BIOGRAFI SYEIKH ABU HASAN ASY-SYADZULI, RA
Riwayat Hidup dan Keluarga
Lahir
Abul Hasan Syadzili dilahirkan di desah Ghamarah, Maroko, pada tahun 593
H. Nama kecil Syeh Abul Hasan Asy Syadzili adalah Ali, gelarnya merupakan
Taqiyuddin, nama populernya merupakan Asy Syadzili. Beliau tinggal
di desa Syadzilah. Oleh karena itu, namanya dinisbatkan kepada desa tersebut
walaupun ia tidak berasal dari desa tersebut.
Nasab
Abu Hasan Asy-Syadzili: Abul Hasan, bin Abdullah Abdul Jabbar, bin Tamim, bin
Hurmuz, bin Hatim, bin Qushay, bin Yusuf, bin Yusya', bin Ward, bin Baththal,
bin Ahmad, bin Muhammad, bin Isa, bin Muhammad, bin Hasan, bin Ali bin Abi
Thalib suami Fatimah binti Rasulullah SAW.
Wafat
Beliau wafat saat hendak berangkat menunaikan ibadah haji bulan Dulqa'dah tahun 656 H dimakamkan di Mesir, yaitu di daerah Humaitsara dekat pantai Laut Merah.
Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
Mengembara Menuntut Ilmu
Imam Abul Hasan Asy-Syadzili menghafal Al-Qur'an dan mulai mempelajari ilmu syari'at. Kemudian dia pergi ke Kota Tunis ketika masih sangat muda.
Beliau masuk ke Tunisia jalan menuju ke Baitul Haram, setelah itu beliau menuju Irak di Kota Baghdad bertemu dengan beberapa 'ulama tasawuf, dan beliau bertanya tentang seorang qutub. Yaitu manusia yang mengumpulkan semua keutamaan dalam kedekatannya dengan Allah subhaanahu wa ta'aalaa. Ini adalah seorang wali yang memiliki keilmuan besar, serta memiliki kedudukan yang amat besar yang dipandang oleh Allah di setiap zaman.
Ketika masuk ke Irak beliau bertanya tentang seorang wali Qutub yaitu Abdul Fath al-Watsi. Beliau bertemu dengan syeikh tersebut. Namun Imam Abul Hasan asy-Syadzili disarankan kembali ke negerinya. Akhirnya beliau kembali ke negerinya dan menemukan seorang wali Qutub bernama Syeikh Abdussalam Ibnu Masyis. Beliau seorang Syarif (keturunan Rasulullah SAW ). Beliau terkenal dengan Shalawat Masyis.
Syekh Abdussalam Ibnu Masyis makamnya ada di Maroko. Saat beliau mendatangi Syekh Abdussalam yang tempat tinggalnya di gunung beliau melepaskan semua ilmunya karena ingin mendapatkan ilmu dari syeikhnya.
Sang Syeikh mengatakan Marhaban dan beliau sebut nasabnya sampai ke Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Wahai Ali (Imam abul Hasan asy-Syadzili), kamu datang dalam keadaan faqir kepada saya dan kamu akan mengambil kekayaan dunia dan akhirat.
Di antara guru-guru Imam Syadzili, Ibn Masyis-lah yang sangat mempengaruhi perjalanan spiritual dan kehidupannya. Atas nasihatnya pula Imam Syadzili meninggalkan Fez menuju Tunisia dan tinggal di sebuah daerah bernama Syadzili.
Di daerah yang baru ini, beliau banyak bertemu dan bertukar pikiran dengan para ulama dan para sufi. Dan tanpa diduga, masyarakat menyambutnya dengan sambutan yang luar biasa. Namun kemudian Imam Syadzili pergi ke pegunungan Zaghwan dengan ditemani oleh ‘Abdullah ibn Salamah al-Habibi dan berkhalwat di sana.
Setelah melakukan khalwat di Jabal Zaghwan itu, beliau mendapat perintah dalam sebuah penglihatan spiritual untuk mengajarkan tasawuf. beliau kemudian kembali lagi ke masyarakat dan menyampaikan dakwahnya.
