FROFIL TOKOH MENGENAL LEBIH DEKAT " Anis Rasyid Baswedan, Ph.D " SEMOGA DAPAT MENJADI INSFIRASI DAN MOTIVASI DIRI




Anies Baswedan telah resmi maju sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 bersama pasangannya Calon Wakil Gubernur Sandiaga Uno Pada putaran ke-2 yang akan datang setelah unggul dari pasangan Agus dan Silvi, Anis dan Uno diusung oleh partai Gerindra dan PKS. Berikut profil Anies Rasyid Baswedan Ph.D
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia ke-29
Masa jabatan
27 Oktober 2014 – 27 Juli 2016
Didahului oleh Mohammad Nuh
Digantikan oleh Muhajir Effendy
Rektor Universitas Paramadina ke-2
Masa jabatan
15 Mei 2007 – 6 Januari 2015
Didahului olehSohibul Iman
(Sebagai Pejabat Rektor)
Digantikan olehFirmanzah
Informasi pribadi
Lahir: 7 Mei 1969 (umur 47) di Kuningan, Jawa Barat, Indonesia
Kebangsaan: Indonesia
Istri: Fery Farhati Ganis
Anak: Mutiara Annisa Baswedan
Mikail Azizi Baswedan
Kaisar Hakam Baswedan
Ismail Hakim Baswedan
Alma mater:
Universitas Gadjah Mada
University of Maryland, College Park
Pekerjaan: Akademisi
Agama: Islam
Media sosial
Situs webwww.aniesbaswedan.com
Anies Rasyid Baswedan, Ph.D, (lahir di Kuningan, Jawa Barat, 7 Mei 1969; umur 47 tahun[1]) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ke-26 di Kabinet Kerja yang menjabat sejak 26 Oktober 2014 sampai 27 Juli 2016.
Dalam pertengahan periode Kabinet, Ia digantikan oleh Muhadjir Effendy, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang dalam perombakan Kabinet 27 Juli 2016. Ia adalah seorang intelektual dan akademisi asal Indonesia.
Ia merupakan cucu dari pejuang kemerdekaan Abdurrahman Baswedan. Ia menginisiasi gerakan Indonesia Mengajar dan menjadi rektor termuda yang pernah dilantik oleh sebuah perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2007, saat menjadi Rektor Universitas Paramadina pada usia 38 tahun.
Menjelang pemilihan umum Presiden Indonesia 2014, ia ikut mencalonkan diri menjadi calon presiden lewat konvensi Partai Demokrat.
Anies dilahirkan di Kuningan, Jawa Barat pada tanggal 7 Mei 1969 dari pasangan Rasyid Baswedan dan Aliyah Rasyid. Anies mulai mengenyam bangku pendidikan pada usia 5 tahun. Saat itu, ia bersekolah di TK Masjid Syuhada. Menginjak usia enam tahun, Anies masuk ke SD Laboratori, Yogyakarta.[2]
Setelah lulus SD, Anies diterima di SMP Negeri 5 Yogyakarta.[3] Dia bergabung dengan Organisasi Siswa Intra Sekolah di sekolahnya, dan menduduki jabatan sebagai pengurus bidang humas yang dijuluki sebagai “seksi kematian,” karena tugasnya mengabarkan kematian.[4] Anies juga pernah ditunjuk menjadi ketua panitia tutup tahun di SMP-nya.[5]
Lulus dari SMP, Anies meneruskan pendidikannya di SMA Negeri 2 Yogyakarta. Dia tetap aktif berorganisasi hingga terpilih menjadi Wakil Ketua OSIS,[5], dan mengikuti pelatihan kepemimpinan bersama tiga ratus orang Ketua OSIS se-Indonesia. Hasilnya, Anies terpilih menjadi Ketua OSIS se-Indonesia pada tahun 1985.[5]
Pada tahun 1987, dia terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar AFS dan tinggal selama setahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat.[3] Program ini membuatnya menempuh masa SMA selama empat tahun dan baru lulus pada tahun 1989.
