidina Husein, cucu Nabi Muhammad saw.  
Maulana Malik Ibrahim pernah bermukim di Campa, sekarang Kamboja, selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan Sunan Ampel) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa meninggalkan keluarganya.
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. 
Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Campa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Kakek Bantal juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah -kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur. [2]
Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) merupakan wali yang tertua dari Wali Sanga. Dari beliau, lahir anak-cucu yang diantaranya termasuk dalam Wali Sanga. Adapun Wali Sanga ini tidak hidup bersamaan, akan tetapi di antara mereka terjalin hubungan erat, yaitu ada yang memiliki hubungan darah (ayah-anak-cucu), guru-murid, atau persahabatan. Urutan keterkaitan di antara Wali Sanga tersebut adalah Sunan Gresik sebagai yang tertua. Sunan Ampel adalah putra dari Sunan Gresik. Sunan Giri adalah keponakan Sunan Gresik. Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria merupakan putra dari Sunan Kalijaga. Sunan Kudus merupakan murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para sunan yang telah disebut, kecuali Maulana Malik Ibrahim karena lebih dulu meninggal. Sunan Gresik sebagai wali tertua tentu memiliki pengaruh terhadap para wali setelahnya, terutama yang berkaitan dengan metode dakwah.[3]
B.    Metode Dakwah Sunan Gresik
M Syaikh Maulana Malik Ibrahim, yang makamnya terletak dikampung Gapura di dalam kota Gresik, Jawa Timur, tidak jauh dari pelabuhan. Inkripsi makamnya yang menunjuk angka 882 H/1419 M, yaitu wafatnya menempatkannya sebagai salah seorang tokoh yang dianggap penyebar Islam tertua di Jawa.[4]
Maulana Malik Ibrahim, dikenal pula dengan sebutan Syekh Maghribi atau juga Sunan Gresik. Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau berjasa kepada masyarakat. Karena beliaulah yang mula pertama menyebarkan Islam di tanah Jawa. Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau Jawa yang kebanyakan masih beragama Hindu dan Buddha di kala itu akhirnya mulai banyak yang memeluk Islam.

Berikut beberapa metode, sarana, dan usaha-usaha yang dilakukan Sunan Gresik dalam berdakwah:
1.     Mempelajari Adat Istiadat Setempat
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.[5]
Awalnya, siapa saja yang datang ke tempat baru,  akan merasakan kesulitan untuk menyampaikan sesuatu yang diinginkan. Hal ini terjadi lantaran adanya kekhawatiran akan salah tingkah ataupun sesuatu yang dilakukan tidak sesuai dengan adat istiadat masyarakat di wilayah yang baru ditempati. Demikian pula halnya yang terjadi pada Sunan Gresik. Karena beliau bukan merupakan orang Jawa, tentu harus mengadakan adaptasi terlebih dahulu dengan masyarakat setempat sebelum mengawali dakwahnya. Sebab beliau paham betul bahwa setiap negara memiliki aturan tersendiri dengan negara lain. Bahkan, setiap desa di suatu negara memiliki adat istiadat yang berbeda dengan desa yang lain. Untuk itu, Sunan Gresik mempelajari bahasa Jawa, mengenali adat istiadat tempat beliau tinggal, serta mempelajari kehidupan masyarakat, baik dari segi mata pencahariannya, pandangan hidupnya, dsb. dengan harapan bahwa hal tersebut akan membuatnya lebih berhati-hati dan tidak terjerumus dalam kesalahan yang dapat membuat masyarakat membencinya.