Imam Abul Hasan Syadzili membangun sebuah Zawiyah di Tunisia pada 625 H, bersamaan dengan tibanya Abu Zakaria di tempat itu sebagai gubernur baru dan kelak sebagai pendiri Dinasti Hafsiyyah. Secara periodik dia memberikan ceramah ke desa-desa di daerah Tunisia. Di sini beliau mendapat sambutan yang cukup hangat sampai menimbulkan kebencian seorang hakim Tunisia; Abu al-Barra.
Akibat konflik yang berkepanjangan dengannya, Imam Abul Hasan Syadzili memutuskan untuk meninggalkan Tunisia menuju Mesir. Di Mesir inilah Tarekat syadziliyah mulai berkembang pesat hingga ke berbagai penjuru bumi. Dan di Mesir pulalah Imam Abul Hasan Syadzili dimakamkan, yaitu di daerah Humaitsara dekat pantai Laut Merah dalam perjalanannya untuk ibadah haji yang terakhir kalinya.
Beberapa hari beliau tinggal bersama Syeikh Abdussalam Ibnu Masyis melihat beberapa karamah. Lalu Imam Abul Hasan asy-Syadzili disarankan gurunya untuk pergi ke Afrika di suatu tempat namanya Syadzilah karena Allah akan menamaimu dengan nama Syadzili.
Kemudian beliau masuk ke Tunisia belajar bersama gurunya dan selepas gurunya wafat Imam Abul Hasan Syadzili pergi ke suatu tempat yang menjadi tempat khalwatnya di gunung. Beliau mendapat isyarat dari Allah untuk turun bercampur dengan manusia. "Ya Allah, bagaimana aku bisa bercampur dengan manusia? Aku yang akan melindungimu," demikian isyarat yang diterimanya dari Allah.
Ketika Imam Abul Hasan Syadzili turun bercampur dengan manusia beliau mendapat fitnah oleh Abdul Mubarak karena mendengar kata-kata buruk tentang tasawuf . Kemudian beliau berhaji, sebelum ke berhaji masuk ke Mesir. Gurunya dulu bilang kamu nanti akan pergi ke Afrika dan kamu akan diuji.
Beliau masuk ke Tunisia sebelum ke Mesir bersama murid-muridnya termasuk Imam Abul Abbas al-Mursyi yang menjadi khalifah beliau. Ketika memasuki Askandaria, ada Sultan yang menahan para ulama sufi karena fitnah. Beliau pun difitnah dan harus ditahan. Beliau mendapat surat penahanan itu. Imam Abul Hasan asy-Syadzili mengatakan "orang yang kamu tahan dalam lindungan Allah Ta'ala". Benar saja, ketika beliau meninggalkan Sultan itu 20 langkah, sultan itu tidak bisa bergerak dan berbicara.
Setelah itu banyak orang mencari beliau agar memaafkan Sultan. Lalu beliau memaafkan Sultan itu dan akhirnya Sultan itu bisa bergerak dan berbicara. Kemudian beliau berhaji. Sesudah pulang haji kembali ke Tunisia. Beliau bermimpi bertemu Rasulullah SAW dan beliau berkata bahwa wahai Ali, pergilah ke Mesir karena engkau akan mendidik 40 orang yang jujur.
Lalu beliau mulai mengajar dan dihadiri para ulama, bahkan orang yang dulu mengkritik beliau pun mengikuti majelisnya. Beliau berhaji berkali-kali tapi selang seling setahun haji, setahun enggak. Beliau pada tahun itu berazam buat haji dan meminta murid-muridnya membawa perlengkapan dan kain kafan, lalu ia mengatakan pada muridnya kamu akan tahu nanti apa yang terjadi.
"Maka kalau sama guru tasawuf jangan banyak bertanya. Apapun yang diperintahkan kita patuh aja," kata Syeikh Ahmad Al-Misri.
Imam Abul Hasan asy-Syadzili meminta dibawakan kain kafan dan memberi muridnya nasehat untuk jangan lupa membaca Hizib Bahar. Kemudian beliau memanggil murid khususnya yaitu Imam Abul Abbas Al-Mursyi, lalu diturunkan ilmunya. Lalu beliau kembali mengumpulkan muridnya dan berkata kalau aku meninggal malam ini, inilah khalifah saya, kalian kalau ada apa-apa bertanya ke beliau.
