BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya ilmiah adalah suatu kegiatan
penelitian secara langsung terhadap suatu tempat ataupun sarana yang menjadi objek penelitian.
Kegiatan ini dilakukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih
luas maka dilakukaan penelitian karya ilmiah, dengan mengunjungi Daerah
istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Jogja, merupakan kota
yang terkenal dengan sejarah dan warisan budaya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram, dan sampai saat ini
masih ada keraton yang masih berfungsi dalam arti sesungguhnya. Jogja juga
memiliki banyak candi yang berusia ribuan tahun yang merupakan peninggalan
kerajaan besar zaman dahulu, salah satunya adalah candi borobudur yang dibangun
pada abad ke 9 oleh dinasti syailendra, sedangkan arsitek dari candi tersebut
adalah gunadharma.Selain itu Pegunungan,pantai-pantai, hamparan sawah yang
hijau dan udara yang sejuk menghiasi keindahan kota Jogja. Masyarakat jogja
hidup dengan damai dan mempunyai keramahan yang khas.
Tak heran apabila kota Jogja sangat terkenal dan merupakan salah
satu tujuan utama para wisatawan mancanegara, untuk berlibur dan mengabiskan
sisa waktu istirahatnya di Jogja.
Adapun dalam karya ilmiah ini telah menghasilkan data penelitian
yang meliputi unsur budaya, sosial, sejarah, dan unsur-unsur estetika yang ada
dalam ornamen-ornamen bangunan yang ada di saerah istimewa Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Ada
beberapa bidang permasalahan yang akan kami bahas diantaranya :
A. Candi Borobudur
• Bagaimana sejarah candi borobudur ?
• Apa arti nama candi
borobudur ?
• Dimanakah letak
geografis candi borobudur ?
• Bagaimana tahap-tahap
pembangunan candi borobudur ?
• Bagaimana seni relif
bangunan candi borobudur ?
• Bagaimana proses
pemugaran candi borobudur ?
• Bagaimana struktur
bangunan candi borobudur
B. Museum Dirgantara Mandala
·
Dimana
lokasi museum dirgantara mandala?
·
Bagaimana
kronologi berdirinya museum dirgantara mandala?
·
Apa
keistimewaan dari museum dirgantara mandala?
C. Pantai Palangtritis
• Bagaimana ekosistem pantai parangtritis ?
• Komponen apa saja yang ada di pantai
parangtritis ?
D. Malioboro
• Bagaimana sejarah
malioboro ?
• Bagaimana asal-usul
jalan malioboro ?
• Apa manpaat malioboro ?
1.3 Tujuan Penelitian
• Untuk menembah wawasan
dan pengetahuan yang lebih.
• Mengetahui peninggalan
budaya dimasa lalu.
• Mengetahui tempat-tempat
wisata yang ada di jogja.
• Mengenal lebih dekat
lagi Budaya Daerah.
1.4 Manfaat Penelitian
• Mempererat keakraban
dengan teman satu sekolah.
• Bisa melihat budaya yang
ada di KotaYogyakarta secara langsung.
• Bisa merasakan sebagai
masyarakat yang multikultural.
• Bertambahnya wawasan dan
Mendapat pengalaman dengan mengunjungi
tempat-tempat wisata di Jogja.
PEMBAHASAN MASALAH
2.1
CandiBorobudur
A.
Sejarah Candi Borobudur
Didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar
tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra. Dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief
dan aslinya 504 arca Buddha. Candi Borobudur ini adalah sebagai model alam
semesta yang dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha. Berdasarkan
bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14. Ditemukan pada
tahun 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang menjabat sebagai Gubernur
Jenderal Inggris atas Jawa. .
Penamaan Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah
Pulau Jawa" karya Sir Thomas Raffles.Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis
BoroBudur,kemungkinan ditulis Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut
desa terdekat dengan candi itu yaitu desa Bore (Boro) Raffles juga menduga
bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah Buda dalam bahasa Jawa
yang berarti "purba" maka bermakna,"Boro purba".
Ahli Sejarah J.G. de Casparis dalam disertasi doktor pada tahun
1950 berpendapat bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan yang didirikan oleh
Raja Mataram dari wangsa Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan
pembangunan sekitar tahun 824 M. Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan
pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani. Pembangunan Borobudur diperkirakan
memakan waktu setengah abad. Casparis memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra
Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit himpunan kebajikan
sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
Menurut legenda masyarakat setempat perancang Borobudur bernama
Gunadharma,sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya lebih
berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah.
Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh
yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan
bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan
Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
B.
Arti Nama Borobudur
Nama Borobudur berasal dari gabungan kata-kata Boro dan Budur,Boro
berasal dari kata sansekerta ''vihara'' yang berarti komplek candi dan bihara
atau juga asrama (menurut poerbatjaraka dan stutterhim).Sedangkan budur dalam
bahasa bali ''beduhur'' yang artinya atas. Jadi nama borobudur berarti
asrama/bihara (kelompok candi yang terletak di atas bukit).
Memang di halaman barat laut dari candi Borobudur sewaktu di adakan
penggalian di temukan sisa-sisa bekas sebuah bangunan yang dimungkinkan
bangunan bihara. Pendapat lain dikemukakan oleh casparis berdasarkan prasasti
Sri kahuluan (842 M). Di dalam prasasti tersebut terdapat nama sebuah kuil
''Bhumisambhara'' yang menurutnya nama itu tidak lengkap. Agaknya masih ada
lagi sepatah kata untuk''gunung'' di belakangnya,sehingga nama
seharusnya''Bhumisambhara Budhara'' Dari kata inilah akhirnya terjadi nama
Borobudur.
Dari
beberapa pendapat yang ada, dapat disebutkan berbagai pendapat dari para ahli
yaitu :
1)
Kitab Negara kartagama
Naskah dari tahun 1365 M yaitu kitab Negara kartagama karangan Mpu
prapanca meyebutkan kata “Budur” untuk sebuah Budha dari aliran Wajradha.
Kemungkinan yang ada nama “Budur” tersebut tidak lain adalah candi Borobudur.
2)
SirThomas Stamford Raffles
Raffles manafsirkan Borobuduir berati bahwa Budur merupakaan bentuk
lain dari “Budo”.yang dalam bahasa jawa berarti Kuno. tetapi bila dikaitkan
dengan Borobudur berati “Boro Jaman Kuno” Namaun karena “Bhara” dalam bahas
jawa kuno berati banyak, maka Borobudur juga berarti “Budha yang Banyak” jika
dikaji secara teliti maka keterangan yang ditemukan oleh raffles memang tidak
ada yang memuaskan. Boro jaman kuno” kurang mengena maupun “Budha yang banyak”
Kurang mencapai sasaran.
3)
Poebatjaraka
Menurut beliau “Boro” berarti “Biara” dengan demikian Borobudur
berarti “Biara Budur”. Penafsiran ini sangat menarik karena mendekati kebenaran
berdasarkan bukti-bukti yang ada.Selanjutnya jika di hubungkan dengan kitab
Negara Kartagama mengenai “Budur” maka besar kemungkinan penafsiran
Poerbatjaraka adalah benar dan tepat.