2.     Membuka Warung/Berdagang
Setelah berhasil memikat hati masyarakat sekitar, aktivitas selanjutnya yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.[6] Di wilayah yang baru ditempati, mula-mula Sunan Gresik membuka warung untuk berjualan makanan dan barang yang menjadi kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Berjualan menjadi salah satu sarana yang digunakan oleh Sunan Gresik dalam misi dakwahnya. Sebagai pendatang, tentu tidak mudah bagi beliau untuk langsung menjalankan misi dakwah. Oleh karena itu, diperlukan keakraban terlebih dahulu dengan masyarakat setempat. Bagi Sunan Gresik, berjualan merupakan cara yang cukup efektif dalam upaya mengakrabkan diri dengan masyarakat setempat. Dari berjualan, Sunan Gresik dapat membangun relasi yang baik dengan masyarakat serta dapat mempelajari segala hal pada masyarakat yang menjadi konsumennya, yakni mulai dari nama orang-orang, keluarganya, kondisi kehidupannya termasuk situasi sosial-ekonominya, wataknya, bahkan kalau perlu hal-hal yang bersifat pribadi juga beliau coba ketahui. Perlu dipahami bahwa motif dalam pendirian warung tersebut bukanlah untuk mencari keuntungan tetapi sebagai sarana dalam menyiarkan agama Islam sehingga apapun yang beliau perdagangkan, dijual dengan harga yang murah. Hal inilah yang menimbulkan ketertarikan masyarakat setempat.
3.     Membuka Lahan Pertanian
Sunan Gresik adalah orang yang ahli dalam pertanian. Beliau mampu memanfaatkan tanah di Jawa yang subur untuk menanam tanaman kebutuhan sehari-hari, seperti padi, umbi-umbian, dsb. Bahkan beliau merupakan orang pertama yang memiliki gagasan untuk mengalirkan air dari gunung untuk menunjang irigasi lahan pertanian penduduk. Kehadiran Sunan Gresik di tanah Jawa benar-benar menjadi berkah dalam kehidupan masyarakat Jawa. Hasil pertanian menjadi semakin meningkat, sehingga banyak orang yang menaruh perhatian dan ingin belajar kepada beliau.
4.     Menjadi Tabib
Selain handal dalam perdagangan dan pertanian, Sunan Gresik juga cukup piawai dalam menangani masalah kesehatan. Dengan racikan obat yang dibuat beliau, hampir seluruh orang yang berobat mendapatkan kesembuhan. Dalam menjalankan praktik pengobatan, beliau tidak memungut biaya. Oleh karena keikhlasan pelayanan inilah yang semakin menempatkan posisi Sunan Gresik menjadi orang yang disegani dan terkenal dalam masyarakat. Kharisma beliau semakin kuat seiring dengan keberhasilan dalam mengobati berbagai penyakit dan menjadikan Sunan Gresik sebagai sandaran hidup masyarakat.
5.     Hidup dengan Sederhana
Hidup dengan sederhana bukan berarti tidak memiliki apa-apa. Hidup sederhana menandakan bahwa orang itu tidak tergantung terhadap materi. Orang yang mampu melepaskan diri dari ketergantungan terhadap materi akan mencapai kebahagiaan sejati. Sebab, selama manusia masih tergantung pada materi, hidupnya tidak akan pernah puas. Selain itu, dengan hidup sederhana, seseorang dapat membuka pergaulan seluas-luasnya. Sebaliknya, hidup yang terbelenggu dalam kemewahan identik dengan kehidupan para elite sehingga masyarakat kelas bawah enggan untuk bergaul dengan para elite. Sunan Gresik sebagai ulama yang akan menjadi panutan seluruh elemen masyarakat tentu bukan kebetulan memilih hidup sederhana. Beliau mengetahui bahwa dengan hidup sederhana, dapat membangun relasi dengan siapa saja, baik di tingkat elite maupun tingkat bawah. Masyarakat menjadi tidak segan untuk bergaul dengan beliau, karena masyarakat memiliki pandangan bahwa beliau adalah sederajat dengannya dalam ranah sosial.
6.     Menghapus Perbedaan Kelas (Kasta)
Dalam kehidupan masyarakat di wilayah Sunan Gresik tinggal, terdapat kepercayaan masyarakat terhadap perbedaan kelas sosial. Ada masyarakat yang diposisikan kelas sosialnya sebagai masyarakat rendah, tengah, dan tinggi. Masyarakat rendah memiliki nasib yang malang karena tidak dapat menikmati hak-hak asasi manusia. Mereka dianggap tidak berguna oleh masyarakat pada kelas yang lebih tinggi lantaran kelas sosialnya yang rendah. Umumnya, masyarakat yang menempati kelas sosial rendah adalah para budak dan petani. Sebagai orang Islam, tentu Sunan Gresik tidak setuju dengan situasi tersebut. Di dalam agama Islam, tidak ada perbedaan kelas, yang membedakan seseorang dengan orang lain adalah dalam hal ketakwaannya. Oleh karena itu, Sunan Gresik yang jika dilihat dari kepercayaan masyarakat setempat, sebagai orang yang memiliki kelas sosial tinggi karena beliau tergolong kaya dan menantu raja, tetapi memposisikan diri sebagai orang yang sederajat dengan siapapun, termasuk dengan masyarakat yang dianggap memiliki kelas sosial rendah. Kemudian, beliau mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat bahwa dalam Islam derajat setiap manusia adalah sama dan selanjutnya banyak orang yang tertarik untuk masuk Islam. Dalam hal ini, Sunan Gresik telah membantu masyarakat kelas tinggi keluar dari kezaliman karena merendahkan masyarakat pada kelas sosial yang lebih rendah, dan mengangkat derajat masyarakat yang dianggap pada kelas sosial rendah pada posisi yang sama dalam status hubungan sosial.
7.     Membangun Masjid dan Pesantren
Setelah para pengikut Islam semakin banyak, Sunan Gresik mendirikan sebuah masjid sebagai tempat ibadah, sarana berdakwah, dan mengajarkan agama Islam kepada masyarakat. Pada waktu itu, masyarakat Jawa sudah terbiasa menetap di tempat gurunya yang mengajarkan ilmu. Ada tempat-tempat khusus yang disediakan oleh para guru untuk menampung murid yang ingin belajar kepadanya.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam pada masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.
8.     Mengajarkan Islam dengan Mudah
Dalam mengajarkan Islam kepada masyarakat awam, Sunan Gresik memiliki prinsip mengajarkan ilmu dengan mudah dipahami oleh masyarakat. Beliau tidak mengajarkan Islam secara rumit dan teoretis. Artinya, beliau mengajarkan agama Islam dengan disertai contoh praktis yang mudah dipahami dan dimengerti. Dalam mengajarkan Islam, beliau juga tidak menakut-nakuti masyarakat dengan dosa dan ancaman, melainkan disampaikan dengan gembira sebagaimana pesan Rasulullah Saw. Misalnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Stamford Raffles dalam bukunya History of Java, yang dikutip Arman Arroisi, ketika Sunan Gresik ditanya siapakah Allah itu? Beliau tidak menjawab bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Besar, yang akan menyiksa orang-orang yang membangkang dan memberikan pahala kepada orang-orang yang berbakti. Melainkan, beliau menjawab secara sederhana, “Allah adalah Dzat yang diperlukan ada-Nya.”  
Dengan beberapa metodologi tersebut, Sunan Gresik telah berandil besar mengembangkan Islam di Pulau Jawa dengan cukup pesat. Hal tersebut terjadi karena Islam disampaikan dengan santun dan penuh kebijaksanaan beliau, sebagaimana yang memang dianjurkan oleh Allah Swt. Dan diteladankan oleh Rasulullah Saw
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibu kota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibu kota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.
C.     Peninggalan Sunan Gresik
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syekh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut:
 “Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah”
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim. Dan Pada beberapa nisan kubur Sunan Gresik terdapat tulisan kaligrafi, dituliskan petikan beberapa ayat al-Quran seperti Surat al-Baqarah ayat 225, Surat Ali Imran ayat 17, 18, 19, 25, 26, 27, 185.[7]
Kemudian satu-satunya masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah Masjid Tertua di tanah Jawa ternyata ada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur.  Masjid tersebut adalah Masjid Pesucinan, di Dusun Pesucinan, Desa Leran, Kecamatan Manyar Gresik, yang  kini dikenal dengan Masjid Tertua di pulau Jawa.
Dalam catatan sejarah perjalanan panjang Syeikh Maulana Malik Ibrahim ke Pulau Jawa,  daerah yang pertama kali dituju dan disinggahi adalah Desa Sembolo atau yang kini dikenal dengan Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, pada tahun 1389 Masehi. Dahulu, desa ini  berada dalam kekuasaan Kerajaan Majapahit, dan terletak persis di bibir laut Jawa, 9 kilometer dari pusat kota Gresik sekarang.
Sayangnya, Tidak banyak catatan sejarah yang bercerita mengenai keberadaan Masjid Pesucinan yang berlokasi di tengah-tengah areal pertambakan tersebut.  Sebab letaknya yang sulit dijangkau oleh kendaraan besar seperti  bus pariwisata, membuat masjid yang berumur sekitar 664 tahun ini tampak asing dari hiruk pikuk kunjungan wisatawan, seperti masjid bersejarah pada umumnya di negeri ini.
Masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim ini, dipercaya penduduk setempat dan beberapa ahli sejarah merupakan masjid tertua di pulau Jawa peninggalan Syeikh maulana Malik Ibrahim, salah seorang diantara tokoh wali songo yang terkenal.
Secara kasat mata, masjid ini tidak terlihat mempunyai nilai sejarah tinggi, sebab telah beberapa kali mengalami pemugaran. Bahkan, dari beberapa catatan yang dihimpun Gresikgress.com, Masjid Pesucinan sudah di pugar beberapa kali, dan pemugaran terakhir terjadi pada tahun 2005.[8]