Sekembalinya ke Yogyakarta, Anies mendapat kesempatan berperan di bidang jurnalistik. Ia bergabung dengan program Tanah Merdeka di Televisi Republik Indonesia cabang Yogyakarta, dan mendapat peran sebagai pewawancara tetap tokoh-tokoh nasional.[5]
Masa kuliah
UGM (1989-1995)
Anies diterima masuk di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dia tetap aktif berorganisasi, bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Islam dan menjadi salah satu anggota Majelis Penyelamat Organisasi HMI UGM.[7]
Di fakultasnya, Anies menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa dan ikut membidani kelahiran kembali Senat Mahasiswa UGM setelah pembekuan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dia terpilih menjadi Ketua Senat Universitas pada kongres tahun 1992,[7], dan membuat beberapa gebrakan dalam lembaga kemahasiswaan.
Anies membentuk Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai lembaga eksekutif memosisikan senat sebagai lembaga legislatif, yang disahkan oleh kongres pada tahun 1993.
Masa kepemimpinannya juga ditandai dengan dimulainya gerakan berbasis riset, sebuah tanggapan atas tereksposnya kasus BPPC yang menyangkut putra Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra.[7] Anies turut menginisiasi demonstrasi melawan penerapan Sistem Dana Sosial Berhadiah pada bulan November 1993 di Yogyakarta.[8]
Pada tahun 1993, Anies mendapat beasiswa dari untuk JAL Foundation untuk mengikuti kuliah musim panas di Sophia University, Tokyo dalam bidang kajian Asia. Beasiswa ini ia dapatkan setelah memenangkan sebuah lomba menulis mengenai lingkungan.[9]
Amerika Serikat (1997-2005)
Setelah lulus kuliah, Anies bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi UGM, sebelum mendapat beasiswa Fulbright dari AMINEF untuk melanjutkan kuliah masternya dalam bidang keamanan internasional dan kebijakan ekonomi di School of Public Affairs, University of Maryland, College Park pada tahun 1997. Ia juga dianugerahi William P. Cole III Fellow di universitasnya, dan lulus pada bulan Desember 1998.[10]
Sesaat setelah lulus dari Maryland, Anies kembali mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliahnya dalam bidang ilmu politik di Northern Illinois University pada tahun 1999. Dia bekerja sebagai asisten peneliti di Office of Research, Evaluation, and Policy Studies di kampusnya, dan meraih beasiswa Gerald S. Maryanov Fellow, penghargaan yang hanya diberikan kepada mahasiswa NIU yang berprestasi dalam bidang ilmu politik pada tahun 2004.[5]
Disertasinya doktoralnya yang berjudul Regional Autonomy and Patterns of Democracy in Indonesia menginvestigasi efek dari kebijakan desentralisasi terhadap daya respon dan transparansi pemerintah daerah serta partisipasi publik, menggunakan data survei dari 177 kabupaten/ kota di Indonesia.[10] Dia lulus pada tahun 2005.
Karier
Dalam berbagai kesempatan, Anies Baswedan selalu mengatakan ada tiga hal yang ia jadikan pedoman dalam memilih karier. Apakah secara intelektual dapat tumbuh, apakah masih dapat menjalankan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, apakah mempunyai pengaruh sosial.[11]
Peneliti Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM
Selesai program Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi UGM, Anies Baswedan sempat berkarier sebagai peneliti dan koordinator proyek di Pusat Antar-Universitas Studi Ekonomi UGM. Kariernya di sana tak berlangsung lama, sebab pada 1996 ia mendapatkan beasiswa program master ke Amerika Serikat.
Manajer Riset IPC, Inc, Chicago
Selesai mengambil kuliah doktor pada 2004, karena tidak memiliki uang untuk kembali ke tanah air, Anies sempat bekerja sebagai manajer riset di IPC, Inc. Chicago, sebuah asosiasi perusahaan elektronik sedunia.
