Riwayat Hidup dan Keluarga
Beliau adalah kyai sepuh karismatik yang sering
menjadi tumpuan permasalahan besar kebangsaan dan dunia internasional. Rakyat,
santri, semua lapisan masyarakat, dan tokoh masyarakat, serta pejabat
pemerintahan merasa dekat kepada beliau dan selalu memperoleh solusi terbaik.
Sesi-sesi penting seperti pemilihan presiden Indonesia tahun 2019 ini menjadi
bukti bahwa ulama menjadi tumpuan permasalahan kebangsaan. Para ulama sepuh
mendaulat beliau sebagai waliyullah akhir zaman yang menjadi patok penerang
batin seluruh umat.
KELAHIRAN BELIAU
Beliau adalah
putra pertama dari Kyai Zubair. Dilahirkan di Karang Mangu Sarang hari
Kamis Legi bulan Sya'ban tahun 1347 H atau 1348H atau 28 Oktober 1928. Dan
siapapun zaman itu tidaklah menyangsikan, bahwa ayahnda Kyai Maimoen, Kyai
Zubair, adalah murid pilihan dari Syaikh Sa’id Al-Yamani serta Syaikh Hasan Al Yamani
Al-Makky. Dua ulama yang kesohor pada saat itu. Seorang Kyai yang tersohor
karena kesederhanaan dan sifatnya yang merakyat. Ibundanya adalah putri dari
Kyai Ahmad bin Syu’aib, ulama yang kharismatis yang teguh memegang pendirian.
Pada umur 25 tahun, beliau menikah dan selanjutnya menjadi kepala pasar Sarang
selama 10 tahun. Mbah Moen, begitu orang biasa memanggilnya, adalah insan yang lahir
dari gesekan permata dan intan. Dari ayahnya, beliau meneladani ketegasan dan
keteguhan, sementara dari kakeknya beliau meneladani rasa kasih sayang dan
kedermawanan. Kasih sayang terkadang merontokkan ketegasan, rendah hati
seringkali berseberangan dengan ketegasan. Namun dalam pribadi Mbah Moen, semua
itu tersinergi secara padan dan seimbang. Kerasnya kehidupan pesisir tidak
membuat sikapnya ikut mengeras.
Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya. Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu.
Beliau adalah gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Semua itu bukanlah kebetulan, sebab sejak dini beliau yang hidup dalam tradisi pesantren diasuh langsung oleh ayah dan kakeknya sendiri. Beliau membuktikan bahwa ilmu tidak harus menyulap pemiliknya menjadi tinggi hati ataupun ekslusif dibanding yang lainnya. Kesehariannya adalah aktualisasi dari semua itu.
Walau
banyak dikenal dan mengenal erat tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak
menjadikannya tercerabut dari basis tradisinya semula. Sementara walau sering
kali menjadi peraduan bagi keluh kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak
menghalanginya untuk menyelami dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan
dengan kebiasaan di pesantren sekalipun.
WAFAT BELIAU
Beliau wafat pada
hari Selasa, 6 Agustus 2019 pagi di Mekkah dalam rangka merayakan ibadah haji.
Pendidikan
Kematangan ilmunya tidak ada satupun yang meragukan. Sebab sedari balita ia
sudah dibesarkan dengan ilmu-ilmu agama. Sebelum menginjak remaja, beliau
diasuh langsung oleh ayahnya untuk menghafal dan memahami ilmu Shorof, Nahwu,
Fiqih, Manthiq, Balaghah dan bermacam Ilmu Syara’ yang lain. Kecemerlangan demi
kecermelangan tidak heran menghiasi langkahnya menuju dewasa.
Pada usia yang masih muda, kira-kira 17 tahun, Beliau sudah hafal diluar kepala
kiab-kitab nadzam, diantaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik,
Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq serta Rohabiyyah fil Faroidl.
Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’I,
semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab dan lain sebagainya.
SilsilahKeilmuan
Pendidikan Awal di Lirboyo Pada tahun kemerdekaan, Beliau memulai
pengembaraannya guna ngangsu kaweruh kePondok Lirboyo Kediri, dibawah bimbingan
KH. Abdul Karim yang terkenal dengan Mbah Manaf. Selain kepada Mbah Manaf,
Beliau juga menimba ilmu agama dariKH. Mahrus Ali juga KH. Marzuqi. Di
pondok Lirboyo, pribadi yang sudah cemerlang ini masih diasah pula selama
kurang lebih lima tahun. Waktu yang melelahkan bagi orang kebanyakan, tapi
tentu masih belum cukup untuk menegak habis ilmu pengetahuan. Menuntut Ilmu di
Mekah
Tanpa kenal batas, beliau tetap menceburkan dirinya dalam samudra ilmu-ilmu
agama. Sampai pada akhirnya, saat menginjak usia 21 tahun, beliau menuruti
panggilan jiwanya untuk mengembara ke Makkah Al-Mukarromah. Perjalanan ini
diiringi oleh kakeknya sendiri, yakni KH. Ahmad bin Syu’aib. Tidak hanya satu,
semua mata air ilmu agama dihampirinya. Beliau menerima ilmu dari sekian banyak
orang ternama dibidangnya, antara lain:
- Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki
- Syekh Al-Imam Hasan Al-Masysyath
- Sayyid Amin Al-Quthbi
- Syekh Yasin bin Isa Al- Fadani
- Syekh Abdul Qodir Almandily
Menuntut Ilmu di Ulama Besar Jawa Dua tahun lebih Beliau menetap di Makkah Al-
Mukarromah. Sekembalinya dari Tanah suci, Beliau masih melanjutkan semangatnya
untuk “ngangsu kaweruh” yang tak pernah surut. Walau sudah dari Arab, beliau
masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuannya dengan belajar kepada Ulama-ulama’
besar tanah Jawa saat itu.
