MENGENAL LEBIH DEKAT MANAQIB/ BIOGRAFI SAYYID AHMAD AR-RIFA'I, RA

 

Sayyid Ahmad ar-Rifa’I, RA
 

MENGENAL LEBIH DEKAT MANAQIB/ BIOGRAFI 

SAYYID AHMAD AR-RIFA'I, RA

Lahir Sayyid Ahmad ar-Rifa’I, RA

Menurut sebagian riwayat, Sayyid Ahmad ar-Rifa’i lahir hari Kamis pada pertengahan bulan Muharam tahun 500 H di Ummi Abidah, daerah yang berada diantara Bashrah dan Baghdad, yang masyhur di Irak.  Sebelum lahir, ar-Rifa’i sudah dibanggakan oleh sejumlah ulama terkemuka kala itu, di antaranya Syaikh al-Kabir Tajul Arifin Abul Wafa, Syaikh Mansur, Syaikh Ahmad Khumais dan lainnya.

Nasab Sayyid Ahmad ar-Rifa’I, RA

Garis keturunan ar-Rifa’i bersambung kepada Nabi Muhammad saw. dari jalur Sayyidina Husain, cucu Rasulullah saw. Lengkapnya sebagai berikut; ar-Rifai bin Ali bin Yahya bin Sayyid Tsabit bin Hazim Ali bin Sayyid Ahmad bin Ali bin Hasan bin Rifa’ah al-Hasyimi al-Makki bin Sayyid Mahdi bin Abil-Qasim Muhammad bin Hasan bin Sayyid Husain ar-Radli bin Sayyid Ahmad al-Akbar bin Musa ast-Tsani bin Ibrahim al-Murtadla bin Sayyid Musa al-Kadzim bin Sayyidina Ja’far Shadiq bin Sayyid Muhammad Baqir bin Sayyid Zainal Abidin Ali As-Sujjad bin Sayyid Husain bin Sayyidina Ali Amirul Mu’minin dengan Sayyidah Fatimah binti Rasulullah saw. Sedangkan dari jalur ibu, nasab  ar-Rifa’i bersambung kepada salah satu sahabat Nabi yang bernama Abu Ayyub al-Anshari.

Wafat Sayyid Ahmad ar-Rifa’I, RA

Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i rahimahullah wafat pada waktu dhuhur, hari Kamis 12 Jumadil Ula tahun 578 H. Pada hari wafatnya Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i, ribuan orang datang melayat. Beliau dikebumikan di kuburan Yahya al-Bukhari di Bukhara.

Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau

Masa Sayyid Ahmad ar-Rifa’I, RA Menuntut Ilmu

Syeikh Imam Ahmad Ar-Rifa'i kecil lahir sebagai anak yatim. Beliau tidak pernah merasakan indahnya bercanda dengan sang ayah, tidak pernah merasakan hangatnya pelukan dan kasih sayang dari ayah tercinta. Beliau juga tidak pernah menerima petuah dan ilmu agama darinya. Sebab, sang ayah telah dipanggil Ilahi Rabbi ketika ar-Rifa’i masih berada dalam kandungan.

Hanya saja, hal itu tidak membuatnya kecil hati. Beliau tetap semangat dalam mencari ilmu. Sejak kecil ar-Rifa’i diasuh oleh pamanya, Syeikh Mansur. Ar-Rifa’i belajar kepada pamannya, tentang tarekat Sufiyah, ilmu Tasawuf, ilmu Syariah dan Hakikat. Bahkan Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i mendapat ijazah dari sang paman. Sedangkan dalam  ilmu Fiqih, Ahmad Ar-Rifa'i belajar kepada Abul-Fadhl al-Wasithi yang dikenal dengan Ibnul-Qari. Selain itu beliau juga belajar kepada beberapa ulama dengan rajin dan giat sampai berumur 27 tahun. Di antara gurunya adalah Syeikh Abu Bakar al-Wasthi.

Guru-Guru Beliau Sayyid Ahmad ar-Rifa’I, RA

1.     Syaikh Mansur

2.     Abul-Fadhl al-Wasithi

3.     Syaikh Abu Bakar al-WasthI

Penerus Beliau

Murid-muridnya banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti:

1. Al-Arif Billâh al-Ghaust Sayyid Abul Hasan Asy-Syadzili (pendiri thariqoh Syadziliyah)

2.    Al-Imam al-Hafidz Abdurrahman Jalauddin As-Suyûtiy (salah satu ulama fiqh)

3.    Syaikh Najmuddin (salah satu guru imam ad-dasuqi)

4.    Syaikh Aqîl al-munbiji

5.    Syaikh Ali al-Khowwas.

Karya

Karya-karya beliau dibukukan adalah:

1.   Tafsīr Sūrah al-Qadr

2.   Ath-Tharīq ila Allāh

3.   Syarh at-Tanbīh fī al-Fiqh

4.   Syarhu al-Kitab at-tanbih lisy-syiraziy

5.   Ma’aniy bismillahirrahmanirahim

Karomah

Mencium Tangan Rasulullah SAW

Pada tahun 555 H. saat itu Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i berumur 43 tahun, beliau berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan haji. Setelah di Mekkah beliau pergi ke Madinah untuk beziarah ke makam datuknya Rasulullah saw. Setelah sampai di Madinah, ar-Rifa’i dan para jamaahnya menuju masjid makam Rasulullah saw. di masjid Nabawi. Saat itu nampak pada para jamaah, karomah Imam ar-Rifa’i, para jamaah melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Rasulullah saw. menjawab salam dari Imam ar-Rifa’i. Ar-Rifa’i berkata “Assalamu ‘alaikum Wahai datukku.”.