Kemitraan Untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan
Ia kemudian bergabung dengan Kemitraan untuk Reformasi Tata Kelola Pemerintahan sebuah lembaga non-profit yang berfokus pada reformasi birokrasi di beragam wilayah di Indonesia dengan menekankan kerjasama antara pemerintah dengan sektor sipil. Hal ini tentu saja tak lepas dari kepeduliannya terhadap demokrasi, otonomi daerah dan desentralisasi seperti tertuang dalam disertasi dan artikel-artikelnya di beragam jurnal dan media.
Direktur Riset Indonesian Institute Center
Ia kemudian menjadi direktur riset The Indonesian Institute. Ini merupakan lembaga penelitian kebijakan publik yang didirikan pada Oktober 2004 oleh aktivis dan intelektual muda yang dinamis. Kariernya di The Indonesian Institute tentu tak lepas dari latar belakang pendidikannya di bidang kebijakan publik.[12]
Rektor Universitas Paramadina
Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan menemui momen penting dalam kariernya. Ia dilantik menjadi Rektor Universitas Paramadina, menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh cendekiawan Muslim, Nurcholish Madjid atau biasa disapa dengan Cak Nur, yang juga merupakan pendiri universitas tersebut.
Dilantiknya Anies menjadi rektor membuatnya tercatat sebagai rektor termuda di Indonesia, dimana saat itu usianya baru menginjak 38 tahun.[13][14]
Anies terkesan dengan pidato Joseph Nye, Dekan Kennedy School of Government di Harvard University, yang mengatakan salah satu keberhasilan universitasnya adalah “admit only the best” alias hanya menerima yang terbaik. Dari sinilah Anies kemudian menggagas rekrutmen anak-anak terbaik Indonesia.
Strategi yang kemudian dikembangkan Anies Baswedan adalah mencanangkan Paramadina Fellowship atau beasiswa Paramadina. Beasiswa itu meliputi biaya kuliah, buku, dan biaya hidup. Paramadina Fellowship adalah perwujudan idealisme dengan bahasa bisnis. Hal ini dilakukan karena kesadaran bahwa dunia pendidikan dan bisnis memiliki pendekatan yang berbeda.
Untuk mewujudkan itu Anies mengadopsi konsep penamaan mahasiswa yang sudah lulus seperti yang biasa digunakan di banyak Universitas di Amerika Utara dan Eropa. Caranya, titel seorang lulusan universitas tersebut mencantumkan nama sponsornya.
Misalnya jika seorang mahasiswa mendapatkan dana dari Mien R. Uno (seorang pendonor) maka mahasiswa tersebut diwajibkan menggunakan titel Paramadina Mien R. Uno fellow.
Strategi Paramadina Fellowship ini menunjukkan dampak yang sangat positif. Kini bahkan 25% dari sekitar 2000 mahasiswa Universitas Paramadina berasal dari beasiswa ini. Tentu ini sumbangsih penting bagi dunia pendidikan Indonesia di tengah mahalnya biayanya pendidikan tinggi.[11]
Gebrakan lain yang dilakukan oleh Anies Baswedan di universitas yang ia pimpin adalah pengajaran anti korupsi di bangku kuliah. Hal ini didasari karena Anies menganggap bahwa salah satu persoalan bangsa ini adalah praktik korupsi. Karena itu ia berinisiatif membuat mata kuliah wajib anti korupsi. Yang diajarkan dalam mata kuliah ini mulai kerangka teoritis sampai laporan investigatif tentang praktik korupsi.[12]
Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar
Gagasan ini sebenarnya berawal ketika Anies Baswedan masih menjadi mahasiswa UGM sekitar dekade 1990-an. Pada masa itu, ia bergaul dan belajar banyak dari seorang mantan rektor UGM periode 1986-1990: Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri (Pak Koes).
Pada tahun 1950an, Pak Koes menginisiasi sebuah program bernama Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM), yakni sebuah program untuk mengisi kekurangan guru SMA di daerah, khususnya di luar Jawa.