Guru-Guru Beliau
Menimba ilmu hadits dan meriwayatkan dari:
- Abu Al Fath Al Wasithi
- Abdul Salam bin Masyis
- Syeikh Najmudin Al Ash Fahani
Penerus Beliau
Murid-muridnya banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti:
- Syeikh Kabir Abul Abbas Ahmad Al Mursyi Al Anshari
- Ash Shqli
- Muhammad Al Qurtubi
- Abu Hasan Al biya'i
- Abu Abdillah Al Biya'i
- Al Wajahani
- Al Jazar Makinuddin
- Al Asmar
- Al Bumi
- Al Laqani
- Syeikh Jibril
Karya
Karya-karya Beliau
Secara pribadi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Syekh Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, doa, dan hizib. Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari atau nama lengkapnya Syekh Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Atha’illah As-Sakandari]] (658 - 709 H ) adalah orang yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga khasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibnu Atha'illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.
Melalui sirkulasi karya-karya Ibnu Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.
Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh Al-Ghazali dan Abu Talib al-Makki atau al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid Al-Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya Al-Ghazali, mewarisi anda ilmu. Sementara Kitab Qut al-Qulub, karya Abu Talib al-Makki, mewarisi anda cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atha'illah.
Hizb al-Bahr, Hizb Nashor, Hizb Barr disamping Hizib al-Hafidzah, merupakan Hizib-Hizib yang terkenal dari as-Syadzilli.
Hizib-hizib dalam Tareqat Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah, seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah. Akan tetapi yang utama adalah Hizb tersebut dipergunakan untuk meningkatkan kadar ibadah yang sebenarnya kepada Allah.
Para ahli mengatakan bahwa hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia bukan hanya merupakan mantra megis yang Nama-nama Allah Yang Agung (Ism Allah A'zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkah dan menjamin respon supra natural dan yang terpenting adalah mendapatkan ridha Allah. Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana doa, para syekh tareqat biasanya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib (Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka mengamalkannya tanpa berlandaskan Al-Qur'an dan tuntunan Rasululloh SAW, sebab murid tersebut sedang mengikuti suatu pelatihan dari sang guru untuk dapat beribadah kepada Allah dengan benar.
Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily, justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin tingkah laku islami, pemahaman, adab hati, penyaksian, pembuktian yang sangat dahsyat yang semuanya bersumber dari Nabi Muhammad
Tarekat Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah dinisbatkan kepada Abu Hasan al-Syâdzilî (w. 656H/1258 M) sebagai pendirinya, Tarekat ini cukup dikenal dengan hizbnya. Beliau adalah salah satu tokoh sufi yang menempuh jalur tasawuf searah dengan alGhazali, yakni pelaksanaan tasawuf yang tetap memegang teguh syariat yang berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah, mengarah pada asketisme, pelurusan dan penyucian jiwa (tazkiyah al-nafs) dan pembinaan moral (akhlaq). Tarekat ini dinilai oleh kebanyakan kalangan bersifat moderat dan menawarkan konsep zuhud (al-zuhd) yang lebih moderat.
Imam Abul Hasan Syadzili tidak menganjurkan pada murid-muridnya untuk meninggalkan profesi dunia mereka. Mereka tidak harus hidup menyendiri dan bahkan dianjurkan untuk merealisasikan ajaran tarekat dalam masyarakat di tengah-tengah kesibukan mereka. Bertarekat itu tidak berarti menghalangi upayaupaya modernisasi. Konon, tarekat ini banyak digemari oleh kalangan usahawan-usahawan berduit dan berdasi, yang merasa pas dengan ajarannya dan tertarik menjadi pengikut Tarekat Syadziliyah.
Imam Abul Hasan Syadzili senantiasa mengajarkan kepada pengikutnya agar menggunakan nikmat Allah secukupnya baik dalam hal pakaian, makanan, kendaraan, yang layak dalam kehidupan yang sederhana. Hal demikian akan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT dan mengenal rahmat Ilahi.