4)
DE Casparis
De Casparis menemukan kata majemuk dalam sebuah prasati yang
kemungkinan merupakan asal kata dari Borobudur. Dalam sebuah prasasti SrI
Kahulunan yang berangka 842 M dijumpai kata “Bhumi Sambhara Budhara” yaitu satu
sebutan untuk bangunan suci pemujaan nenek moyang atau disebut kuil.
5)
Drs. Soediman
Bahwa Borobudur berasal dari dua kata yaitu Bara dan Budur. Bara
berasal dar bahasa sanksekerta Vihara yang berarti komplek candi dan Bihara
yang berarti asrama. Budur dalam bahasa bali bedudur yang artinya di atas. Jadi
nama Borobudur berarti asrama atau vihara dan komplek candi yang terletak di
atas tanah yang tinggi atau bukit.
C.
Letak Geografis Candi Borobudur
Candi Borobudur terletak di Desa Borobudur, Kecamatan
Borobudur,Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah.Secara astronomis terletak
di 70.361.2811 LS dan 1100.121.1311 BT. Lingkungan geografis Candi Borobudur
dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur,Gunung Sindoro dan
Sumbing di sebelah Utara, dan pegunungan Menoreh di sebelah Selatan, serta
terletak di antara Sungai Progo dan Elo.Candi Borobudur didirikan di atas bukit
yang telah dimodifikasi dengan ketinggian 265 dp
D.Tahap-Tahap
Pembangunan Candi Borobudur
Ada
beberapa tahap dalam pembangunan candi borobudur diantaranya :
Tahap
pertama
Masa pembangunan Borobudur tidak diketahui pasti (diperkirakan
antara 750 dan 850 M). Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya
dirancang sebagai piramida berundak. tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada
tata susun yang dibongkar.
Tahap
Kedua
Pondasi Borobudur diperlebar, ditambah dengan dua undak persegi dan
satu undak lingkaran yang langsung diberikan stupa induk besar.
Tahap
ketiga
Undak atas lingkaran dengan stupa induk besar dibongkar dan
dihilangkan dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa dibangun pada puncak
undak-undak ini dengan satu stupa besar di tengahnya.
Tahap
keempat dan kelima
Ada sedikit perubahan pada monumen, termasuk penambahan
relief-relief baru dan perubahan pada tangga dan patung di sepanjang jalan.
Simbol pada monumen tetap sama, dan perubahan sebagian besar hanya pada
dekorasinya.
Lalu, dimanakah letak kesalahan desain Candi Borobudur? Menurut Dirjen Kebudayaan, I Gusti Ngurah
Anom dalam “Simposium Rahasia di Balik Keagungan Borobudur” yang
diselenggarakan Dhammasena Universitas Trisakti di Jakarta,pertengahan Maret
lalu, kesalahan desain itu diperbaiki dengan membuat “kaki tambahan” dan
menutupi kaki aslinya. Hal ini dilakukan pada tahap kedua pembangunan
Borobudur.
Adanya dua kaki itu pertama kali diketahui oleh Yzerman (1885)
ketika mengadakan penelitian untuk penyelamatan Candi Borobudur dari bahaya
kerusakan. Kaki tambahan seperti yang terlihat sekarang, bentuknya sangat
sederhana dan sering disebut teras lebar. Teras lebar ini menutupi relief di
kaki asli, yang terdiri dari 160 pigura. Di beberapa pigura terdapat tulisan
singkat sebagai petunjuk ringkas bagi pemahatnya dalam huruf Jawa Kuna.
Ternyata kata-kata yang dipergunakan itu juga terdapat dalam kitab
Mahakarmavibhangga yang memuat cerita tentang cara kerja hukum karma dalam
kehidupan.
Mengapa relief di kaki asli Candi Borobudur ditutup memang masih
menjadi polemik di kalangan para arkeolog. Sebagian berpendapat bahwa penutupan
ini sekedar masalah teknis agar candi itu tidak longsor, mengingat kaki aslinya
sangat curam. Sebagian lagi mengatakan bahwa penutupan ini karena alasan
keagamaan. Argumentasinya,karena relief di kaki asli menggambarkan kehidupan
sehari-hari yang terkadang berkesan sadis,seronok,dan sebagainya. Hal ini
dianggap tidak patut diketahui oleh umat Buddha yang berkunjung ke Borobudur.
E.
Seni Relief Dalam Candi Borobudur
Relief adalah seni pahat dan ukiran 3-dimensi yang biasanya dibuat
di atas batu. Bentuk ukiran ini biasanya dijumpai pada bangunancandi, kuil,
monumendan tempat bersejarah kuno. Di
Indonesia, relief pada dinding candi Borobudurmerupakan salah satu contoh yang
dipakai untuk menggambarkan kehidupan sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Relief
ini bisa merupakan ukiran yang berdiri sendiri, maupun sebagai bagian dari
panel relief yang lain,membentuk suatu seri cerita atau ajaran. Pada Candi
Borobudur sendiri misalkan ada lebih dari 1400 panel relief ini yang dipakai
untuk menceritakan semua ajaran sang Buddha Gautama.
Borobudur dibangun oleh Raja Samaratungga,salah satu raja kerajaan
Mataram Kuno,keturunan Wangsa Syailendra. Berdasarkan prasasti Kayumwungan,
seorang Indonesia bernama Hudaya Kandahjaya mengungkapkan bahwa Borobudur
adalah sebuah tempat ibadah yang selesai dibangun 26 Mei 824, hampir seratus
tahun sejak masa awal dibangun. Nama Borobudur sendiri menurut beberapa orang
berarti sebuah gunung yang berteras-teras (budhara), sementara beberapa yang
lain mengatakan Borobudur berarti biara yang terletak di tempat tinggi.
Bangunan Borobudur berbentuk punden berundak terdiri dari 10
tingkat. Tingginya 42 meter sebelum direnovasi dan 34,5 meter setelah
direnovasi karena tingkat paling bawah digunakan sebagai penahan. Enam tingkat
paling bawah berbentuk bujur sangkar dan tiga tingkat di atasnya berbentuk
lingkaran dan satu tingkat tertinggi yang berupa stupa Budha yang menghadap ke
arah barat. Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai
mahzab Budha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Budha
mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut.
Bagian dasar Borobudur, disebut Kamadhatu,melambangkan manusia yang
masih terikat nafsu. Empat tingkat di atasnya disebut Rupadhatu melambangkan
manusia yang telah dapat membebaskan diri dari nafsu namun masih terikat rupa
dan bentuk. Pada tingkat tersebut,patung Budha diletakkan terbuka.Sementara,
tiga tingkat di atasnya dimana Budha diletakkan di dalam stupa yang
berlubang-lubang disebut Arupadhatumelambangkan manusia yang telah terbebas
dari nafsu, rupa, dan bentuk. Bagian paling atas yang disebut Arupa
melambangkan nirwana,tempat Budha bersemayam.
Setiap tingkatan memiliki relief-relief indah yang menunjukkan
betapa mahir pembuatnya. Relief itu akan terbaca secara runtut bila anda
berjalan searah jarum jam (arah kiri dari pintu masuk candi). Pada reliefnya
Borobudur bercerita tentang suatu kisah yang sangat melegenda,yaitu
Ramayana.Selain itu, terdapat pula relief yang menggambarkan kondisi masyarakat
saat itu.Misalnya, relief tentang aktivitas petani yang mencerminkan tentang
kemajuan sistem pertanian saat itu dan relief kapal layar merupakan
representasi dari kemajuan pelayaran yang waktu itu berpusat di Bergotta
(Semarang).