Dalam beberapa kasus, PTM ini justru mendirikan SMA baru dan pertama di sebuah kota kabupaten. Pak Koes adalah inisiator sekaligus salah satu dari 8 orang yang menjadi angkatan pertama PTM ini. Dia berangkat ke Kupang dan bekerja di sana selama beberapa tahun.
Sepulangnya dari Kupang, ia mengajak serta 3 siswa paling cerdas untuk kuliah di UGM. Salah satunya adalah Adrianus Mooy yang di kemudian hari menjadi Gubernur Bank Indonesia. Cerita penuh nilai dari PTM inilah salah satu sumber inspirasi bagi Indonesia Mengajar.
Selepas dari UGM, Anies Baswedan mendapat beasiswa untuk melanjutkan kuliah di Amerika Serikat. Tinggal, belajar dan bekerja di sana membuatnya memahami bahwa anak-anak Indonesia membutuhkan kompetensi kelas dunia untuk bersaing di lingkungan global.
Tetapi, kompetensi kelas dunia saja tak cukup. Anak-anak muda Indonesia harus punya pemahaman empatik yang mendalam seperti akar rumput meresapi tanah tempatnya hidup. Semua proses di atas, secara perlahan membentuk ide besar Gerakan Indonesia Mengajar.
Konstruksi dasarnya mulai terumuskan pada pertengahan 2009. Ketika itu, Anies mendiskusikan dan menguji idenya pada berbagai pihak. Gagasan ini kemudian siap mewujud ketika beberapa pihak berkenan menjadi sponsor.
Proses untuk mendesain dan mengembangkan konsep Indonesia Mengajar pun dimulai pada akhir 2009, dengan membentuk tim kecil yang kemudian berkembang hingga menjadi organisasi seperti sekarang ini. Sampai saat ini pun, Anies Baswedan merupakan salah satu pendiri dan juga Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar.
Peserta Konvensi Capres Partai Demokrat
Setelah bertahun-tahun bergelut dalam gerakan sosial, Anies Baswedan terpanggil untuk memasuki dunia politik. Ia diundang untuk terlibat mengurus negeri dengan mengikuti konvensi Demokrat pada 27 Agustus 2013. Anies menerima undangan tersebut dengan ikhtiar untuk ikut melunasi Janji Kemerdekaan.[15]
Anies Baswedan bersama 11 orang lainnya; Ali Masykur Musa, Dahlan Iskan, Dino Patti Djalal, Endriartono Sutarto, Gita Wirjawan, Hayono Isman, Irman Gusman, Marzuki Alie, Pramono Edhie Wibowo dan Sinyo Harry Sarundajang mengikuti Konvensi Calon Presiden dari Partai Demokrat[16].
Semangat melunasi janji kemerdekaan itulah yang merupakan misi Anies untuk negeri ini. Bagi Anies apa yang tercantum di Pembukaan UUD 1945 bukan sebuah cita-cita melainkan sebuah janji yang harus dilunasi. “Janji itu adalah melindungi, menyejahterakan, mencerdaskan, dan membuat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya.
Ia menilai janji-janji tersebut harus dilunasi oleh seluruh warga negara, termasuk dirinya. Ia meyakini konvensi ini sebagai sebuah panggilan tanggung jawab dan kehormatan. Ia mengatakan bahwa dirinya memilih untuk terlibat dan turun tangan melunasi janji kemerdekaan.[17]
Sikap Anies tersebut dinyatakan secara resmi dalam deklarasi Konvensi Partai Demokrat pada 15 September 2013 di Hotel Sahid Jaya, Jakarta. Dalam kesempatan tersebut ia mendeklarasikan sebuah gagasan yang diberi judul “Indonesia Kita Semua”.
