Rekomendasi Perubahan/Penambahan Pasal/Ayat dalam Anggaran Rumah Tangga NU pada Muktamar NU yang Akan Datang




Rekomendasi Perubahan/Penambahan Pasal/Ayat


dalam Anggaran Rumah Tangga NU pada


Muktamar NU yang Akan Datang


Melihat dinamika NU tiga tahun terakhir ini, perlu kiranya peninjauan kembali AD/ART hasil Muktamar NU 33 di Jombang untuk menjawab berbagai permasalahan keorganisasian. Komisi Organisasi Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 di Banjar – Jawa Barat mengusulkan beberapa perubahan dan penambahan terhadap AD/ART NU pada muktamar NU yang akan datang:
Pertama, perubahan terhadap ART NU Pasal 12 dan Pasal 52 (4) tentang kewenangan pembentukan Mjelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) dan kewenangan mengesahkan kepengurusannya.
Kedua, perubahan terhadap ART NU Pasal 18 Ayat 6 huruf e tentang batasan umur pengurus Badan Otonom Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), dan perubahan terhadap ART NU Pasal 18 Ayat 6 huruf f tentang batasan umur pengurus Ikatan Pelajar Putri Nahdaltul Ulama (IPPNU).
Ketiga, perubahan ART NU Pasal 51 tentang rangkap jabatan dan kaitannya dengan pemahaman istilah jabatan partai politik, jabatan politik dan jabatan publik.
Keempat, Usulan penambahan pasal pada Ketentuan Penutup di Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama tentang Tata Urutan Peraturan dilingkungan Nahdlatul Ulama
Kelima, Perubahan penulisan/penyebutan istilah/kata “Organisasi” yang ada di AD ART NU menjadi “Perkumpulan”.
Keenam, Mekanisme pemilihan ketua Tanfidziyah menggunakan sistem Ahwa dengan melibatkan Rois yang terpilih.
Ketujuh, Pembatasan periodesasi Ketua Tanfidziyah

Selain tujuh rekomendasi tersebut, Komisi Organisasi memutuskan Peraturan Nahdlatul Ulama tentang Aset sebagaimana terlampir:



I.      Usulan Perubahan Terhadap ART NU Pasal 12 Tentang Kewenangan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Mengeluarkan Surat Keputusan Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC NU)


Pada dasarnya struktur organisasi tidak jauh berbeda dengan konstruksi sebuah bangunan. Demikian pula sebuah struktur organisasi dibuat secara berjenjang dan bertingkat untuk saling mendukung. Otoritas pembentukan dan pengesahan diberikan kepada kepengurusan dua tingkat diatasnya, dengan memperhatikan rekomendasi dari kepengurusan satu tingkat di bawah pemberi legalitas (satu tingkat di atas kepengurusan yang disahkan). Dengan demikian setiap tingkat (level) kepengurusan dalam struktur organisasi Nahdlatul Ulama akan berfungsi secara baik dan saling melengkapi. Keberadaan MWC NU merupakan penyangga utama PCNU dan untuk memastikan kekokohan MWC NU hendaknya ditentukan legalitasnya oleh PWNU atas dasar rekomendasi dari PCNU. Dengan demikian proses evaluasi dan monitoring terasa lebih mudah dan hasilnya lebih obyektif. Oleh karena itu usulan perubahannya akan berbunyi sebagai berikut. Maka Hal ini disulkan perubahan dan penambahan pada pasal 12 dan 52 sebagai berikut:

Pasal 12

(1)     Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Ranting melalui Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama.
(2)     Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah.
(3)     PengurusWilayah Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama.
(4)     Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama mengeluarkan Surat Keputusan Penuh setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bulan.


Pasal 52

(1)     Pengurus Besar Nahdlatul Ulama disahkan oleh Rais Aam dan Ketua Umum.
(2)     Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(3)     Pengurus Cabang disahkan oleh Pengurus Besar dengan Rekomendasi Pengurus Wilayah.
(4)     Pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus Wilayah dengan Rekomendasi Pengurus Cabang.
(5)     Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang dengan Rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang.
(6)     Pengurus Anak Ranting disahkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang dengan Rekomendasi Pengurus Ranting.


II.     Usulan perubahan terhadapan ART NU Pasal 18 Ayat 6 huruf e dan f tentang batasan umur pengurus Badan Otonom Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Pengurus Ikatan Pelajar Putri Nahdaltul Ulama (IPPNU).