Lalu datang dari dalam Hujroh Rasulullah suara, “Wa’alaikum salam Wahai anakku”. Ar-Rifai lalu masuk ke dalamnya dalam keadaaan gemetar dan menggigil sehingga warna kulitnya menjadi kekuning-kuningan dan ar-Rifai berlutut sambil menangis seraya berkata, “Dari kejauhan aku kirimkan ruhku untuk selalu mengingatmu sebagai perwakilanku, maka dalam kesempatan ini aku bisa melihat dengan seluruh jasadku padamu secara kasat mata. Maka aku mohon ulurkanlah tanganmu agar aku bisa mencium tanganmu”. 

Syahdan, tangan Rasulullah saw. keluar dari makamnya, ar-Rifai’ pun langsung menciumnya, sebagaimana yang diminta oleh Syeikh ar-Rifa’i. Semua jamaah haji yang ikut serta melihat dan mendengar langsung karomah Imam as-Syeikh al-Mursyid al-Ghaits az-Zahid al-Arif imamul-Akbar Sayyid Abul Abbas Ahmad ar-Rifa’i al-Kabir. Kejadian ini 23 tahun sebelum Imam ar-Rifa’i dipanggil di pangkuan Allah (wafat).

Dibaiat Langsung Oleh Rasulullah SAW

Pada waktu Syeikh Imam Ahmad ar-Rifa’i mencium tangan Rasulullah saw., beliau dibaiat langsung oleh Nabi Muhammad saw. Rasulullah saw. berkata pada Imam ar-Rifa’I, “Wahai anakku, pakailah selendang hitam dan naiklah ke atas mimbar lalu berkhutbahlah di depan para manusia. Baiat ini aku serahkan padamu dan kepada keturunanmu hingga hari kiamat”. Lalu Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i keluar dan melaksanakan perintah dari Rasulullah saw. Semua jamaah haji yang hadir saat itu mencapai 90.000 orang, semua menyaksikan langsung karomah dan pembaiatan Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i.

Dilihat Langsung Oleh Sulthanul Auliya’ Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani

Di antara jamaah yang yang melihat langsung kejadian itu mulai dari para ulama, tokoh masyarakat, pejabat, dan masyarakat umum dari menengah atas hingga masyarakat bawah. Di antara ulama adalah Sulthanul Auliya’ as-Syeikh Abdul Qadir al-Jilani, Sayyid Adiy bin Musafir as-Syamy, as-Syeikh Ali bin Khamis, as-Syeikh Hayat bin Qais al-Harany.

Anak Kecil

Pada suatu hari Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i  diminta bantuan oleh teman-temannya  untuk memeriksa kondisi tubuh seorang bocah yang terinjak-injak para pengunjung sebuah perhelatan malam. Saking semaraknya acara itu, para tamu bernyanyi, menari dengan riangnya, sehingga tidak terasa mereka telah menginjak-injak seorang anak kecil yang duduk di permadani. Hal itu baru diketahui pada pagi harinya setelah mereka lelah berjoget. Dan ketika diperiksa, ternyata anak itu sudah tidak bernyawa.

Tentu saja tuan rumah kelimpungan. Maka dia meminta bantuan kepada salah seorang tamunya, yaitu Syeikh Umar. Syeikh Umar kemudian minta bantuan lagi kepada Syeikh Ahmad  Ar-Rifa'i RA., yang dikenal sangat zuhud dan menjadi panutan masyarakat. Syeikh Umar banyak belajar pada Syeikh Ahmad.

Atas permintaannya itu, Syeikh Ahmad Ar-Rifa'i kemudian shalat dua raka'at dan berdoa kepada Allah. Setelah itu ia berkata kepada anak tersebut, "Wahai anakku, waktu subuh telah tiba, bangunlah." Ajaib, anak itu bangun, seperti tidak pernah terjadi apa-apa pada dirinya.

Keteladanan Hidup Syaikh Ahmad Rifa'i

Salah satu dari sekian banyak  budi pekerti yang diteladankan Syeikh Ahmad Rifa'i  adalah seringnya ia mengunjungi tempat orang-orang berpenyakit kusta. Ia tidak sekedar mengunjungi, tetapi  mencuci bersih pakaian orang-orang berpenyakit kusta yang sangat menjijikkan menurut pandangan umum itu. Dipeliharanya orang-orang yang sedang sakit itu dengan mengantarkan makanan untuk mereka dan ia  juga turut makan bersama-sama mereka  tanpa merasa jijik.