Meninggalkan dunia yang berlebihan akan menimbulkan hilangnya rasa syukur dan berlebih-lebihan memanfaatkan dunia akan membawa kepada kezhaliman. Manusia sebaiknya menggunakan nikmat Allah SWT, sebaik-baiknya sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Al-Syâdzilî berusaha merespon apa yang sedang mengancam kehidupan umat Islam saat itu, seperti apa yang dirisaukan oleh para modernis-rasionalis sekarang. Dia berusaha menjembatani antara kekeringan spiritual yang dialami oleh banyak orang yang hanya sibuk dengan urusan duniawi, dengan sikap pasif yang banyak dialami para salik. Dia menawarkan tasawuf yang ideal dalam arti bahwa di samping berupaya mencapai makrifat, juga harus beraktivitas dalam realitas sosial di „bumi’ ini. Seperti yang dikatakan al-Syâdzilî bahwa seorang sufi tidak hanya beribadah tetapi juga harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmaniahnya.
Di samping itu tarekat ini mempunyai lima prinsip dasar yang harus menjadi ciri sikap dan tingkah laku setiap pengikutnya. Lima prinsip ini, yakni:
- bertaqwa kepada Allah, baik dalam keadaan sunyi maupun dalam keadaanramai.
- mengikuti sunnah Rasulullah
- berkhalwat
- ridha kepada Allah
- senantiasa mengingat Allah baik dalam keadaan lapang maupun sulit.
Ajaran Imam Abul Hasan Syadzili ini kemudian diteruskan oleh muridnya Abû Άbbâs alMursî (w. 686 H.), kemudian diteruskan oleh Ibn Athâillâh al-Iskandari (w. 709H.).
Tarekat Syadziliyah, berkembang pesat di beberapa wilayah seperti Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Syria dan Indonesia khususnya di Jawa. Tarekat Syadziliyah memulai keberadaannya di bawah salah satu dinasti al-Muwahhidun, yakni Hafsiyyah di Tunisia. Tarekat ini kemudian berkembang dan tumbuh subur di Mesir dan Timur dekat di bawah kekuasaan dinasti Mamluk.
Imam Abul Hasan Syadzili tidak meninggalkan karya berupa buku maupun risalah tasawuf, tetapi menyusun rangkaian doa yang berasal dari pengalaman mistis (hizb) yang memuat formula ayat al-Qur’an dan juga inspirasi khas tasawuf. Kumpulan doa ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru Dunia Islam. Rangkaian doa ini memiliki nama yang diberikan olehnya sendiri (Imam Abul Hasan Syadzili) ataupun oleh orang lain, seperti hizb al-bahr, hizb al-nashr, hizb al-barr atau al-kabir dan lain-lain.
Saat ini dapat dijumpai bahwa di banyak pesantren di Indonesia diajarkan hizb al-Syadzili itu. Dikatakan bahwa doa-doa tersebut sangat makbul dan Syeikh Abu Hasan al-Syadzili mengakui bahwa dirinya menerima langsung dari lisan Nabi dalam penglihatan spiritual.
Karomah
Menurut Aqidah Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah meyakini bahwa para wali memiliki keistimewaan atau kemuliaan (karamah) di dunia adalah suatu kenyataan (Haq).
Berikut ini adalah karamah-karamah Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili:
1. Mengerti Isi Hati Seseorang
Di dalam kitab Jami’ul Karomatil Auliya’ karya Al Allamah Syekh Yusuf bin Ismail Nabhani menceritakan;
Suatu ketika Syekh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili menerangkan sebuah arti zuhud dalam sebuah majelis rutin pengajiannya, sementara ada pengikut yang hadir dengan pakaian yang jelek dan kumal, sehingga terbersit ucapan dalam hati si fakir miskin itu: “pakaian Syekh Abul Hasan bagus dan rapi, bagaimana mungkin berbicara tentang zuhud dari dunia, bukan beliau Syekh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili”
Tiba-tiba Syekh Abul Hasan menoleh kepada si fakir miskin itu sekan mengetahui apa yang dikatakan dalam hati si fakir miskin itu seraya berkata: “Kamu bukanlah orang yang zuhud, pakaian yang kamu kenakan ada unsur kesenangan duniawi, karena kamu menggunakan pakaian pakaian itu dengan tujuan menarik orang di sekitarmu agar terkesan dirimu orang fakir dan sehingga di sangka wali Allah”.