Pada dasarnya usulan perubahan ini dilatar belakangi oleh keprihatanan bersama atas sikap dan pandangan keagamaan pelajar yang setuju dengan jihad untuk tegakknyaa negara islam atau khilafah. Pemahaman keagamaan yanga jauh dari rasa cinta dan toleransi sebagaimana faham kegamaan yang dianut Nahdlatul Ulama, tasamuh, tawassut dan bisa mengancam keberlangsungan NKRI. Alvara Research Center merilis hasil surveinya pada Oktober 2017, bahwa ada 23,3% pelajar SMA setuju dengan jihad dan khilafah. Ini adalah warning serius ancaman ideologi bangsa kita, faham-faham itu disinyalir masuk dan tumbuh subur kekalangan pelajar melalui ruang-ruang organisasi keagamaan di sekolah. IPNU dan IPPNU yang memiliki mandat untuk menggarap sektor pelajar ternyata selama ini tidak bisa fokus untuk berkonsentrasi penuh mengembangkan/mengenalkan faham Ahlussunnah wal Jamaah di tingkat pelajar, padahal sebagai Badan otonom IPNU dan IPPNU memiliki mandatpenuh untuk mengembangkan Islam Ahlussunnaah wal Jama'ah di tingkat pelajar sebagaimana terdapat dalam Peraturan Dasar IPNU dan IPPNU. Hal lain juga sangat dirasakan bahwa kehadiran struktur kepengurusan IPNU dan IPPNU baik di lingkungan sekolah Ma’arif maupun sekolah di luar itu, sampai saat ini kurang maksimal. Oleh karena itu diusulkan perubahan sebagai berikut
Pasal 18
                                                            Ayat 6
e.                  Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 24 (dua puluh empat) tahun (untuk kepengurusan ditingkat PP).
f.                   Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 24 (dua puluh empat) tahun (untuk kepengurusan ditingkat PP).

III.    Usulan Perubahan ART NU Pasal 51 tentang Rangkap Jabatan dan Kaitannya dengan Pemahaman Istilah Partai Politik, Jabatan Politik dan Jabatan Publik.


Pembahasan rangkap jabatan selalu menjadi isu penting dan menarik untuk diikuti para anggota, aktifis, dan pengurus NU dalam setiap Muktamar. Rangkap jabatan menjadi salah satu kata kunci bagi kader NU yang meniti karir politik. Terutatama setelah Muktamar NU ke-26 di Situbondo tahun 1984, NU memutuskan untuk kembali kepada khittah 1926. Sementara itu pemaknaan atas khittah itu sendiri tidak pernah final (selalu banyak tafsir). Masing-masing memiliki perspektifnya tersendiri sesuai dengan kepentingannya. Maka terbentang ruang penafsiran yang memanggil perdebatan baik yang mengatasnamakan kepentingan pribadi maupun kepentingan NU sebagai Jamiyyah. Terlebih ketika musim politik tiba, maka pembicaraan tentang khittah NU tidak pernah terlewatkan. Karena secara alamiyah, NU dengan jama'ahnya memiliki potensi politik yang sangat besar. Hal ini terbukti dengan banyaknya kader NU yang sukses memenangi pertarungan politik di Indoneisa, baik dalam legeslatif maupun eksekutif, baik tingkatan Pusat, Provinsi maupun Kabupaten. Dampak langsung dari kesuksesan ini adalah terpaparnya kepengurusan NU oleh bias politik praktis yang secara perlahan menjauhkan subtansi perjuangan NU sebagai organisasi sosial keagamaan. Meskipun dalam kenyataannya kekuasaan politik dapat membantu merealisasikan tujuan NU (AD NU Pasal 8 ayat 2) yaitu berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta.
Dengan mempertimbangkan segala aspek kemaslahatan dan kemudharatan bagi NU maka perlu penegasan makna terkait jabatan partai politik, jabatan politik dan jabatan publik sebagaimana terdapat dalam ART NU pasal 51, dimana dalam pasal tersebut tidak ada ayat yang menegasikan pengertian/ penjelasan terkait definisi jabatan partai politik, jabatan politik dan jabatan publik, sehingga pemahaman dan pengelompokan jabatan partai politik, jabatan politik dan jabatan publik sering dimaknai sama/berbeda. NU sebagai organisasi besar boleh dan bisa saja membuat definisi tentang itu, dengan demikian Pasal 51 Ayat (5) tidak ujug-ujug mengklasterkan/mengelompokkan jabatan politik dan jabatan publik, sebagaimana dapat dilihat dalam kutipan langsung berikut ini:

BAB XVI RANGKAP JABATAN


Pasal 51
     a

(1)     Jabatan Partai Politik adalah jabatan/kedudukan/posisi seseorang dalam struktur sebuah partai politik yang sah menurut undang-undang.
(2)     Jabatan politik adalah jabatan/kedudukan/posisi seseorang di luar partai politik yang didapat melalui proses kontestasi yang melibatkan masyarakat secara langsung.
(3)     Jabatan publik adalah jabatan/kedudukan/posisi seseorang di luar partai politik yang. didapat tanpa melalui proses kontestasi yang melibatkan masyarakat secara langsung.
(4)     Jabatan publik merupakan penugasan pemerintah kepada warga negara secara langsung melalui Surat Tugas.






IV.             Usulan penambahan pasal pada Ketentuan Penutup di Pasal 104 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama tentang Tata Urutan Peraturan dilingkungan Nahdlatul Ulama, sehingga Ketentuan Penutup akan berbunyi demikian:

Pasal 104 a
Tata urutan Peraturan di lingkungan Nahdlatul Ulama adalah:
a.       Qanun Azazi
b.      Anggaran Dasar (AD)
c.       Anggaran Rumah Tangga (ART)
d.      Peraturan Nahdlatul Ulama (PO)
e.       Peraturan PBNU
f.       Peraturan PWNU
g.      Peraturan PCNU
h.      Peraturan Banom di masing-masing tingkatan
i.        Ketentuan Lembaga

V.                Perubahan penulisan/penyebutan istilah/kata “Organisasi” yang ada di AD ART NU menjadi “Perkumpulan”
Terkait Pasal 1 AD secara eksplisit akan disebutkan Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta.

VI.       Mekanisme Pemilihan Ketua Umum/ Ketua Tanfidziyah Menggunakan Sistem Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwa) dengan melibatkan Rois yang terpilih.

VII.          Pembatasan Periodesasi Ketua Tanfidziyah


Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
PERATURAN NAHDLATUL ULAMA
Nomor: ……. Tahun 2019
Tentang:
Perubahan Atas Peraturan Organisasi Nahdlatul Ulama
Nomor : 01 Tahun 2006
Tentang Harta Benda/Kekayaan Milik Organisasi Nahdlatul Ulama dan Organisasi Di Lingkungan Nahdlatul Ulama


PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
Menimbang  
 :



a.    Bahwa harta benda/kekayaan milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama harus dipertanggung jawabkan kepada umat, dan oleh karenanya harus dikelola, diperbadayakan dan dikembangkan sebagaimana mestinya;
b.    Bahwa penyelamatan, penertiban, pemeliharaan, pengelolaan, pemberdayaan, dan pegembangan harta benda/kekayaan milik Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama harus mengikuti prinsip-prinsip manajemen professional, dan oleh karenanya harus diatur melalui ketentuan dan keputusan Perkumpulan Nahdlatul Ulama..


Mengingat
 :
1.  Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (LN.1960-104 TLN.20043)
2.  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 2004 tentang Wakaf;
3.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
4.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik (I-N 1977-38,TLN. 3107)
5.  Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor C2-7028. H .T.01.05. Th. 89, Tambahan berita Negara RI tanggal 15/9-1989 Nomor 74; tentang Organisasi Nahdlatul Ulama sebagai Badan Hukum;
6.  Surat Keputusan Badan Pertanahan Nasional tertanggal 12 Juli  2004 Nomor: 199/DJA/1988/A/7 tentang Penunjukan Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta sebagai Badan Hukum yang bergerak dalam bidang Keagamaan, Pendidikan dan Sosial yang dapat mempunyai tanah/tanah wakaf dengan status Hak Milik;
7.  Keputusan Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama Tahun 2015 di Jombang, Jawa Timur;
8.  Pasal 30 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama Bab XXIV pasal 97;
9.  Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia  Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah Wakaf di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
10.  Keputusan Konfrensi Besar Nahdlatul Ulama Nomor 01/KBNU/VII/2006 tentang Keorganisasian;
11.  Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Nomor: 45/A.II.04/02/2016 tentang Penulisan Nama Badan Hukum Perkumpulan Nadhlatul Ulama di dalam Buku Sertifikat.