Ketika Syeikh Ahmad Al Rifa'i datang dari perjalanan dan  telah dekat dengan kampungnya, maka dipungutnya kayu bakar. Setelah  itu dibagi-bagikannya kayu bakar itu  kepada orang-orang sakit, orang buta, orang-orang tua dan orang  yang membutuhkannya. Syeikh Ahmad Rifa'i berkata, "Mendatangi orang-orang yang semacam itu adalah  wajib bagi kita dan bukan sekedar sunnah. Nabi Saw bersabda : "Barang siapa yang memuliakan orang tua muslim, maka Allah akan meluluhkan orang untuk memuliakannya jika ia sudah tua".

Setiap berada dijalan, Syeikh Ahmad Rifa'i selalu menunggu  lewatnya orang buta, di mana saat  ada orang buta lewat  lalu dipegang dan dituntun serta diantar  sampai ke tujuan. Syaikh Ahmad Rifa'i memiliki kasih sayang bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada binatang. Dikisahkan satu saat  ada seekor anjing menderita penyakit kusta. Kemana saja anjing itu pergi, ia selalu  diusir orang. Anjing itu kemudian dipelihara oleh Syeikh Ahmad Al-Rifa'i. Anjing itu dimandikan dengan air panas, lalu diberi obat dan makanan, sampai anjing itu sembuh dari penyakit yang dideritanya. Kalau ada orang yang bertanya tentang apa yang telah  diperbuatnya  Syeikh Ahmad Rifa'i selalu berkata , "Aku selalu membiasakan pekerjaan yang baik."

Syeikh Ahmad Rifa'i kalau kebetulan dihinggapi nyamuk akan  membiarkannya. Beliau tidak mengijinkan orang lain untuk  mengusirnya. Syeikh Ahmad Rifa'i berkata, "Biarkanlah dia meminum darah yang dibagikan Allah kepadanya."

Pada suatu hari ada seekor kucing sedang nyenyak tidur di atas lengan bajunya. Waktu shalat telah masuk. Syeikhh Ahmad Rifa'i lalu menggunting lengan bajunya itu karena ia  tidak sampai hati mengejutkan kucing yang sedang lelap tidur itu. Seusai shalat,  lengan bajunya itu diambil dan dijahit lagi.

Jika ada orang minta dituliskan wafak/azhimah  kepadanya, maka Syeikh Ahmad Rifa'i akan mengambil kertas lalu ditulis tanpa pena. Anehnya, sewaktu ada orang memberikan kertas yang pernah ditulisnya tanpa pena setahun sebelumnya, ia menolak untuk menulis ulang di atas kertas itu sambil menjelaskan bahwa kertas itu sudah pernah ditulisinya.

Budi pekerti mulia  lain yang ditunjukkan Syeikh Ahmad Rifa'i ialah beliau  tidak mau membalas kejahatan dengan kejahatan. Apabila beliau dimaki  orang, ia hanya  menundukkan kepala dan bersujud mencium bumi dan menangis serta meminta maaf  kepada orang yang memakinya. Syeikh Ahmad Rifa'i pernah dikirimi surat oleh Syeikh Ibrahim al-Basity yang isi suratnya merendahkan martabatnya. Syaikh Ahmad Rifa'i berkata kepada orang yang menyampaikan surat itu, "Coba bacalah surat itu!"

Ternyata isi surat itu  adalah  "Hai orang yang buta sebelah, hai Dajjal, hai orang yang membikin bid'ah,  dan berbagai macam caci-maki yang menyakitkan hati."  Setelah  pembawa surat itu selesai membaca surat,  maka surat itu diterimakan kepada Syeikh Ahmad Rifa'i, dan setelah membaca Syaikh Ahmad Rifa'i berkata : "Ini semua benar, semoga Allah membalas kebaikan kepadanya." Lalu Syeikh Ahmad Rifa'i  berkata dengan bersyair, 

"Maka tidaklah aku peduli kepada orang yang meragukan aku yang penting menurut Allah, aku bukanlah orang yang meragukan." 

Sebentar kemudian  Syeikh Ahmad Rifa'i berkata : "Tulislah sekarang jawaban balasanku yang berbunyi :

"Dari orang rendah kepada Tuanku Syaikh Ibrahim. 

Mengenai tulisan Tuan seperti yang tertera dalam surat, 

memang Allah telah menjadikan aku menurut apa yang dikehendaki-Nya 

dan aku mengharapkanmu hendaknya sudi bersedekah kepadaku 

dengan mendo'akan dan memaafkanku."

Setelah surat balasan ini sampai pada Syaikh Ibrahim al-Basity dan dibaca isinya, kemudian Syaikh Ibrahim pergi. Menurut cerita,   tidak ada seorang pun yang tahu ke mana syaikh itu pergi.

Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i

Ajaran tasawuf Syaikh Ahmad Rifa'i banyak diriwayatkan oleh ‘Abdul Wahhab Al-Sya'rani dalam buku At-Thabaqat al-Kubra. Ajaran zuhud, misal, menurut Syaikh Ahmad Rifa'i adalah landasan keadaan yang diridlai dan tingkatan-tingkatan yang disunnahkan. Langkah pertama salik menuju Allah adalah mengarahkan diri sepenuhnya kepada Allah.  Siapa yang belum menguasai landasan kezuhudan, maka langkah-langkah selanjutnya akan sulit menemukan yang benar. Sedang ma'rifat, menurut Syaikh Ahmad Rifa'i, adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yaqin sehingga tersingkaplah hakikat realitas-realitas yang benar-benar meyakinkan. Dalam riwayat lain, dikisahkan Syaikh Ahmad Rifa'i berkata,

"Cinta mengantar pada rindu dendam, sementara ma'rifat mengantar pada kefanaan - ketiadaan diri."

Ajaran Syaikh Ahmad Rifa'i tidak lepas dari rebana sebagai pengiring dzikir dan shalawat. Menurut riwayat, suatu saat Syaikh Ahmad Rifa'i berdzikir dalam keadaan fanaa. Tubuhnya terangkat ke atas dan dalam keadaan tidak sadar ia menepuk-nepuk dadanya. Allah memerintahkan kepada malaikat untuk memberinya rebana di dadanya. Tetapi Syaikh Ahmad Rifa'i tidak ingat apa-apa akibat terlalu khusyuknya. Sejak saat itu, rebana menjadi bagian dari ajaran tarikat Ar-Rifa'iyyah.

Untuk menuju kepada Tuhan, Al-Rifa'i mengajarkan dzikir yang diformulasi dengan irama dan intonasi suara yang lantang dengan tujuan supaya yang tidur bangun dan yang alpa menjadi ingat. Oleh karena cara berdzikir yang berirama itu, dunia Barat menyebut dzikir Tarikat Rifa'iyyah dengan sebutan Darwis Menangis, terutama karena suara-suara ganjil yang dihasilkan pada dzikir berjama'ah Tarikat Rifa'iyyah. Ada pula yang menyebut dzikir Rifa'iyyah dengan sebutan Dzikir Arra, yaitu "dzikir menggergaji" terutama yang dijalankan Tarikat Rifa'iyyah di Asia Tengah dan Turki. Sebagian penganut Tarikat Rifa'iyyah menyatakan tidak tahu pasti apakah Dzikir dengan suara lantang itu diajarkan oleh Syaikh Ahmad Rifa'i sendiri atau ada pengaruh dari Tarikat Yasawiyyah yang dibangsakan kepada Syaikh Ahmad Yasawi, di mana Syaikh Ahmad Yasawi dikenal sebagai pelopor dzikir lantang karena ia seorang sastrawan sufi.

 

Dalam kitab at-Thabaqat al-Kubra  diterangkan, pada saat mengajar Syaikh Ahmad Rifa'i suaranya terdengar oleh orang-orang yang tinggal jauh dari tempatnya seolah semua bisa mendengar apa yang disampaikan  sama seperti orang yang dekat dengan tempatnya mengajar. Saat Syaikh Ahmad Rifa'i mengajar,  penduduk di sekitar  Ummi Abidah beramai-ramai keluar dari rumahnya untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh Syaikh Ahmad Rifa'i. Konon,  orang yang  tuli pun  jika hadir mengaji, akan dibukakan pendengarannya oleh Allah sehingga bisa mendengar apa yang disampaikan  Syaikh Ahmad Rifa'i. Para guru tarikat  banyak yang hadir untuk mendengarkan wejangan   Syaikh Ahmad Al-Rifa'i. Mereka biasanya menggelar sajadah sebagai tempat duduk. Setelah Syaikh Ahmad Al-Rifa ‘i selesai memberi pelajaran, mereka pulang sambil menempelkan sajadah ke dada mereka  masing-masing. Setelah sampai di rumah,  mereka dengan lancar  bisa menjelaskan semua yang telah mereka dengar  kepada para muridnya. 

Dari berbagai ajaran Al-Rifa'i yang paling menonjol dan terkenal adalah Dabus, suatu didikan yang luar biasa ganjil.Annemarie Schimmel dalam Mystical Dimensions of Islam (1975) menganggap Tarikat Rifa'iyyah sebagai tarikat ganjil karena melatih murid-muridnya untuk tahan api, melukai diri sendiri dengan benda-benda tajam, berjalan di atas pecahan kaca, mematukkan diri dengan ular berbisa, memakan kaca, ditusuk benda-benda runcing (dabus), dengan anggapan murid-murid yang mencapai tahap fana tidak lagi memiliki rasa sakit karena sangat dzikir kepada Allah.

Asy-Sya'rani mengomentari kedudukan Al-Rifa'i dalam kedudukan tasawuf  dengan ungkapan,"Dia adalah seorang tokoh dalam tasawuf, mengenal berbagai keadaan kaum sufi, dan banyak menuingkap masalah-masalah posisi mereka. Setiap kali ia keluar, ia selalu diikuti orang banyak. Dia memiliki murid."

Keanehan dalam berbagai hal, tidak hanya dimiliki Al-Rifa'i, banyak hal aneh yang juga sering terjadi pada diri murid Syaikh Ahmad Rifa'i seperti mampu  masuk ke dalam api yang sedang menyala, menjinakkan binatang buas seperti harimau, membuat hewan buas patuh dan menuruti apa yang mereka katakana, sehingga singa pun  dapat dijadikan kendaraan oleh mereka. Di Mesir banyak cerita tentang bagaimana murid-murid Tarikat Rifa'iyyah menolong orang-orang yang dipatuk ular cobra.  Pendek kata, berbagai keajaiban ditunjukkan oleh murid-murid Tarikat Rifa'iyyah.