Gagasan tersebut mengajak semua orang untuk ikut terlibat mengurus negeri, ikut turun tangan.[18] Gagasan ini ia buktikan dengan membuat Gerakan TurunTangan yang dalam setahun berhasil mengumpulkan lebih dari 30.000 relawan tanpa bayaran.[19]
Debat Konvensi
Sebagai bentuk kedewasaan politik, Anies yang bukan kader Demokrat, mengikuti seluruh rangkaian Konvensi sampai selesai. Beberapa rangkaian konvensi antara lain adalah Debat Bernegara Konvensi Partai Demokrat, yang diadakan antara lain di:
Debat Konvensi di Medan
Dalam debat perdana yang digelar di Istana Maimun, Medan (22/1/2014), Anies mengungkapkan beberapa inisiatif. Salah satunya adalah idenya untuk merelokasi kantor BUMN ke daerah-daerah. Menurutnya distribusi pertambahan ekonomi harus merata. Relokasi BUMN adalah salah satu caranya.[20]
Pada kesempatan ini Anies juga menorehkan sejarah politik bersih dengan didukung oleh relawan-relawan tanpa bayaran dan tidak mengotori kota dengan spanduk-spanduk. Relawan ini merupakan Relawan TurunTangan yang mendukung Anies untuk menjadi presiden. Anies terus melanjutkan tradisi ini sampai berakhirnya konvensi.[21]
Debat Konvensi di Palembang
Gelaran debat konvensi yang kedua dilakukan di Palembang Sport Convention Center, Palembang (25/1/2014). Dalam debat kedua tersebut Anies menekankan pembangunan dan pemerataan ekonomi sampai ke desa. Ia menekankan bahwa pemerataan ekonomi bisa tercapai jika pembangunan infrastruktur di desa seperti listrik, jalan serta irigasi dapat dibangun dengan baik.[22]
Debat Konvensi di Bandung
Dalam debat ketiga konvensi di Hotel Harris, Bandung (5/2/2014) Anies mengungkapkan konsep kepemimpinan yang akan ia usung. Menurutnya konsep kepemimpinan yang pas adalah konsep kepemimpinan seperti main angklung, artinya setiap orang terlibat turun tangan dan pemimpin menggerakkan dan membuat harmoni.[23]
Debat Konvensi di Surabaya
Anies mengungkapkan beberapa gagasan pada debat di Grand Mall, Surabaya (12/2/2014). Ia menyikapi siaran televisi yang kurang mendidik. Menurutnya yang bisa dilakukan adalah meminta para sponsor untuk berhenti menyokong acara tersebut. Dengan begitu menurutnya acara yang muncul nantinya adalah acara-acara yang berkualitas.[24]
Sebelum pelaksanaan debat, Anies juga meluncurkan strategi politiknya yang ia namakan dengan “Indonesia 1945”. Angka 1945 sendiri merupakan akronim dari 1 semangat, 9 pekerjaan, 4 janji kemerdekaan, dalam 5 tahun. Strategi politik itu adalah ikhtiar Anies untuk ikut melunasi janji kemerdekaan yang telah disusun oleh para pendiri republik ini.[25]
Debat Konvensi di Bali
Anies berfokus pada masalah kesehatan saat melakukan debat di Hotel Aston, Bali (18/2/2014). Menurutnya anggaran kesehatan Bali harus dinaikkan karena saat ini hanya anggaran kesehatan per kapita hanya sebesar Rp 20.000, – yang tergolong sangat kecil. Faktor kesehatan ini harus jadi fokus utama dalam pembangunan di Bali.[26]
Selain soal kesehatan Anies juga menilai yang patut menjadi perhatian adalah sektor pariwisata. Anies mengusulkan agar kredit untuk usaha pariwisata dapat dipermudah sehingga dapat mengembangkan industri ini.[27]
Debat Konvensi di Balikpapan
Dalam debat yang dilaksanakan di Balikpapan (22/2/2014) Anies banyak menyoroti masalah perbatasan. Menurutnya ada tiga kunci pokok dalam permasalahan perbatasan. Pertama, harus sadar di manapun berada sama dekatnya dengan di Indonesia. Kedua, pastikan saudara kita yang berada di perbatasan juga tercukupi kebutuhannya. Ketiga, gabungan antara transportasi, pendidikan, dan kesehatan. Menurutnya tiga kunci itu penting untuk masalah perbatasan di Indonesia.[28]
Debat Konvensi di Bogor
Anies kembali menegaskan komitmennya untuk peningkatan kualitas manusia dalam debat di Puri Begawan, Bogor (2/3/2014). Menurut Anies kunci kemajuan bangsa ada pada kualitas manusianya. Dalam debat ini ia juga menekankan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan meningkatkan aktivitas padat karya.