Memperhatikan
 :
Keputusan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama di kota Banjar Jawa Barat, tanggal ... bulan dan Tahun


Dengan senantiasa bertawakal kepada Allah Subhanahu wa ta'ala seraya memohon taufiq dan hidayah-Nya :

M E M U T U S K A N


Menetapkan
:
Mengubah Peraturan Organisasi Nahdlatul Ulama Nomor 01 Tahun 2006



BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.     Harta benda/kekayaan milik Nahdlatul Ulama adalah harta benda/kekayaan yang menjadi milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama, baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang diperoleh dari hasil pembelian, pemberian pihak lain(Hibah), permohonan hak dan atau wakaf.
2.     Harta benda/kekayaan bergerak adalah harta benda/kekayaan milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang dapat dipindah tempatkan seperti; alat tarnsportasi, kelengkapan kantor, surat-surat berharga, dan sebagainya.
3.     Harta benda/kekayaan bergerak adalah harta benda/kekayaan milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Nahdlatul Ulama yang tidak dapat dipindahtempatkan seperti; tanah dan bangunan.
4.     Harta benda/kekayaan lainya yaitu berupa harta benda/kekayaan bergerak, hak cipta, surat berharaga yang diperoleh dari wakaf, hibah dan pembelian yang telah menjadi milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
5.     Tanah adalah Harta benda/kekayaan milik Perkumpulan  berupa tanah yang diperoleh dari hasil pembelian, pemberian pihak lain (hibah) dan wakaf.
6.     Tanah Hak Guna Bangunan adalah tanah yang diberikan oleh Negara dengan batasan waktu yang telah ditentukan, harta tanah tersebut dikelolah, diberdayakan dan dikembangkan oleh Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
7.     Tanah Hak Usaha adalah tanah yang diberikan oleh Negara dengan batsan waktu yang telah ditentukan utntuk dikelola oleh Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang akan digunakan untuk usaha produltif.
8.     Tanah Hak Pakai adalah tanah yang diberikan oleh negara atau pihak lain dengan batasan waktu yang telah ditentukan untuk dikelolah oleh Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
9.     Pendelegasian adalah pemberian kewenangan dan hak pengelolahan, dan penguasaan harta benda/kekayaan milik Perkumpulan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama kepada jenjang kepengurusan yang ada di bawahnya dan Perangkat Perkumpulan Ulama.
10. Bangunan adalah bangunan yang dimanfaatkan atau diperuntukkan untuk kegiatan Perkumpulan dan sarana pelaksana program Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
11. Perkumpulan Nahdlatul Ulama mempunyai struktur kepengurusan yangterdiri dari kepengurusan tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang,  Pengurus Ranting dan Pengurus Anak Ranting.
12. Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama adalah kepengurusan Lembaga, Badan Otonom, Badan Khusus baik tingkat Pengurus Pusat, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Pengurus Rantingdan termasuk di dalamnya adalah Badan Pelaksana serta Badan Usaha.
13. Harta benda/kekayaan Wakaf adalah harta benda/kekayaan yang diperoleh dari seseorang atau lembaga sebagai wakaf kepada Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
14. Nadzir adalah seseorang atau lebih yang ditunjuk oleh dan diwakili Perkumpulan Nahdlatul Ulama untuk menerima harta benda/kekayaan wakaf yang diberikan oleh seseorang atau lembaga kepada Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
15. Badan Pelaksana adalah sebuah Unit kelembagaan di Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang menjadi organ yang berfungsi untuk melaksanakan unit-unit program, terutama sebagai akibat dari perubahan status badan hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama, sebagaimana dimaksud oleh surat keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama No 277/AII03/7.2002 tentang kebijakan Umum Penentuan Status Hukum dan Penataan Yayasan, Aset, dan Kekayaan di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama.
16. Badan usaha adalah unit kelembagaan usaha berupa perseroan terbatas, Perseroan Comanditer/CV atau lainya yang didirikan oleh Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
BAB II
JENIS HARTA BENDA/KEKAYAAN
Pasal II

(1)   Harta Benda Wakaf
(2)   Tanah Hak Milik
(3)   Tanah Hak Guna Bangunan
(4)   Tanah Hak Guna Usaha
(5)   Tanah Hak Pakai
(6)   Bangunan milik Nahdlatul Ulama
(7)   Harta benda/kekayaan lainy

BAB III
PROSES KEPEMILIKAN
Bagian Pertama
Wakaf
Pasal 3

(1)  Wakaf dapat dilakukan oleh seseorang dan atau lembaga yang mewakafkan harta benda/kekayaan kepada Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan atauPerangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
(2)  Harta benda/kekayaan wakaf diterima oleh nadzir yang ditunjuk oleh PerkumpulanNahdlatul Ulama.
(3)  Nadzir atas nama PerkumpulanNahdlatul Ulama dapat melakukan perbuatan hukum berupa menerima wakaf dari wakif yang kemudian diadministrasikan dalam proses perwakafan.