Keteladanan Hidup Syaikh Ahmad Rifa'i

Salah satu dari sekian banyak  budi pekerti yang diteladankan  Syaikh Ahmad Rifa'i  adalah seringnya ia mengunjungi tempat orang-orang berpenyakit kusta. Ia tidak sekedar mengunjungi, tetapi  mencuci bersih pakaian orang-orang berpenyakit kusta yang sangat menjijikkan menurut pandangan umum itu. Dipeliharanya orang-orang yang sedang sakit itu dengan mengantarkan makanan untuk mereka dan ia  juga turut makan bersama-sama mereka  tanpa merasa jijik.

Ketika Syaikh Ahmad Al Rifa'i datang dari perjalanan dan  telah dekat dengan kampungnya, maka dipungutnya kayu bakar. Setelah  itu dibagi-bagikannya kayu bakar itu  kepada orang-orang sakit, orang buta, orang-orang tua dan orang  yang membutuhkannya. Syaikh Ahmad Rifa'i berkata, "Mendatangi orang-orang yang semacam itu adalah  wajib bagi kita dan bukan sekedar sunnah. Nabi Saw bersabda : "Barang siapa yang memuliakan orang tua muslim, maka Allah akan meluluhkan orang untuk memuliakannya jika ia sudah tua".

Setiap berada dijalan, Syaikh Ahmad Rifa'i selalu menunggu  lewatnya orang buta, di mana saat  ada orang buta lewat  lalu dipegang dan dituntun serta diantar  sampai ke tujuan. Syaikh Ahmad Rifa'i memiliki kasih sayang bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada binatang. Dikisahkan satu saat  ada seekor anjing menderita penyakit kusta. Kemana saja anjing itu pergi, ia selalu  diusir orang. Anjing itu kemudian dipelihara oleh Syaikh  Ahmad Al-Rifa'i. Anjing itu dimandikan dengan air panas, lalu diberi obat dan makanan, sampai anjing itu sembuh dari penyakit yang dideritanya. Kalau ada orang yang bertanya tentang apa yang telah  diperbuatnya Syaikh Ahmad Rifa'i selalu berkata , "Aku selalu membiasakan pekerjaan yang baik."

 

Syaikh Ahmad Rifa'i kalau kebetulan dihinggapi nyamuk akan  membiarkannya. Ia tidak mengijinkan orang lain untuk  mengusirnya. Syaikh Ahmad Rifa'i berkata, "Biarkanlah dia meminum darah yang dibagikan Allah kepadanya."

Pada suatu hari ada seekor kucing sedang nyenyak tidur di atas lengan bajunya. Waktu shalat telah masuk. Syaikh Ahmad Rifa'i lalu menggunting lengan bajunya itu karena ia  tidak sampai hati mengejutkan kucing yang sedang lelap tidur itu. Seusai shalat,  lengan bajunya itu diambil dan dijahit lagi.

Jika ada orang minta dituliskan wafak/azhimah  kepadanya, maka Syaikh Ahmad Rifa'i akan mengambil kertas lalu ditulis tanpa pena. Anehnya, sewaktu ada orang memberikan kertas yang pernah ditulisnya tanpa pena setahun sebelumnya, ia menolak untuk menulis ulang di atas kertas itu sambil menjelaskan bahwa kertas itu sudah pernah ditulisinya.

Budi pekerti mulia  lain yang ditunjukkan Syaikh Ahmad Rifa'i ialah ia  tidak mau membalas kejahatan dengan kejahatan. Apabila ia dimaki  orang, ia hanya  menundukkan kepala dan bersujud mencium bumi dan menangis serta meminta maaf  kepada orang yang memakinya.  Syaikh Ahmad Rifa'i pernah dikirimi surat oleh Syeikh Ibrahim al-Basity yang isi suratnya merendahkan martabatnya. Syaikh Ahmad Rifa'i berkata kepada orang yang menyampaikan surat itu, "Coba bacalah surat itu!"

Ternyata isi surat itu  adalah  "Hai orang yang buta sebelah, hai Dajjal, hai orang yang membikin bid'ah,  dan berbagai macam caci-maki yang menyakitkan hati."  Setelah  pembawa surat itu selesai membaca surat,  maka surat itu diterimakan kepada Syaikh Ahmad Rifa'i, dan setelah membaca Syaikh Ahmad Rifa'i berkata : "Ini semua benar, semoga Allah membalas kebaikan kepadanya." Lalu Syaikh Ahmad Rifa'i  berkata dengan bersyair, 

"Maka tidaklah aku peduli kepada orang yang meragukan aku 

yang penting menurut Allah, aku bukanlah orang yang meragukan." 

Sebentar kemudian  Syaikh Ahmad Rifa'i berkata : "Tulislah sekarang jawaban balasanku yang berbunyi :

"Dari orang rendah kepada Tuanku Syaikh Ibrahim. 