Keseluruhan relief yang ada di candi Borobudur mencerminkan ajaran
sang Budha. Karenanya, candi ini dapat dijadikan media edukasi bagi orang-orang
yang ingin mempelajari ajaran Budha. Berkat mengunjungi Borobudur dan berbekal
naskah ajaran Budha dari Serlingpa (salah satu raja Kerajaan Sriwijaya),Atisha
mampu mengembangkan ajaran Budha. Ia menjadi kepala biara Vikramasila dan
mengajari orang Tibet tentang cara mempraktekkan Dharma. Enam naskah dari
Serlingpa pun diringkas menjadi sebuah inti ajaran disebut “The Lamp for the
Path to Enlightenment” atau yang lebih dikenal dengan nama Bodhipathapradipa.
Salah satu pertanyaan yang kini belum terjawab tentang Borobudur
adalah bagaimana kondisi sekitar candi ketika dibangun dan mengapa candi itu
ditemukan dalam keadaan terkubur. Beberapa mengatakan Borobudur awalnya berdiri
dikitari rawa kemudian terpendam karena letusan Merapi. Dasarnya adalah
prasasti Kalkutta bertuliskan ‘Amawa’ berarti lautan susu. Kata itu yang
kemudian diartikan sebagai lahar Merapi. Beberapa yang lain mengatakan Borobudur
tertimbun lahar dingin Merapi.
Pada dinding candi di setiap tingkatan kecuali pada teras-teras
Arupadhatu dipahatkan panel-panel
bas-relief yang dibuat dengan sangat teliti dan halus. Relief dan pola hias
Borobudur bergaya naturalis dengan proporsi yang ideal dan selera estetik yang
halus. Relief-relief ini sangat indah, bahkan dianggap sebagai yang paling
elegan dan anggun dalam kesenian dunia Buddha. Relief Borobudur juga menerapkan
disiplin senirupa India, seperti
berbagai sikap tubuh yang memiliki makna atau nilai estetis tertentu.
Relief-relief berwujud manusia mulia seperti pertapa, raja dan wanita
bangsawan, bidadari atapun makhluk yang mencapai derajat kesucian laksana
dewa,seperti tara dan boddhisatwa, seringkali digambarkan dengan posisi tubuh tribhanga.
Posisi tubuh ini disebut “lekuk tiga” yaitu melekuk atau sedikit condong pada
bagian leher, pinggul, dan pergelangan kaki dengan beban tubuh hanya bertumpu
pada satu kaki, sementara kaki yang lainnya dilekuk beristirahat. Posisi tubuh
yang luwes ini menyiratkan keanggunan, misalnya figur bidadari Surasundari yang
berdiri dengan sikap tubuh tribhanga sambil menggenggam teratai bertangkai
panjang.
Relief Borobudur menampilkan banyak gambar seperti sosok manusia
baik bangsawan, rakyat jelata, atau pertapa, aneka tumbuhan dan hewan,serta
menampilkan bentuk bangunan vernakular tradisional Nusantara.Borobudur tak
ubahnya bagaikan kitab yang merekam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa
kuno. Banyak arkeolog meneliti kehidupan masa lampau di Jawa kuno dan Nusantara
abad ke-8 dan ke-9 dengan mencermati dan merujuk ukiran relief Borobudur.
Bentuk rumah panggung,lumbung,istana dan candi, bentuk perhiasan, busana serta
persenjataan,aneka tumbuhan dan margasatwa, serta alat transportasi, dicermati
oleh para peneliti.Salah satunya adalah relief terkenal yang menggambarkan
Kapal Borobudur. Kapal kayu bercadik khas Nusantara ini menunjukkan kebudayaan
bahari purbakala. Replika bahtera yang dibuat berdasarkan relief Borobudur
tersimpan di Museum Samudra Raksa yang terletak di sebelah utara Borobudur.
Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut
mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuna yang berasal dari bahasa Sanskertadaksina
yang artinya ialah timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya,
antara lain relief-relief cerita jātaka. Pembacaan cerita-cerita relief ini
senantiasa dimulai, dan berakhir pada pintu gerbang sisi timur di setiap
tingkatnya, mulainya di sebelah kiri dan berakhir di sebelah kanan pintu
gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur adalah tangga naik yang
sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi, artinya bahwa candi menghadap ke
timur meskipun sisi-sisi lainnya serupa benar.
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai
0 sudut tenggara)Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang
menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma.
Karmawibhangga adalah naskah yang menggambarkan ajaran mengenai karma, yakni
sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. Deretan relief tersebut bukan merupakan
cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura menggambarkan suatu cerita yang
mempunyai hubungan sebab akibat.Relief tersebut tidak saja memberi gambaran
terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya,
tetapi juga perbuatan baik manusia dan pahala.Secara keseluruhan merupakan
penggambaran kehidupan manusia dalam lingkaran lahir – hidup – mati (samsara)
yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan
diakhiri untuk menuju kesempurnaan.Kini hanya bagian tenggara yang terbuka dan
dapat dilihat oleh pengujung. Foto lengkap relief Karmawibhangga dapat
disaksikan di Museum Karmawibhangga di sisi utara candi Borobudur.
LalitawistaraPangeran Siddhartha Gautama mencukur rambutnya dan
menjadi pertapa. Merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan
relief-relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap) yang dimulai dari
turunnya Sang Buddha dari surga Tushita,dan berakhir dengan wejangan pertama di
Taman Rusa dekat kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi
sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang
dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan
kesibukan,baik di sorga maupun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut
hadirnya penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha.Relief
tersebut menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran
Siddhartha,putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri Kapilawastu.
Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan wejangan
pertama,yang secara simbolis dinyatakan sebagai Pemutaran Roda Dharma,ajaran
Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti “hukum”, edangkan dharma
dilambangkan sebagai roda.
Jataka dan Awadana.Jataka adalah berbagai cerita tentang Sang
Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran Siddharta.Isinya merupakan pokok
penonjolan perbuatan-perbuatan baik, seperti sikap rela berkorban dan suka
menolong yang membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain manapun juga.
Beberapa kisah Jataka menampilkan kisah fabel yakni kisah yang melibatkan tokoh
satwa yang bersikap dan berpikir seperti manusia. Sesungguhnya,pengumpulan jasa
atau perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha menuju ketingkat
ke-Buddha-an.
Sedangkan Awadana, pada dasarnya hampir sama dengan Jataka akan
tetapi pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya
dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti perbuatan mulia kedewaan, dan
kitab Awadanasataka atau seratus cerita Awadana.Pada relief candi Borobudur
Jataka dan Awadana, diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat dalam deretan
yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari kehidupan Sang
Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka, karya penyair
Aryasura yang hidup dalam abad ke-4 Masehi.
Gandawyuha.Merupakan deretan relief menghiasi dinding lorong ke-2,
adalah cerita Sudhana yang berkelana tanpa mengenal lelah dalam usahanya
mencari Pengetahuan Tertinggi tentang Kebenaran Sejati oleh Sudhana.
Penggambarannya dalam 460 pigura didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana
yang berjudul Gandawyuha, dan untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab
lainnya yaitu Bhadracari
F.