Bagian Kedua
Pembelian
Pasal 4
(1)   Pengurus PerkumpulanNahdlatul Ulama dan Pengurus Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama atas nama PerkumpulanNahdlatul Ulama dapat melakukan pembelian tanah dan bangunan.
(2)  Pengurus Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama dapat melakukan pembelian harta benda/kekayaan lainya atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
(3)  Tanah dan bangunan yang telah dibeli merupakan harta benda/kekayaan milik dan atas nama PerkumpulanNahdlatul Ulama.
(4)  Harta benda/kekayaan lainya yang telah dibeli merupkan harta benda/kekayaan milik dan atas nama PerkumpulanNahdlatul Ulama atau perangkat organisasi Nahdlatul Ulama.
(5)   Yang dimaksud badan hukum Nahdlatul Ulama adalah badan hukum : Perkumpulan Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta.
                                                                                                                            
Bagian Ketiga
Hibah atau Pemberian
Pasal 5
(1)   Pengurus PerkumpulanNahdlatul Ulama dan Pengurus Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama dapat menerima hibah atau pemberian tanah, bangunan dan harta benda/kekayaan lainya.
(2)   Pengurus Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama dapat menerima pemberian harta benda/kekayaan lainya atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
(3)   Tanah dan Bangunan yang telah diserahkan oleh seseorang dan atau lembaga kepada Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama adalah milik Perkumpulan Nahdlatul ulama.
(4)   Harta benda/kekayaan lainya yang telah diserahkan oleh seseorang dan atau lembaga kepada Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama merupakan milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama atau Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama.
                                                                                                                            
BAB IV
NADZIR
Pasal 6
(1)   Pengurus Nadzir terdiri dari Pengurus Nahdlatul Ulama atau Pengurus Lembaga, Badan Otonom, Badan Pelaksana, Badan Khusus dan Badan Usaha yang terkaitdi masing-masing tingkatan
(2)   Penentuan pengurus Nadzir berdasarkan Keputusan rapat Nahdlatul Ulama di masing-masing tingkatan

BAB V
PENDELEGASIAN
Pasal 7

(1)  Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mendelegasikan kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Pengurus Ranting, Lembaga, Badan Khusus, Badan Otonom dan Badan Pelaksana untuk melakukan tindakan hukum berupa menerima, mengelolah, dan mengembangkan harta benda Wakaf, hasil pembelian, hibah.

(2)  Pendelegasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan Pembuatan Surat Kuasa bertindak dalam bentuk Akta Notaris

BAB VI
KOORDINASI PENGELOLAHAAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 8

Sistem koordinasi pengelolaan dan pengembangan harta benda/kekayaan milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang diperuntukkan bagi kepentingan bidang tertentu, pembinaanya dapat dilakukan oleh lembaga, Badan Pelaksana, Badan Khusus dan Badan Otonom terkait.
BAB VII
PENGALIHAN HARTA BENDA/KEKAYAAN
Pasal 9

(1)   Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda/kekayaan tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)   Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda/kekayaan baik yang bergerak maupun tidak bergerak yang diperoleh atau dibeli oleh Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama tanpa persetujuan pengurus Perangkat Perkumpulan yang bersangkutan.
(3)   Apabila karena satu dan lain hal terjadi pembubaran atau penghapusan Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama, maka seluruh harta benda/kekayaannya menjadi milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama.