BAB III  PENUTUP
A.           Kesimpulan
1. Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah nama salah seorang Walisongo. Maulana Malik Ibrahim kadang juga disebut sebagai Syekh Magribi. Sebagian rakyat malah menyebutnya Kakek Bantal. Ia bersaudara dengan Maulana Ishak, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku).lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14 tertulis dalam Babad Tanah Jawi.
2. Adapun Metode Dakwah Sunan Gresik adalah Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergauland dengan mengenal adat istiadat masyarakat setempat. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Setelah berhasil memikat hati masyarakat sekitar, aktivitas selanjutnya yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang dengan membuka warung. Dengan hidupnya yang sederhana kemudian membuka lahan pertanian, dan ia menjadi tabib, sampai Menghapus Perbedaan Kelas (Kasta). Terakhir ia juga membangun mesjid dan Pesanren.
3.  Satu-satunya masjid peninggalan Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah Masjid Tertua di tanah Jawa ternyata ada di Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Selain mesjid, ada benda arkeologi yang menjadi bukti adanya Sunan Gresik yaitu batu Nisan pada Makamnya yang bertuliskan petikan beberapa ayat al-Quran seperti Surat al-Baqarah ayat 225, Surat Ali Imran ayat 17, 18, 19, 25, 26, 27, 185.



0 Response to "DELAPAN (8) METODE DAKWAH ISLAM YANG DILAKUKAN OLEH KANJENG SUNAN GRESIK (MAULANA MALIK IBRAHIM RA)"

Post a Comment