Pemugaran Candi Borobudur
Pemugaran candi Borobudur dimulai tanggal 10 Agustus 1973 prasasti
dimulainya pekerjaan pemugaran candi Borobudur terletak di sebelah Barat Laut
menghadap ke Timur, karyawan pemugaran tidak kurang dari 600 orang diantaranya
ada tenaga-tenaga muda lulusan SMA dan SIM bangunan yang memang diberikan
pendidikan khususnya mengenai teori dan praktek dalam bidang Chemika Arkeologi
(CA) dan Teknologi Arkeologi (TA).
Teknologi Arkeologi bertugas membongkar dan memasang batu-batu
candi Borobudur sedangkan Chemika Arkeologi bertugas membersihkan serta memperbaiki
batu-batu yang sudah retak dan pecah,pekerjaan-pekerjaan di atas bersifat
arkeologi semua ditangani oleh badan pemugaran candi Borobudur, sedangkan
pekerjaan yang bersifat teknis seperti
penyediaan transportasi pengadaan bahan-bahan bangunan ditangani oleh
kontraktor (PT. NIDYA KARYA dan THE CONTRUCTION and DEVELOVMENT CORPORATION OF
THE FILIPINE).Bagian-bagian candi Borobudur yang dipugar ialah bagian Rupadhatu
yaitu tempat tingkat dari bawah yang berbentuk bujur sangkar,sedangkan kaki
candi Borobudur serta teras I, II, III dan stupa induk ikut dipugar, pemugaran
selesai pada tanggal 23 Februari 1983 M di bawah pimpinan Dr. Soekmono dengan
ditandai sebuah batu prasasti peresmian selesainya pemugaran berada di halaman
barat dengan batu yang sangat besar dibuatkan dengan dua bagian satu menghadap
ke Utara satu lagi menghadap ke Timur penulisan dalam prasasti tersebut
ditangani langsung oleh tenaga yang ahli dan terampil dari Yogyakarata yang
bekerja pada proyek pemugaran candi Borobudur.
Pemugaran
Pertama Candi Borobudur
Karena keadaan Candi Borobudur kian memburuk maka pada tahun 1900
dibentuk suatu panitia khusus, diketuai Dr. J.L.A. Brandes. Sangat disayangkan
bahwa Dr. J.L.A. Brandes meniggal tahun 1905 namun laporan bersama yang disusun
tahun 1902 membuahkan rancangan pemugaran. Tahun 1907 dimulai pemugaran
besar-besaran yang pertama kali dan dipimpin oleh Van Erp. Pekerjaan ini
berlangsung selama empat tahun sampai tahun 1911 dengan biaya sekitar 100.000
Gulden dan sepersepuluhnya digunakan untuk pemotretan.
Kegiatan Van Erp antara lain memperbaiki system
drainase,saluran-saluran pada bukit diperbaiki dan pembuatan canggal untuk
mengarahkan aliran air hujan. Pada tingkat rupadhatu, lantai yang melesak
diratakan dengan menutup bagian yang melesak dengan campuran pasir dan tras
atau semen sehingga air hujan mengalir melalui dwarajala atau
gorgoyie.Batu-batu yang runtuh dikembalikan dan beberapa bagian yang miring
atau membahayakan diberi penguat. Pada tingkat rupadhatu, 72 buah stupa terus
dibongkar dan disusun kembali setelah dasarnya di ratakan, demikian juga pada
stupa induknya.
Pada tahun 1926 diadakan pengamatan,diketahui adanya pengrusakan
sengaja yang dilakukan oleh wisatawan asing yang rupanya ingin memiliki tanda
mata dari Borobudur. Kemudian pada tahun 1926 dibentuklah panitia khusus untuk
mengadakan penelitian terhadap batu dan relief-reliefnya. Penelitian panitia
menyimpulkan ada tiga macam kerusakan yang masing-masing di sebabkan oleh:
1.
Korosi,
yang disebabkan oleh pengaruh iklim;
2.
Kerja
mekanis,yang disebabkan tangan manusia atau kekuatan lain yang datang dari luar
3.
Kekuatan
tekanan,kerusakan karena tertekan atau tekanan batu-batunya berupa
retak-retak,bahkan pecah.
Pemugaran
Kedua Candi Borobudur
Usaha penyelamatan berikutnya dilakukan pada tahun 1963 oleh
pemerintah Republik Indonesia dengan adanya pemberontakan G-30-S/PKI.Pada tahun
1968 Pemerintah Republik Indonesia membentuk Panitia Nasional untuk membantu
melaksanakan pemugaran Candi Borobudur. Pada tahun itu juga UNISCO akan membantu
pemugaran.Pada tahun 1969 Presiden membubarkan Panitia Nasional dan membebankan
tugasnya kepada Mentri Perhubungan, bahkan pada tahun 1970 atas prakarsa UNISCO
diadakan diskusi panel di Yogyakarta untuk membahas rencana
pemugaran.Kesepakatan yang diperoleh adalah membongkar dan kemudian memasang
kembali batu-batu bagian Rupadhatu.
Kemudian pada tanggal 10 Agustus 1973 Presiden Soeharto meresmikan
dimulainya pemugaran Candi Borobudur. Persiapan pemugaran memakan waktu selama
dua tahun dan kegiatan fisiknya yaitu dimulai pembongkaran batu-batu candi
dimulai tahun 1975. Dengan menggerakan lebih dari 600 pekerja serta batu
sebanyak 1 juta buah. Bangunan Candi yang di pugar adalah bangunan rupadhatu
yaitu empat tingkat dari bawah yang berbentuk bujur sangkar.Kegiatan ini
memakan waktu 10 tahun. Dan pada tanggal 23 Februari 1983 pemugaran Candi
Borobudur dinyatakan selesai dengan diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan
ditandai penandatangan prasati. Usaha-usaha menyelamatkan Candi Borobudur
dengan berjuta-juta dollar mempunyai banyak manfaat bagi bangsa ini. Menurut
Prof. Soekmono, sesungguhnya Candi Borobudur
mempunyai nilai lain dari pada sekedar sebagai objek wisata yaitu
sebagai benteng pertahanan budaya kita. Seperti peninggalan purbakala lainnya,
Candi Borobudur menjadi penegak kepribadian bangsa kita dan candi sebagai bukti
nyata dari prasasti nenek moyang kita sehingga menjadi kewajiban dan tanggung
jawab bangsa kita untuk meneruskan keagungan Candi Borobudur kepada anak cucu
kita.
G.
Struktur Bangunan Candi Borobudur
Monumen ini dilengkapi dengan sistem drainase yang cukup baik untuk
wilayah dengan curah hujan yang tinggi. Untuk mencegah genangan dan kebanjiran,
100 pancuran dipasang disetiap sudut, masing-masing dengan rancangan yang unik
berbentuk kepala raksasa makara. Sekitar 55.000 meter kubik batu andesit
diangkut dari tambang batu dan tempat penatahan untuk membangun monumen ini.