Mengenai tulisan Tuan seperti yang tertera dalam surat, 

memang Allah telah menjadikan aku menurut apa yang dikehendaki-Nya 

dan aku mengharapkanmu hendaknya sudi bersedekah kepadaku 

dengan mendo'akan dan memaafkanku."

Setelah surat balasan ini sampai pada Syaikh Ibrahim al-Basity dan dibaca isinya, kemudian Syaikh Ibrahim pergi. Menurut cerita,   tidak ada seorang pun yang tahu ke mana syaikh itu pergi. 

Kisah menggemparkan yang pernah dialami Syaikh Ahmad Rifa'i adalah sewaktu ia melakukan ibadah Haji dan  ketika berziarah ke Makam Nabi Muhammad Saw. Saat itu terlihat  tangan menjulur dari dalam kubur Nabi Saw bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi Saw tersebut. Kejadian itu disaksikan oleh banyak orang  yang  berziarah ke Makam Nabi Saw tersebut. Semua orang takjub dan terheran-heran dengan peristiwa aneh itu.

 

Setelah menyaksikan keajaiban gurunya, salah seorang murid Syaikh Ahmad Rifa'i berkata, "Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Qutub!". Syaikh Ahmad Rifa'i  menjawab, "Sucikan syak wasangkamu daripada Qutubiyah".  Lalu  murid itu berkata lagi, "Tuan Guru adalah Ghauts!".  Syaikh Ahmad Rifa'i menjawab lagi, "Sucikan syak wasangkamu daripada Ghautsiyah"


Menurut Al-Imam Asy-Sya'rani, jawaban-jawaban Syaikh Ahmad Rifa'i atas simpulan muridnya adalah dalil bahwa Syaikh Ahmad Al-Rifa'i  sejatinya telah melampaui "Maqaamat" dan "Athwar",   karena ketinggian derajatnya , kualitas maqam-nya, dan dekatnya dengan Allah sehingga tidak diketahuinya maqam, meski terdapat beberapa maqam.

Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. 

Sabdanya, “Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, 

“Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk. Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau dengan debu sambil menangis dan beristighfar. 

Yang dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa’i ialah sakit “Muntah Berak”. Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan. Hingga ada yang tanya, 

“Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari mana yaa kanjeng syeikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak makan dan minum. Beliau menjawab, 

“Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga akan

keluar dan besok aku akan menghadap Sang Maha Kuasa".Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. 

Demikian mulia dan besarnya pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain.

Tentang waktu wafatnya Syaikh Ahmad Rifa'i tidak terdapat keseragaman. Sebagian menyatakan Syaikh Ahmad Rifa'i  wafat tahun 578 H di al-Batha'ih, yang lain menyatakan  Syaikh Ahmad Rifa'i wafat di Umm Ubaidah pada 22 Jumadilawwal 578 H atau 23 September 1183 M. Namun ada pula yang menyatakan  Syaikh Ahmad Rifa'i wafat  pada hari Kamis, waktu Dhuhur, tanggal 12 Rabbiul awwal 570 H dengan mengucapkan dua kalimah syahadat. Ada juga riwayat Beliau wafat pada hari Kamis 12 Jumadil Ula 580 H, di Umm Ubaidah di usia 90 tahun. Kata Rifa’i dinisbathkan kepada orang yang mempunyai kedudukan tinggi di Maghrib.

            Meskipun banyak bukti sejarah tenang masuknya tarekat Rifa‘iyah di Indonesia seperti di atas tadi. Namun, belum diketahui dan dijumpai bagaimana bentuk transmisi tarekat Rifa‘iyah di Indonesia berdasarkan silsilahnya. Apalagi dengan silsilah gabungan antara tarekat Qadiriyah wa Rifa‘iyah.

Sebuah manuskrip tua memberikan informasi tentang perkembangan tarekat Qadiriyah wa Rifa‘iyah di Indonesia, ada dua buah tahun yang terdapat pada kolofon naskah ini, pertama tahun 1184 H dan kedua tahun 1187 H. Naskah ini memberikan informasi tentang silsilah tarekat Qadiriyah wa Rifa‘iyah yang berkembang di Indonesia. Silsilah tersebut dapat dilihat di bawah ini :