BAB VIII
ADMINISTRASI DAN DOKUMENTASI
Pasal 10

(1)   harta benda/kekayaan milik Nahdaltul Ulama diadministrasikan dan didokumentasikan atas namaPerkumpulan Nahdaltul Ulama berkedudukan di Jakarta melalui lembaga Wakaf dan Pertahanan Nahdlatul Ulama.
(2)   Lembaga Wakaf dan pertanahan Nahdlatul Ulama di masing-masing tingkatan berkewajiban mengadministrasikan dan mendokumentasikan segala bukti dan surat-surat yang berkaitan dengan kepemilikan harta benda/kekayaan milik PerkumpulanNahdlatul Ulama.
(3)   Lembaga Wakaf dan Pertahanan Nahdlatul Ulama melaporkan kegiatan sebgaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Pengurus Nahdlatul Ulama sesuai tingkatannya yang dilakukan khusus untuk itu.


Pasal 11

Pada akhir masa jabatan kepengurusan lembaga Wakaf dan pertahanan Nahdlatul Ulama disemua  tingkatan wajib menyerahkan seluruh dokumen harta benda/kekayaan milik  Perkumpulan Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Nahdlatul Ulama yang baru dan dituangkan dalam Berita Acara Penyerahan.

BAB IX
PENGAWASAN
Pasal 12

(1)   Pengurus Nahdlatul Ulama berwenang melakukan pengawasan terhadap seluruh harta benda/kekayaan milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang dikelolah dan dikembangkan oleh Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Pengurus Ranting, Lembaga, Lajnah, Badan Otonom, Badan Khusus dan Badan Pelaksana serta Badan Usaha Nahdlatul Ulama.
(2)   Pengurus Nahdlatul Ulama disemua tingkatan berwenang melakukan pengawasan terhadap seluruh aktiftas Lembaga Wakaf dan Pertahanan Nahdlatul Ulama pada tingkatanya yang terkait dengan harta benda/kekayaan milik PerkumpulanNahdlatul Ulama.






BAB X
LARANGAN
Pasal 13

(1)   Pengurus Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan pengurus Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama, Nadzir, Pengelola, Pengembang dan semua pihak dilarang menjual, mengalihkan hal atas harta benda/kekayaan tidak bergerak milik PerkumpulanNahdlatul Ulama kepada pihak lain tanpa persetujuantertulisdariPengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)   Pengurus Perkumpulan Nahdlatul Ulama dan pengurus Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama, Nadzir, Pengelolah, pengembang dan semua Pihak dilarang menyalahgunakan harta benda/milik kekayaan milik Perkumpulan Nahdlatul Ulama.

BAB XI
SANKSI HUKUM
Pasal 14
Pengurus Nahdlatul Ulama, Nadzir, Pengelolah, Pengembang dan pihak lain yang ikut melakukan kejahatan terhadap kekayaan Perkumpulan Nahdlatul Ulama dengan cara melanggar ketentuan pasal 13, maka kepadanya diberikan sanksi hukum sesuai dengan Peraturan Undang-undangan yang berlaku dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENULISAN
DALAM SERTIPIKAT
Pasal 15

(1)   Semua harta benda/kekayaan tidak bergerak milik  PerkumpulanNahdlatul Ulama dan Perangkat Perkumpulan Nahdlatul Ulama yang belum atas nama Perkumpulan Nahdlatul Ulama harus diubah dan atau dialihkan ke atas  nama badan hukum : Perkumpulan Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta.
(2)   Pendirian  unit-unit  usaha,  unit-unit  sosial  dan  unit-unit keagamaan  yang  menggunakan  nama  dan  lambang  Nahdlatul Ulama  (hak  kekayaan  intelektual  Nahdlatul  Ulama)  harus menggunakan  Badan  Hukum:  Perkumpulan  Nahdaltul  Ulama berkedudukan di Jakarta.
(3)   Penulisan nama Badan Hukum Perkumpulan Nahdlatul Ulama di dalam buku Sertipikat Wakaf maupun Sertipikat Hak Milik Nahdlatul Ulama adalah : Perkumpulan Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta.

Pasal 16
Segala peraturan yang bertentangan dengan peraturan organisasi ini dinyatakan tidak berlaku lagi.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUPAN
Pasal 17

(1)   Hal-hal yang belum cukup diatur dalam peraturan organisasi ini akan diatur kemudian oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
(2)   Peraturan organisasi ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di :Kota Banjar – Jawa Barat
Pada tanggal  :23 Jumadil akhir 1952 H./ 28 Februari 2019 M.

PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA

0 Response to "Rekomendasi Perubahan/Penambahan Pasal/Ayat dalam Anggaran Rumah Tangga NU pada Muktamar NU yang Akan Datang"

Post a Comment