Batu ini dipotong dalam ukuran tertentu, diangkut menuju situs dan disatukan
tanpa menggunakan semen.Struktur Borobudur tidak memakai semen sama sekali,
melainkan sistem interlock (saling kunci) yaitu seperti balok-balok lego yang
bisa menempel tanpa perekat.Batu-batu ini disatukan dengan tonjolan dan lubang
yang tepat dan muat satu sama lain, serta bentuk "ekor merpati" yang
mengunci dua blok batu.Relief dibuat di lokasi setelah struktur bangunan dan
dinding rampung.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini
tidak dibangun di atas permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi
teknik pembangunannya serupa dengan candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak
memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang ada ialah
lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong dibatasi
dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun
Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha
diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah
kanan.Borobudur mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada
kuil atau candi.Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan
Buddha. Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan
kepada Buddha. Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah.
Rancangannya yang rumit dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang
sebuah bangunan tempat peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur
teras bertingkat-tingkat ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden
berundak, yang merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama
Gunadharma, sedikit yang diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya lebih
berdasarkan dongeng dan legenda Jawa dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah.
Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat mengenai perbukitan Menoreh
yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng lokal ini menceritakan
bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran perbukitan
Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang
wajah manusia antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak
jengkal antara ujung ibu jari dengan ujung jari kelingking ketika telapak
tangan dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja satuan ini bersifat relatif dan
sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada monumen ini.
Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan di
monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang
tepat dari suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan
Borobudur. Rasio matematis ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut
dan Pawon di dekatnya. Arkeolog yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala
memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi, dan kosmologi.
2.2 Museum Dirgantara Mandala (AURI)
A. Lokasi Museum Dirgantara Mandala (AURI)
Lokasi Museum berada di Jl. Kolonel Sugiyono komplek Landasan Udara
Adisutjipto Yogyakarta, 10 km kearah timur dari pusat kota atau sebelah timur
jembatan laying janti. Museum ini lebih dikenal dengan nama Museum Dirgantara.
Museum ini menempati area seluas kurang lebih 5 Ha dengan luas bangunan sebesar
7.600 m2. Museum ini merupakan museum terbesar dan paling lengkap koleksinya
yang mengiungkap sejarah keberadaan TNI AU di Indonesia.
B. Kronologi berdirinya Museum Dirgantara
Mandala (AURI)
Museum Dirgantara Mandala adalah museum terbesar dan terlengkap
mengenai sejarah keberadaan TNI-AU di Indonesia. Lokasi museum sendiri berada
di atas area seluas + 5 hektar, dengan luas bangunan sekitar 7.600 m2. Sebelum
berlokasi di daerah Wonocatur,Yogyakarta, Museum Pusat TNI-AU berada di Markas
Komando Udara V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta. Museum tersebut diresmikan
oleh Panglima Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin, pada tanggal 4 April
1969.
Berdasarkan pertimbangan bahwa Yogyakarta pada periode 1945—1949
mempunyai peranan penting dalam kelahiran dan perjuangan TNI-AU, serta menjadi
pusat pelatihan (kawah candradimuka) bagi para Taruna Akademi Udara, maka
museum tersebut akhirnya dipindahkan ke Yogyakarta. Museum Pusat TNI-AU
kemudian digabung dengan Museum Ksatrian AAU (Akademi Angkatan Udara) yang
sebelumnya sudah ada di Yogyakarta. Peresmian museum baru tersebut dilakukan
oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara
Mandala pada tanggal 29 Juli 1978 yang bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti
TNI AU.
Namun, karena lokasinya tidak lagi memadai untuk menampung berbagai
koleksi Alutsista yang ada, maka Museum Dirgantara Mandala dipindah ke lokasi
yang baru, yaitu di gudang bekas pabrik gula di Wonocatur yang masih berada
dalam wilayah Landasan Udara Adisutjipto. Pada zaman Jepang, gedung bekas
pabrik gula ini digunakan sebagai gudang senjata dan hanggar pesawat terbang,
sehingga memang cukup sesuai untuk digunakan sebagai lokasi museum yang baru.
Setelah direnovasi, gedung museum yang baru tersebut kemudian diresmikan pada
tanggal 29 Juli 1984 (bertepatan dengan Hari Bhakti TNI-AU) oleh Kepala Staf
TNI AU, Marsekal TNI Sukardi.
C. Keistimewaan
Mengunjungi Museum Dirgantara, wisatawan akan disambut oleh
beberapa pesawat tempur dan pesawat angkut yang dipajang di halaman museum.
Salah satu koleksi terbaru museum ini adalah pesawat tempur tipe A4-E Skyhawk
yang dipajang di muka gedung museum. Hingga tahun 2003, TNI-AU telah
mengoperasikan sebanyak 37 pesawat A4-E Skyhawk, sebelum akhirnya beberapa
pesawat digantikan oleh pesawat Sukhoi tipe Su-27SK dan Su-30MK.
Memasuki gedung museum, pengunjung akan disambut oleh patung empat
tokoh perintis TNI-AU, yaitu Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto,
Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda Anumerta
Abdul Halim Perdanakusuma, dan Marsekal Muda Anumerta Iswahjudi. Para perintis
TNI-AU ini telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, dan diabadikan menjadi
nama bandar udara di berbagai kota di tanah air.
Pada ruangan selanjutnya, pengunjung akan dikenalkan pada sejarah
awal pembentukan angkatan udara di Indonesia. Di Ruang Kronologi I ini, Anda
dapat melihat foto dan informasi yang berhubungan dengan pembentukan angkatan
udara indonesia, semisal ‘Penerbangan Pertama Pesawat Merah Putih‘ pada 27
Oktober 1945 yang melakukan misi pembalasan atas serangan Belanda, berdirinya
‘Sekolah Penerbangan Pertama di Maguwo‘ pada 7 November 1945 yang dipimpin oleh
A. Adisutjipto, berdirinya Tentara Rakyat Indonesia (TRI) Angkatan Udara pada 9
April 1946, serta berbagai perlawanan udara untuk melawan agresi militer
Belanda lainnya. Di ruangan ini juga dipamerkan berbagai peralatan radio dan
foto penumpasan berbagai pemberontakan di tanah air, seperti pemberontakan
DI/TII, Penumpasan G 30 S/PKI, serta Operasi Seroja. Pada ruangan selanjutnya,
dipajang berbagai jenis pakaian dinas yang biasa digunakan oleh para personel
TNI-AU, meliputi pakaian tempur, pakaian dinas sehari-hari, hingga pakaian
untuk tugas penerbangan.
Ruangan yang akan membuat Anda berdecak kagum adalah Ruangan
Alutsista atau Alat Utama Sistem Senjata yang pernah digunakan oleh TNI-AU.
Alutsista ini meliputi pesawat tempur dan pesawat angkut, model mesin-mesin
pesawat, radar pemantau wilayah udara, serta senjata jarak jauh seperti rudal.
Koleksi pesawat di ruangan ini mencapai puluhan, mulai dari pesawat buatan
Amerika, Eropa, hingga buatan dalam negeri. Salah satu pesawat pemburu taktis
yang cukup terkenal adalah pesawat P-51 Mustang buatan Amerika Serikat. Dalam sejarahnya,
pesawat ini telah digunakan dalam berbagai operasi menjaga keutuhan negara,
terutama dalam penumpasan pemberontakan DI/TII, Permesta, dan G 30 S/PKI, serta
ikut andil dalam Operasi Trikora dan Operasi Dwikora. Pesawat lainnya yang tak
kalah menarik adalah pesawat buatan Inggris, namanya Vampire tipe DH-115.