     (1).Nabi Muhammas Saw

     (2).Ali bin Abi Thalib

     (3).Imam Husain

     (4).Imam Zainal Abidin

     (5).Imam Muhammad Baqir

     (6).Imam Ja‘far al-Shadiq

     (7).Imam Musa Al-Kazhim

     (8).Imam Ali Musa al-Ridhawiyah

     (9).Syekh Ma‘ruf al-Karkhi

     (10).Syekh Sarri as-Siqthi

     (11).Syekh Abu al-Qasim Junaidi al-Baghdadi

     (12).Syekh Abu Bakar asy-Syibli

     (13).Syekh Abdul Azizi

     (14).Syekh Abdul Wahid at-Tamin at-Tamimi

     (15).Syekh Abu al-Faraj al-Tharthusi

     (16).Syekh Abu Hasan Ali al-Quraysi al-Hakkari

     (17).Syekh Abu Sa‘id al-Mubarak al-Makhzum

     (18).Syekh Muhyiddin Abi Muhammad Sayyid Abdul Qadir al-Jaylani

     (19).Sayyid Abdurrazaq

     (20).Sayyid Syamsuddin Abi Shalih

     (21).Sayyid Zainuddin

     (22).Sayyid Baqaluddin

     (23).Sayyid Nurruddin

     (24).Sayyid Tajuddin

     (25).Sayyid Yasin

     (26).Sayyid Husain al-Qadiri

     (27).Sayyid Muhammad al-Husain al-Ahmadi ar-Rifa‘i

     (28).Sayyid Abdurrahim Rifa‘i

     (29).Sayyid Yusuf ar-Rifa‘i

     (30).Sayyid Abd ar-Rifa‘i Ahmad

     (31).Sayyid Abdullah bin Sayyid Muhammad Al-‘Abd al-Husaini

     (32).Syekh Qasim al-‘Ala’i

Hadzihi asy-syajarah al-mubaarakah bi ismi asy-Syaikh Qaasim na’khudz a‘la’i muriid al-qaadiri khalifah al-qaadiriyah wa al-rifa‘iyah syahr Jumadil tarikh thamaniyah sannah 1184 H.

Pada silsilah ini sangat terlihat jelas ada penggabungan silsilah antara tarekat Qadiriyah dan Rifa‘iyah yang kemudian dikenal dengan tarekat Qadiriyah wa Rifa‘iyah. Penggabungan tarekat ini kemudian juga akan berdampak kepada penamaan terhadap amalan pada tarekat ini.

“sekarang hijrah Nabi saw 1187 pada tahun alif pada bulan Rabi‘ul Akhir dalam dua belas hari bulan fi yaum sabt pada masa itu. tamat surat ini daripada naskhahnya wallahu a‘lam.
Hijrah Nabi 1187 pada tahun dal akhir dalam dua puluh hari bulan Zulqaidah pada hari Ithnain pada masa itu lah mualim mengambil wadha’ daripada gurunya tuan Khalifah yang duduk dalam Bandar Natar yang memegangkan hukum segala anak Aceh Qadi oleh baba mu‘alim, tamat kalam” ‘Inilah tarekat daripada Sayyid Yusuf yang khadim kan kepada Muhammad Amin wallahu a’lam”.

Setelah itu pada naskah ini dimulailah bacaan al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi, para istrinya, sahabatnya, anaknya Fatimah dan ccunya Hasan Husain kemudian para Tabi‘in dan Tabi’ Tabi’in dari kalangan Anshar dan Muhajirin dan kepada ulama yang mujtahid yang empat dan kemudian kepada Syekh Abdul Qadir al-Jaylani dan kemudian secara khusus kepada Syekh Ahmad Rifa’i, dan kemudian kepada Syekh Ahmad bin ‘Alwan, dan kemudian secara khusus kepada Syekh Ahmad yang dikenal dengan ‘Abd ar-Rifa‘i bin Yusuf, dan kemudian secara khusus kepada  Muhammad Amin bin Abdul Faqar bin Abdullah bin al-marhum Yusuf."

Dalam penjelasan teks ini mungkin dapat dihubungkan dengan keterangan di atas bahwa Muhammad Amin merupakan cicit dari Sayyid Yusuf dan juga memperjelas tentang penggabungan antara tarekat Qadiriyah dan Rifa‘iyah.

Tarekat Rifaiyah mempunyai tiga ajaran dasar, yaitu :

               1.     Tidak meminta sesuatu

               2.     Tidak menolak

               3.     Tidak menunggu

Sementara itu, menurut asy-Syarani, tarekat ini menekankan pada :

          1.     ajaran asketisme (zuhud)

         2.     Makrifat (puncak tertinggi dalam ajaran tasawuf)

 

Dalam pandangan Syekh Ar-Rifai, sebagaimana diriwayatkan asy-Syarani, asketisme merupakan landasan keadaan-keadaan yang diridhai dan tingkatan-tingkatan yang disunahkan. Asketisme adalah langkah pertama orang menuju kepada Allah, mendapat ridha dari Allah, dan bertawakal kepada Allah. Menurut Syekh Ar-Rifai, "Barang siapa belum menguasai landasan kezuhudan, langkah selanjutnya belui lagi benar."

Mengenai makrifat... Syekh Ar-Rifai berpendapat bahwa penyaksian adalah kehadiran dalam makna kedekatan kepada Allah disertai ilmu yakin dan tersingkapnya hakikat realitas-realitas secara benar-benar yakin. Menurutnya, cinta mengantar rindu dendam, sedangkan makrifat menuju kefanaan ataupun ketiadaan diri.Irhamni MA dalam tulisannya mengenai Syekh Ahmad Ar-Rifai mengungkapkan bahwa pendiri Tarekat Rifaiyah ini semasa hidupnya pernah mengubah sebuah puisi bertema

 "Cinta Ilahi"

Andalkan malam menjelang, 

begitu gairah kalbuku mengingat-Mu. 