Berbeda dengan aku memakai pakaian bagus dan rapih, maka orang beranggapan bahwa kau orang yang kaya raya dan bukan orang zuhud , juga bukan wali Allah.
Maka seketika si fakir miskin berdiri dan mendekati syekh Abul Hasan lalu berkata;
“Wallahi… memang saya berkata, bahwa aku orang zuhud tetapi di dalam hati, sekarang aku bertaubat kepada Allah Swt dan maafkanlah saya wahai guru”
Mendengar pengakuan si fakir tersebut, Syekh Abul Hasan terharu kemudian ia memberikan kepadanya sebuah pakaian yang bagus dan baru. Lalu syaik Abul Hasan mendoakannya:
“Semoga Allah Swt memberikan kasih saying Nya kepadamu melalui hati orang-orang pilihan dan semoga hidupmu penuh barokah serta husnul khotimah di akhir hayatmu”.
2. Menjadi Wali Sejak Usia Enam Tahun
Menurut suatu riwayat bahwa Nabi Khidir as pernah datang kepada Syekh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili untuk menetapkan “wilayatul adzimah” kepada beliau (menjadi seorang wali yang memiliki kedudukan tinggi) disaat beliau menginjak usia enam tahun.
3. Selalu Melihat Lailatul Qodar
Syekh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili diberikan keanugerahan oleh Allah Swt selalu menjumpai turunnya Lailatul Qodar semenjak usia baligh hingga wafatnya. Seperti yang diterangkan dalam kitab Kasyful Asrar Li Tanwirul Afkar karya Mustafa bin Muhyiddin Asy-Syadzili, Syekh Abul Hasan Ali Asy-Syadzili berkata:
1. Apabila awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Ahad maka Lailatul Qodar jatuh pada malam ke-29 bulan Ramadhan.
2. Apabila awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Senin maka Lailatul Qodar jatuh pada malam ke-21 bulan Ramadhan
3. Apabila awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Selasa maka Lailatul Qodar jatuh pada malam ke-27 bulan Ramadhan
4. Apabila awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Rabu maka Lailatul Qodar jatuh pada malam ke19 bulan Ramadhan
5. Apabila awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Kamis maka Lailatul Qodar jatuh pada malam ke-25 bulan Ramadhan
6. Apabila awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Jumat maka Lailatul Qodar jatuh pada malam ke-17 bulan Ramadhan
7. Apabila awal puasa Ramadhan jatuh pada hari Sabtu maka Lailatul Qodar jatuh pada malam ke-23 bulan Ramadhan.
Untaian Nasehat
Berikut nasehat-nasehat beliau:
- Bila kamu mendapat kesulitan dalam biaya penghidupan maka ketahiolah bahwa Allah ingin mencintaimu, maka bersikap tegarlah dan jangan merasa jengkel.
- Barangsiapa bersabar ats cobaan Allah, menjauhi kemaksiatan dan yakin akan janji dan ancaman Allah berarti ia adalah imam meskipun sedikit sekali pengikutnya.
- Tasawuf ibarat pelatihan diri untuk menghamba kepada Allah.
- Bila kamu ingin senantiasa berkata jujur, maka perbanyaklah membaca surat Al Qadar.
- Bila kamu ingin mendapat keikhlasan dalam setiap keadaanmu, maka perbanyaklah membaca surat Al Ikhlas
- Bila kamu ingin kemudahan dalam rizki, maka perbanyaklah membaca surat Annas
Referensi
"Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin"
Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher
0 Response to "MENGENAL LEBIH DEKAT MANAQIB/ BIOGRAFI SYEIKH ABU HASAN ASY-SYADZULI, RA "
Post a Comment