Pesawat ini merupakan pesawat jet pertama yang diterbangkan di Indonesia pada
tahun 1956 oleh Letnan Udara I Leo Wattimena.
Koleksi lainnya yang sangat penting dalam sejarah TNI-AU adalah
replika pesawat C-47 Dakota dengan nomor registrasi VT-CLA yang ditembak jatuh
di daerah Ngoto, Bantul, oleh Belanda ketika hendak mendarat di Maguwo
Yogyakarta pada 29 Juli 1947. Pesawat ini semula berangkat dari Singapura
dengan misi kemanusiaan, yaitu mengangkut bantuan obat-obatan. Penerbangan
tersebut sebetulnya telah diumumkan dan disetujui oleh kedua belah-pihak
(Belanda-Indonesia). Namun, oleh Belanda pesawat tersebut kemudian ditembak
jatuh dan menewaskan para pionir Angkatan Udara, antara lain Komodor Muda Udara
Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, serta Opsir Muda
Udara I Adisumarmo Wirjokoesoemo.
Seperti diutarakan oleh F Djoko Poerwoko, untuk menghormati
gugurnya para pahlawan udara tersebut, maka nama-nama pioner TNI-AU itu kemudian
diabadikan sebagai nama pangkalan udara di Jawa sejak tahun 1952, antara lain
Adisutjipto di Yogyakarta, Abdulrahman Saleh di Malang, dan Adisumarmo di Solo.
Tanggal 29 Juli sebagai tanggal gugurnya para pahlawan TNI-AU tersebut juga
diperingati sebagai ‘Hari Berkabung AURI‘ sejak tahun 1955, kemudian diganti
menjadi ‘Hari Bhakti Angkatan Udara‘ sejak tahun 1961.
2.3. Pantai Parangtritis
A. Keadaan Ekosistem Pantai Parangtritis
Parangtritis merupakan salah satu pantai yang memiliki keunikan
tersendiri karena keindahan alamnya serta berbagai macam fungsinya. Sehingga
wilayah tersebut sangat sering dikunjunngi banyak orang, namun demikian orang
yang berkunjung kesana kebanyakan hanya berwisata atau melepas lelah disana dan
sangat jarang ditemukan orang yang melakukan riset atau penelitian disana.
Padahal apabila kita elekukan riset atau penelitian disana kita akan menemukan
berbagai macam hal yang menarik seperti berbagai macam ekosistem yang ada
disana. Parangtritis memiliki 3 aliran air yang berbeda dari suhu, evaporasi
laut, dan tingkat keasamannya. Pantai parangtritis juga sangat terkenal dengan
lokasi gumuk pasir. Lokasi ini berada disepanjang pantai parangtritis sampai
muara kali opak (pantai depok) di pantai parangtritis terdapat 25% atau 75 Ha
lahan berupa gumuk pasir yang bersifat aktif.
Satuan
ekosistem yang ada di parangtritis :
1. Ekosistem hutan bakau (Mangrove)
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang
tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan
dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di
tempat-tempat dimana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik.
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di pantai, biasanyadi teluk
dan muara sungai dengan ciri:
a. Tidak terpengaruh iklim
b. Dipengaruhi pasang surut
c. Tergenang air laut
d. Tanah rendah pantai
e. Tidak mempunyai struktur tajuk
2. Ekosistem terumbu karang (Corral Reef)
Terumbu karang merupakan
struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau
disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang merupakan
suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitaskoral.
3. Ekosistem muara sungai (Estuary)
Selain pengaruh utama dari gelombang air laut, pengaruh sungai juga
memegang peranan penting dalam pembentukan pesisir di parangtirtis dan pesisir
pantai depok. Jika aliran sungai tersebut tidak membawa sedimen dari daerah
diatasnya, tentunya tipologi tersebut tidak terbentuk. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa pembentukan tipologi Marin Deposisional Coast pada Muara
sungai Opak, yaitu pada pesisir parangtritis dan pesisir depok, dibentuk oleh
gelombang air laut dan dipengaruhi oleh adanya transfer/aliran sedimentasi dari
sungai Opak. Material tersebut berasal dari daerah diatasnya atau pada relief
lebih tinggi, terutama material cukup besar dari aktivitas vulkanisme gunung
merapi.
4. Ekosistem Pantai Pasir (Gumuk Pasir)
Proses terjadinya gumuk pasir di pantai
Parangtritis tak bisa lepas dari keberadaan Gunung Merapi, Kali Opak, Kali
Progo dan graben Bantul. Peran gunung Merapi sangat besar dalam proses
pembentukan Gumuk pasir, yaitu sebagai penyedia pasir yang utama. Pasir dari
Merapiterbawa aliran sungai Progo dan Opak menuju laut selatan. Adanya angin
yang cukup kuat menerbangkan butiran-butiran pasir ke daratan. Di daratan,
butiran pasir masih mengalami pergerakan oleh aktivitas angin. pada waktu-waktu
tertentu, seperti musim peralihan terjadi hembusan angin yang sangat kencang
dan kuat
Berhasil membawa pasir lebih banyak sehingga terbentuk
gundukan-gundukan pasir seperti bukit-bukit kecil yang dikenal dengan gumuk
pasir.
5. Tebing Gembirawati
Dibelakang Pantai Parangtritis terdapat
tebing gembirawati. Dari tebing ini para pengunjung dapat melihat seluruh
indahnya pantai parangtitis. Pantai ini berbeda dri pantai lainnya, karena
terdpat beberapagunung pasir yang disebut gumuk di pantai ini. Deburan ombak un
melengkapi indahnya pantai ini.
B. Komponen yang Ada di Pantai Parangtritis
komponen yang
tercakup di dalam ekosistem pantaiparangtritis antara lain:
1.
Komponen
Biotik berarti makhluk hidup. Komponen-komponen biotik terdiri atas berbagai
jenis makhluk hidup meliputi tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme.
2.
Komponen
abiotik merupakan komponen fisik dan kimia yang membentuk lingkungan abiotik.
Mencakup :
a.
suhu,
Suhu atau tenperatur adalah derajat energy panas. Sumber utama energy adalah
radiasi matahari.
b.
cahaya,
Cahaya merupakan salah satu energy yang bersumber dari radiasi matahari.
c.
Iklim.
d.
Bebatuan
sedimen.
e.
Air
Air merupakan sumber utama kehidupan, karena tanpa adanya air makhluk hidup
tidak akan bisa hidup.
3.
Komponen
produsen seperti misalnya alga lat, lamun, bakau dan masih banyak lagi lainnya.
4.
Komponen
Konsumen misalnya kerang, ikan, udang dan masih banyak lagi lainnya.
5.
Komponen
pengurai atau decomposer misalnya virus, jamur dan bakteri.Dekomposer merupakan
organisme heterotrof yang menguraikan bahan organaik yang berasal dari
organisme mati atau sisa-sisa organisme. Dekomposer menyerap sebagian hasil
penguraian dan melepaskan bahan-bahan anorganik yang digunakan lagi oleh
organisme autotrof.
2.4
Malioboro
A. Sejarah Malioboro
Jalan Malioboro adalah saksi sejarah perkembangan Kota Yogyakarta
dengan melewati jutaan detik waktu yang terus berputar hingga sekarang ini.