Bagai merpa terbelenggu atau meratap tanpa jemu. 

Di atasku awan menghujani derita dan putus asa. 

Di bawahku lautan menggelora/ kecewa Tanyalah atau biarlah mereka bernyawa. 

Bagaimana tawanan-Nya bebaskan tawanar lainnya. 

Sementara dia bisa dipercaya tanpa Nya. 

Dan, dia tidak terbunuh, kematian itu istiroh baginya. 

Bahkan, dia tidak dapat mai sampai bebas karenanya

Syair di atas merupakan salah satu bentuk asketisme yang dilakukan Syekh Ahmad Rifa dalam mencapai hakikat tertinggi mengenal Alloh. Tentu saja, wirid dan zikir antara satu tarekat dengan lainnya berbeda-beda. Termasuk dalam hal lelaku atau gerakan zikir ini. Namun, satu hal yang menjadi kesamaan hampir dalam seluruh tarekat adalah zikir kalimat tahlil, yakni 

La llaha illallah (tiada Tuhan kecuali Allah).

Kalimat ini senantiasa dibaca secara berulang-ulang. Bentuk lainnya berupa zikir vokal yang diucapkan secara teratur oleh kaum Rifaiyah dalam zawiyah mereka.

Dalam beberapa cabang Rifaiyah, para pengikut mengucapkan berbagai doa dan selalu melafalkan nama Allah [asmaulhusna). Misalnya, 

Allah, Wu (Dia), 

Hayy (Yang Hidup), 

Haqq (Yang Nyata), 

Qayyum (Yang Mandiri), 

Rahman (Yang Pengasih), 

Rahim (Yang Penyayang), dan lainnya.


Ciri khas Tarekat Rifaiyah terletak pada zikirnya. Zikir kaum Rifaiyah ini disebut darwis melolong karena dilakukan bersama-sama dan diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Zikir tersebut dilakukannya sampai mencapai suatu keadaan. Saat itu, mereka dapat melakukan perbuatan-perbuatan yang menakjubkan, misalnya berguling-guling dalam bara api, tetapi tidak terbakar sedikit pun..

Untaian Nasehat

Berikut nasehat-nasehat beliau:

1.   Aku telah mencoba menempuh semua jalan menuju kepada Allah SWT. Namun tidak kutemukan jalan yang lebih mudah, lebih dekat dan lebih pantas selain dari kefakiran, kehinaan dan kesusahan.

2.  Di antara tanda-tanda tenang bersama Allah SWT, adalah merasa resah ketika berada bersama orang-orang kecuali para wali. Sebab tenang bersama para waliyullah berarti tenang bersama Allah SWT.

3.    Sesuatu yang lebih dekat dengan murka Allah SWT, adalah melihat (dengan penuh rasa bangga) pada diri sendiri, tingkah laku dan amal kebajikannya. Yang lebih parahnya lagi adalah meminta imbalan atas suatu amalan (ibadah)”.

4.    Seandainya engkau memiliki akal yang hakiki, maka tidak mungkin engkau akan condong berlebihan terhadap dunia, walaupun mungkin dunia condong kepadamu. Karena dunia adalah penghianat dan tukang bohong, ia selalu menertawakan orang-orang yang mencintainya. Barangsiapa yang menjauhinya maka dia akan selamat, sebaliknya barangsiapa yang condong mencintainya, maka dia akan terkena musibah karenanya. Dunia diibaratkan sebagai seekor ular yang gemulai jalannya, namun bisanya mematikan. Kenikmatannya mudah sirna, hari-harinya berlalu bagaikan khayalan. Maka sibukkan dirimu dengan bertakwa kepada Allah SWT, janganlah lalai untuk mengingat-Nya walau sesaat. 

5.  Jika engkau belajar serta mendengar ucapan yang benar, maka ikutilah. Jangan engkau seperti orang-orang yang berilmu tapi tidak mau mengamalkannya. Sungguh aneh orang yang tahu bahwa dirinya akan mati namun lupa akan kematian tersebut. Sungguh aneh orang yang tahu bahwa dirinya akan berpisah dengan dunia namun dia tetap saja mencintainya.

Kalian habiskan waktu dengan gurauan dan kelalaian, kalian isi hari-hari dengan khilaf dan maksiat. Lelucon kalian seolah seperti lelucon orang yang aman dari nelangsa, Gurauan kalian seperti gurauan orang yang tidak akan mendengar hari kiamat. Kalian seolah-olah tidak akan melihat kubur, dan terhadap orang yang menempatinya kalian seolah tidak memperdulikan.

6. Apa yang kau makan akan habis, apa yang kau pakai akan rusak, sedangkan kembali pada Allah adalah keharusan yang menuntut, dan berpisah dengan yang dicintai adalah janji yang pasti tiba. Dunia awalnya lemah dan asing, sedang akhirnya adalah mati dan kuburan.

Referensi

"Riwayat Hidup Para Wali dan Shalihin" dan Penerbit: Cahaya Ilmu Publisher

 

0 Response to "MENGENAL LEBIH DEKAT MANAQIB/ BIOGRAFI SAYYID AHMAD AR-RIFA'I, RA"

Post a Comment