Silsilah Nasab
Dari Jalur Nenek
ibu Nyai Hasanah, yaitu:
- Mbah
Kyai Maulana (Mbah Lanah), bangsawan Madura yang bergabung dengan pasukan
Pangeran Diponegoro
- Mbah
Kyai Ghozali bin Mbah Kyai Maulana
- Hajjah
Sa’idah binti Mbah Kyai Ghozali yang menikah dengan Kyai Syu’aib, kyai
Syu’aib adalah penerus perkembangan pesantren yang dirintih mbah Maulana
dan Mbah Ghozali
- Nyai
Hasanah binti Kyai Syu’aib
- Nyai
Hasanah menikah dengan Kyai Dahlan
- Kyai
Zubair bin Kyai Dahlan
- Kyai Maimun Zubair
Dari Jalur Kakek
sampai dengan Sunan Giri, yaitu:
- Mbah
Maimun bin
- Kyai
Zubair bin
- Kyai
Dahlan bin
- Mbah
Carik Waridjo bin
- Mbah
Munandar bin
- Kyai
Puteh Podang (desa Lajo Singgahan Tuban) bin
- Kyai
Imam Qomaruddin (dari Blongsong Baureno Bojonegoro) bin
- Kyai
Muhammad (Macan Putih Gresik) bin
- Kyai Ali
bin
- Kyai
Husen (desa Mentaras Dukun Gresik) bin
- Kyai
Abdulloh (desa Karang Jarak Gresik) bin
- Pangeran
Pakabunan bin
- Panembahan
Kulon bin
- Sunan Giri
Penerus Beliau
Putra putra beliau antara lain:
1. KH Abdullah Ubab
2. KH Gus Najih
3. KH Majid Kamil
4. Gus Abd. Ghofur
5. Gus Abd. Rouf
6. Gus M. Wafi
7 . Gus Yasin
8. Gus Idror
dan dua putri, yaitu:
1. Sobihah (mustofa aqil)
2. Rodhiyah (Gus Anam)
Jasa dan Karya Beliau
Pesantren Al Anwar, Sarang Pada tahun 1965
beliau mengabdikan diri untuk berkhidmat pada ilmu-ilmu agama. Hal itu diiringi
dengan berdirinya Pondok Pesantren yang berada disisi kediaman Beliau. Pesantren
yang sekarang dikenal dengan nama Al-Anwar. Satu dari sekian pesantren yang ada
di Sarang. Keharuman nama dan kebesaran Beliau sudah tidak bisa dibatasi lagi
dengan peta geografis. Banyak sudah ulama-ulama dan santri yang berhasil “jadi orang”
karena ikut di-gulo wentah dalam pesantren Beliau.
Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa Beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau. Kemudian sekitar tahun 2008 beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan pengasuhannya kepada putranya KH. Ubab Maimun PP Al-Anwar yang berada di kampung Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH. Maimun Zubair pada tahun 1967.
Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH. Zubair Dahlan. Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla. Pada perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek bangunan, yaitu komplek A, B dan C. Komplek B dikembangkan oleh KH. Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma’hadul Ulumis Syar’iyah. Sedang komplek A dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh KH. Maimun Zubair, putra KH. Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah sebagai nelayan. Perkembangan jumlah santri PP. Al-Anwar yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik.
Pada tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina. Seiring dengan bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan. Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang yang lain. terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP. Al-Anwar berlantai lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid PP. Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah al Mukarromah.
Tokoh Nasional Tradisional
Sudah terbukti bahwa ilmu-ilmu yang Belaiu miliki tidak cuma membesarkan jiwa Beliau secara pribadi, tapi juga membesarkan setiap santri yang bersungguh-sungguh mengecap tetesan ilmu dari Beliau. Kemudian sekitar tahun 2008 beliau kembali mengibarkan sayapnya dengan mendirikan Pondok Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan Sarang Rembang, yang kemudian oleh beliau dipasrahkan pengasuhannya kepada putranya KH. Ubab Maimun PP Al-Anwar yang berada di kampung Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah didirikan oleh KH. Maimun Zubair pada tahun 1967.