Membentang panjang di atas garis imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak
Gunung Merapi. Malioboro adalah detak jatung keramaian kota Yogyakarta yang
terus berdegup kencang mengikuti perkembangan jaman. Sejarah penamaan Malioboro
terdapat dua versi yang cukup melegenda, pertama diambil dari nama seorang
bangsawan Inggris yaitu Marlborough, seorang residen Kerajaan Inggris di kota
Yogjakarta dari tahun 1811 M hingga 1816 M. Versi kedua dalam bahasa sansekerta
Malioboro berarti “karangan bunga” dikarenakan tempat ini dulunya dipenuhi
dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Lebih dari 250
tahun yang lalu Malioboro telah menjelma menjadi sarana kegiatan ekonomi
melalui sebuah pasar tradisional pada masa pemerintahan Sri Sultan
Hamengkubuwono I. Dari tahun 1758 – sekarang Malioboro masih terus bertahan
dengan detak jantung sebagai kawasan perdagangan.
Sejak awal degup jantung Malioboro berdetak telah menjadi pusat
pemerintahan dan perekonomian perkotaan. Setiap bagian dari jalan Malioboro ini
menjadi saksi dari sebuah jalanan biasa hingga menjadi salah satu titik
terpenting dalan sejarah kota Yogyakarta dan Indonesia. Bangunan Istana
Kepresidenan Yogyakarta yang dibangun tahun 1823 menjadi titik penting sejarah
perkembangan kota Yogyakarta yang
merupakan soko guru Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari bangunan ini
berbagai perisitiwa penting sejarah Indonesia dimulai dari sini. Pada tanggal 6
Januari 1946, Yogyakarta resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang
masih muda. Istana Kepresidenan Yogyakarta sebagai kediaman Presiden Soekarno
beserta keluarganya. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI
(pada tanggal 3 Juni 1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan
Perang Republik Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet
Republik yang masih muda itu pun dibentuk dan dilantik di Istana ini pula.
Benteng Vredeburg yang berhadapan dengan Gedung Agung. Bangunan yang dulu
dikenal dengan nama Rusternburg (peristirahatan) dibangun pada tahun 1760.
Kemegahan yang dirasakan saat ini dari Benteng Vredeburg pertama kalinya
diusulkan pihak Belanda melalui Gubernur W.H. Van Ossenberch dengan alasan
menjaga stabilitas keamanan pemerintahan Sultan HB I. Pihak Belanda menunggu
waktu 5 tahun untuk mendapatkan restu dari Sultan HB I untuk menyempurnakan
Benteng Rusternburg tersebut. Pembuatan benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak.
Kemudian bangunan benteng yang baru tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang
berarti perdamaian.
Sepanjang jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang
yang berkunjung di kawasan ini, menikmati pengalaman wisata belanja sepanjang
bahu jalan yang berkoridor (arcade). Dari produk kerajinan lokal seperti batik,
hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci, lampu hias dan
lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta barang-barang
perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang banyak ditemui di
tempat lain. Pengalaman lain dari wisata belanja ini ketika terjadi tawar
menawar harga, dengan pertemuan budaya yang berbeda akan terjadi komunikasi
yang unik dengan logat bahasa yang berbeda. Jika beruntung, bisa berkurang
sepertiga atau bahkan separohnya. Tak lupa mampir ke Pasar Beringharjo, di
tempat ini kita banyak dijumpai beraneka produk tradisional yang lebih lengkap.
Di pasar ini kita bisa menjumpai produk dari kota tetangga seperti batik Solo
dan Pekalongan. Mencari batik tulis atau batik print, atau sekedar mencari
tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah bermotif batik.
Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan harga
yang lebih murah. Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan
tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan
harga dari biasanya bagi para wisatawan.
Malioboro terus bercerita dengan kisahnya, dari pagi sampai
menjelang tengah malam terus berdegup mengiringi aktifitas yang silih berganti.
Tengah malam sepanjang jalan Malioboro mengalun lebih pelan dan tenang. Warung
lesehan merubah suasana dengan deru musisi jalanan dengan lagu-lagu nostalgia.
Berbagai jenis menu makanan ditawarkan para pedagang kepada pengunjung yang menikmati
suasana malam kawasan Malioboro.
Perjalanan terus berlanjut sampai
dikawasan nol kilometer kota Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di
setiap ingatan orang-orang yang pernah berkunjung ke kota Gudeg ini.
Bangunan-bangunan bersejarah menjadi penghuni tetap kawasan nol kilometer yang
menjamu ramah bagi pengunjung yang memiliki minat di bidang arsitektur dan
fotografi.
B. Asal Usul Jalan Malioboro
Asal usul malioboro Asal usul malioboro – Malioboro adalah sebuah
Jalan sepanjang tidak lebih dari 2 Kilo Meter yang membentang mulai dari
persimpangan Rel Kereta Api Stasiun Tugu Yogyakarta diujung utara hingga
pertigaan pojokan Gedung Agung diujung Selatan. Malioboro adalah sebuah Jalan
legendaris yang menjadi ikon Kota Yogyakarta dengan kehidupan kontras antara
siang dan malamnya. Saat siang hari, ruas Jalan Malioboro dipadati kendaraan
para pelancong maupun warga Yogyakarta yang beraktifitas disekitar Jalan
Malioboro, sementara dikanan-kiri jalan adalah toko-toko berbagai macam
kebutuhan pokok, serta sepanjang trotoar
kaki limanya dijejali lapak-lapak
penjaja souvenir khas Yogyakarta, kemudian diujung selatannya ada pasar
Beringharjo, tak ketinggalan sejumlah pusat perbelanjaan dan hotel yang
mengguratkan kehidupan perekonomian warga Yogyakarta. Sebaliknya pada malam
hari, Malioboro dipenuhi aroma berbagai sajian kuliner yang menggugah selera,
yang terhampar di ratusan tikar Warung lesehan dengan menu khas Gudeg Yogya,
Bakmi Jawa, dan berbagai pilihan Ayam/ Burung dara/ Bebek bakar dan goreng.
Keriuhan suasana lesehan akan ditimpali oleh alunan sejumlah seniman yang
melantunkan musik dan lagu secara nomaden….dalam istilah kuno disebut sebagai
“mbarang” atau pengamen. Sejarah Asal usul malioboro Jogja Ditinjau dari segi
bahasa, kata malioboro berasal dari bahasa sansakerta yg berarti karangan
bunga. Dahulu kawasan Malioboro dikembangkan oleh Sri Sultan HB I pada th 1758,
kawasan itu sebelumnya dipakai untuk sarana perdagangan melalui pasar
tradisional, dahulu di kawasan itu banyak terdapat karangan bunga sebagai daya
tarik, maka sangat wajar jika kemudian kawasan itu dinamakan Malioboro.Ditinjau
dari segi letaknya, Malioboro berada berada segaris dengan gunung merapi,
kraton dan pantai parang tritis jogja. Asal usul malioboro Malioboro terletak
800 meter dari Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat. Jalan maliboro yogyakarta
dulunya pernah menjadi basis perjuangan tentara Indonesia saat terjadi agresi
militer belanda. Jalan malioboro diapit oleh bangunan gedung perkantoran dan
gedung pertokoan sehingga malioboro bisa berkembang menjadi pusat bisnis
seperti sekarang ini di Yogyakarta. Malioboro juga menjadi tempat berkumpulnya
para seniman dan sastrawan dari berbagai daerah yang bermukim di Yogyakarta,
ujar suwarto 54 warga jogja yang berprofesi sebagai tukang becak di kawasan
malioboro.