Debat Konvensi di Makassar
Dalam debat yang dilaksanakan di Makassar (5/3/2014) Anies menegaskan komitmennya untuk mereformasi lembaga penegak hukum. Menurutnya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mewujudkan reformasi di tubuh lembaga hukum. Yang utama adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat pada lembaga penegak hukum dengan menempatkan orang-orang baik dan berkompeten pada lembaga-lembaga tersebut.[29]
Debat Konvensi di Ambon
Anies mengemukakan empat gagasan untuk Maluku dalam sebat konvensi yang dilakukan di Islamic Center, Ambon (11/3). Pertama, dibangun infrastruktur transportasi. Kedua, pengadaan listrik di semua pulau di Maluku. Ketiga, pastikan akses kredit pada usaha mikro. Keempat, pengembangan manajemen artinya pengembangan kualitas manusianya.[30]
Debat Konvensi di Jakarta
Rangkaian debat konvensi ditutup dengan debat di Sahid Hotel, Jakarta (27/4/2014). Dalam kesempatan ini Anies menegaskan kembali bahwa keikutsertaannya mengikuti konvensi Demokrat adalah ikhtiar untuk ikut turun tangan ikut melunasi Janji Kemerdekaan.[31]
Penggagas Gerakan TurunTangan
Anies Baswedan mendirikan Gerakan TurunTangan sebagai sebuah ikhtiar mengajak semua orang terlibat melunasi janji kemerdekaan. TurunTangan mengajak semua orang untuk ikut terlibat mengurus negeri ini dengan mendorong orang baik mengelola pemerintahan. Gerakan ini didirikan Anies pada Agustus 2013 dengan semangat gerakan kerelawanan tanpa bayaran. Sampai Juli 2014, relawan yang berhasil dikumpulkan sebanyak 35.000 lebih relawan.[32]
TurunTangan banyak bergerak di kegiatan sosial politik. Gerakan ini mendorong anak-anak muda di seluruh Indonesia untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan politik. TurunTangan didukung oleh sebuah platform online yang beralamat di turuntangan.org. Ini adalah platform pertama berbasis gerakan relawan.
Platform ini membantu relawan mencari, mengumpulkan, dan menggerakkan para sukarelawan di lokasi di seluruh Indonesia atau berdasarkan keahlian masing-masing. Sistem pengelolaan relawan ini juga didukung melalui e-mail dan SMS untuk mengundang para sukarelawan aktif dalam pelatihan sukarelawan di berbagai daerah.[33]
Berbeda dengan gerakan lain, TurunTangan tak hanya sekadar mendorong Anies namun juga menciptakan sebuah politik yang sehat. Dalam kampanye pilpres misalnya TurunTangan terus mendorong agar masyarakat kritis dalam menyikapi pilihan yang ada. Gerakan ini juga mendorong agar kampanye dilakukan secara sehat tanpa ada kampanye hitam. Hal ini misalnya dilakukan oleh TurunTangan wilayah Bandung yang mengajak para simpatisan capres-cawapres di Pilpres 2014 melakukan kampanye sehat.[34]
Selengkapnya:

0 Response to "FROFIL TOKOH MENGENAL LEBIH DEKAT " Anis Rasyid Baswedan, Ph.D " SEMOGA DAPAT MENJADI INSFIRASI DAN MOTIVASI DIRI "

Post a Comment