Pondok ini pada mulanya adalah sebuah kelompok pengajian yang dirintis oleh KH. Ahmad Syuaib dan KH. Zubair Dahlan. Kelompok pengajian tersebut pada awalnya dilaksanakan di mushalla. Pada perkembangan selanjutnya kedua perintis tersebut mendirikan tiga komplek bangunan, yaitu komplek A, B dan C. Komplek B dikembangkan oleh KH. Abdul Rochim Ahmad menjadi PP Ma’hadul Ulumis Syar’iyah. Sedang komplek A dikembangkan menjadi PP Al-Anwar oleh KH. Maimun Zubair, putra KH. Zubair Dahlan. Latar belakang pendirian pondok di samping untuk melanjutkan kegiatan pengajian, juga dilatarbelakangi oleh keinginan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang umumnya berpenghasilan rendah sebagai nelayan. Perkembangan jumlah santri PP. Al-Anwar yang cukup pesat, menuntut adanya pembangunan di bidang fisik.
Pada tahun 1971 musholla direnovasi dengan menambahkan bangunan diatasnya yang kemudian disebut dengan Khos Darussalam, juga dibangun sebuah kantor yang berada sebelah Selatan ndalem syaikhina. Seiring dengan bertambahnya santri maka pembangunan secara fisik pun terus dilakukan. Tercatat pada tahun 1973 dibangun Khos Darunna’im, tahun 1975 Khos Nurul Huda, tahun 1980 Khos AF, dan masih banyak lagi pembangunan fisik yang yang lain. terakhir dibangunnya gedung serbaguna PP. Al-Anwar berlantai lima pada tahun 2004 dan juga pada tahun 2005 dibangun Ruwaq Daruttauhid PP. Al-Anwar yang setelah selesai pengerjaannya digunakan sebagai tempat pertemuan (Multaqo) alumni Sayyid Muhammad Alawy al Maliki Makkah al Mukarromah.
Tokoh Nasional Tradisional
Mbah Moen, begitu orang biasa memanggilnya, banyak dikenal dan mengenal erat
tokoh-tokoh nasional, tapi itu tidak menjadikannya tercerabut dari basis
tradisinya semula. Sementara walau sering kali menjadi peraduan bagi keluh
kesah masyarakat, tapi semua itu tetap tidak menghalanginya untuk menyelami
dunia luar, tepatnya yang tidak berhubungan dengan kebiasaan di pesantren
sekalipun. Beliau juga pernah menjadi anggota DPRD kabupaten Rembang selama 7
tahun. Setelah berakhirnya masa tugas, beliau mulai berkonsentrasi mengurus
pondoknya yang baru berdiri selama sekitar 7 atau 8 tahun.
Tapi
rupanya tenaga dan pikiran beliau masih dibutuhkan oleh negara sehingga beliau
diangkat menjadi anggota MPR RI utusan Jateng selama tiga periode. Dalam dunia
politik beliau tergolong kiyai yang adem-ayem. Di saat NU sedang ramai
mendirkan PKB (1998) mbah Moen lebih memilih diam dan istiqomah di PPP, partai
dengan gambar Ka’bah. Pada tahun 1977, KH. Maimun Zubair mengembangkan
pesantren dengan mendirikan PP putri Al-Anwar. berawal dari sebidang tanah yang
dimiliki dan hasil pembelian tanah milik tetangga, beliau termotivasi akan
kondisi masyarakat sekitar pada saat itu yang belum rutin mengerjakan sholat 5
waktu serta minimnya kemampuan mereka dalam membaca Al Qur’an. Sebagai langkah
awal, lalu dibangunlah sebuah musholla di belakang rumah yang semula
berdindingkan anyaman bambu.
Kisah Teladan Beliau
Kisah Teladan Beliau
Antara Beliau dan Gus Dur“Aku ini tidak pernah setuju dengan Gus Dur”, kata
Kyai Maimun Zubair. “Yah... namanya manusia. Tapi aku tidak berani membenci,
apalagi memusuhinya. Takut kuwalat!” Kenyataannya, tidak seratus persen Mbah
Maimun berseberangan dengan Gus Dur. Ketika suatu kali seorang tokoh
intelektual datang jauh-jauh dari Jakarta untuk mengajak beliau masuk ICMI,
Mbah Maimun menolak. “Pak Kiyai ini intelektual yang mumpuni lho”, kata si
tokoh, “cocok sekali kalau masuk ICMI!.” “Ah, saya cukup Nahdlatul Ulama saja,
gabung rombongannya pewaris nabi.” kata mbah Mun “Memangnya di ICMI nggak
bisa?” “Kan nggak ada hadits Al-ICMI warotsatul anbiyaa’? Kalau Al-Ulamaa'
ada!”kata mbah Mun.
Sumber: Dari
Berbagai Sumber, Sejarah Pondok Pesantren Sarang Rembang, Yusuf Futuwwah Al
Idrisi Al Hasani
Diedit ulang pada 29 September 2019
Untuk memperoleh
profil dan biografi ulama terlengkap. Silakan membuka http://wiki.laduni.id/Daftar_Ulama
0 Response to "Riwayat Hidup Mbah Moen dan Sa'duna Fiddunya dan Lirik Kesukaan Mbah Moen bikin Hati Tentram "
Post a Comment