Kawasan Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan
kota Jogja, ini didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat
perbelanjaan, dan tak ketinggalan para pedagang kaki limanya. Untuk pertokoan,
pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada sebenarnya sama seperti pusat
bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang disemarakan dengan
nama-merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang diperdagangkan dari
barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan barang
elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal
batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran
mata uang asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati. Keramaian dan
semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki lima yang
berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya yang
ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para
wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain
kerajinan ayaman rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk
pakaian batik, tas kulit, sepatu kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan
kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon batik [semacan topi khas Jogja/Jawa],
kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak yang lainnya. Para pedagang
kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja, gerobak adapula yang
hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung Malioboro cukup
ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan bagi
para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan
kiri. Dan ini juga perlu di waspadai atau mendapat perhatian khusus karena kawasan
Malioboro menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan tidak
sedikitnya laporan ke pihak kepolisian terdekat soal pencopetan atau
penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing juga menjadi korban kejahatan
dan ini sangat memalukan sebenarnya.
C.Manfaat
Malioboro
Berkembang pesatnya Malioboro sebagai denyut nadi perdagangan dan
pusat belanja, menuntut macam-macam pelayanan dan fasilitas yang semakin
meningkat baik jumlah dan ragamnya. Hal ini memberi dampak positif dari segi
ekonomi bagi penduduk, pengusaha dan pemerintah setempat seperti:
1.
Penerimaan Devisa : Masuknya wisatawan mancanegara akan membawa valuta asing,
yang berarti akan memperkuat neraca pembayaran dan perdagangan. Penerimaan
devisa negara dari pariwisata bersumber dari : Uang yang dikeluarkan atau
dibelanjakan oleh wisatawan asing selama yang bersangkutan melakukan kunjungan,
berupa pengeluaran untuk penginapan (akomodasi), makan dan minum, transportasi
lokal dan tour, cenderamata, tip, dan lain-lain. Biaya yang diterima oleh
perusahaan penerbangan dimana wisatawan yang berkunjung dimasukkan sebagai
penerimaan sektor pariwisata. Investasi bidang pariwisata. Biaya promosi
pariwisata dari negara lain.
2. Kesempatan
Berusaha : Kesempatan berusaha menjadi terbuka luas, baik usaha yang langsung
untuk memenuhi kebutuhan wisatawan maupun yang tidak langsung. Lapangan usaha
langsung seperti usaha akomodasi, restoran dan rumah makan, biro perjalanan,
toko cenderamata, sanggar-sanggar kerajinan dan seni, pramuwisata, pusat
perbelanjaan, dan lain sebagainya. Lapangan usaha tidak langsung seperti
pertanian, perikanan, peternakan, perindustrian dan kerajinan, industri olah
raga, industri pakaian jadi, dan lapangan usaha lain yang berkaitan dengan
kebutuhan manusia.
3.
Terbukanya Lapangan Kerja : Luasnya kesempatan dalam berusaha, berarti akan
membuka lapangan kerja baik lapangan kerja diberbagai usaha yang langsung
memenuhi kebutuhan wisatawan maupun yang tidak langsung. Sektor pariwisata
merupakan sektor padat karya, karena kegiatannya lebih banyak pelayanan jasa
yang membutuhkan tenaga manusia. Lapangan kerja yang tidak langsung seperti
peternak, petani sayur mayur, pengrajin, seniman, penjual eceran, dan lain-lain
yang menyerap banyak tenaga kerja.
4.
Meningkatnya Pendapatan Masyarakat Dan Pemerintah : Wisatawan yang datang
berkunjung akan mengeluarkan sebagian dari uangnya untuk keperluan selama
perjalanannya. Hal ini akan menambah pendapatan masyarakat setempat, seperti
biaya penginapan, angkutan local, makan minum, cenderamata dan pembelian
jasa-jasa, dan barang lainnya. Disamping itu pemerintah setempat pun akan
memperoleh pendapatan berupa pajak-pajak dari perusahaan dan dari uang asing
yang dibelanjakan oleh wisatawan.
5. Mendorong
Pembangunan Daerah : Berkembangnya kepariwisataan di daerah akan mendorong
pemerintah daerah dan masyarakat mempersiapkan dan membangun prasarana dan
sarana yang diperlukan seperti pembangunan dan perbaikan jalan, instalasi air,
instalasi listrik, pembenahan obyek dan daya tarik wisata, perbaikan lingkungan,
pengkondisian masyarakat, penataan kelembagaan dan pengaturan, dan lain
sebagainya. Selain itu juga akan mendorong investor untuk menanamkan modalnya
dalam pembangunan obyek dan daya tarik wisata, usaha sarana akomodasi, usaha
jasa biro perjalanan, restoran dan rumah makan serta lain-lain.
6.
Dengan adanya tempat pariwisata Malioboro ini maka pembangunan dan pengembangan
pariwisata akan mempunyai dampak positif dalam bidang sosial budaya, seperti :
Pelestarian budaya dan adat istiadat salah satu sasaran wisatawan dalam
melakukan perjalanan adalah untuk menikmati, mengagumi dan mempelajari
kebudayaan, dan adat istiadat serta sejarah suatu bangsa.
7.
Oleh karena itu seni dan budaya serta tata cara hidup yang unik dan khas perlu
dipertahankan dan dikembangkan. Apalagi Yogyakarta terkenal dengan kota yang
penuh dengan seniman jalanan serta orang-orangnya yang ramah. Itu menyebabkan
akan lebih banyak lagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Yogyakrta. Hal
tersebut dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat yang dikunjungi karena
penduduk asli akan banyak belajar dari wisatawan yang berkunjung, demikian pula
dengan yang datang berkunjung akan banyak belajar dari kunjungannya dengan cara
melihat, mendengar, dan merasakan segala sesuatu yang dijumpai selama dalam
perjalanannya. Dengan demikian, pengembangan pariwisata merupakan salah satu
cara untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.
BAB III
PENUTUP
3.1.Simpulan
Maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di
Yogyakarta itu sangat banyak, dan kita harus senantiasa menjaga serta
merawatnya agar tetap asri seperti aslinya. agar menarik para wisatawan untuk
berlibur ke jogja.
Selain itu, kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan
dengan budaya-budaya barat yang kita rasa sangat bagus atau trendy. tapi justru
itu salah,kita harus tetap menjaga budaya asli
itu sendiri,agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu kota favorit para
wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan sisa waktu istirahatnya di
tempat-tempat wisata yang ada di Yogyakarta. walaupun banyak cerita-cerita
mistis yang beredar di masyarakat luas,
para wisatawan tetap antusias menikmati tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
3.2
Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui
kesulitan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat
menyempurnakan karya tulis ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini.
Dalam pembuatan karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk
itu penulis sebagai manusia biasa mohon
maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
·
Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1995.Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.Jakarta: Balai Pustaka
·
Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta:
Balai Pustaka
·
http://en.wikipedia.org/wiki/Jalan_Malioboro
·
www.yogyes.com
·
www.jogjatrip.com
·
www.srandilmandalagiri.blogspot.com
0 Response to "LAPORAN PERJALANAN STUDY TOUR YOGYAKARTA"
Post a Comment